[CERPEN] Ranjau Emas

Di sudut kota yang ramai, hiduplah seorang pemuda bernama Kaelan. Sejak kecil, ia sudah terbiasa hidup sederhana bersama keluarganya. Namun, seiring bertambahnya usia, ambisinya untuk meraih kehidupan yang lebih baik semakin membara. Dengan tekad bulat, Kaelan merantau ke kota besar dan memulai bisnis kecil-kecilan.
Berkat kerja keras dan keuletannya, bisnis Kaelan berkembang pesat. Hartanya terus bertambah, rumah mewah, mobil mewah, dan berbagai barang mahal berdatangan. Namun, di balik gemerlap harta itu, Kaelan merasakan ada yang kurang. Ia seringkali merasa gelisah dan tidak tenang.
"Kaelan, kau sudah berhasil. Apa lagi yang kurang?" tanya sahabatnya, Bagas, yang ikut senang melihat kesuksesan Kaelan.
"Aku tidak tahu, Bagas," jawab Kaelan lirih. "Semakin banyak harta yang kumiliki, semakin berat beban yang kurasakan."
Suatu malam, Kaelan bermimpi bertemu dengan seorang kakek tua berjubah putih. Kakek itu berkata, "Nak, ingatlah bahwa harta yang banyak akan menjadi beban yang berat jika tidak digunakan untuk kebaikan. Semakin banyak hartamu, semakin banyak pula hisabmu di akhirat."
Terbangun dari mimpi, Kaelan merenungkan kata-kata kakek tua itu. Ia mulai menyadari bahwa harta yang ia kumpulkan selama ini belum tentu membawa kebahagiaan. Bahkan, bisa jadi harta itu justru menjadi penghalang baginya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sejak saat itu, Kaelan mulai mengubah gaya hidupnya. Ia menyisihkan sebagian hartanya untuk bersedekah dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Ia juga lebih sering mengunjungi masjid dan mengikuti kajian agama.
"Kaelan, kenapa akhir-akhir ini kamu jadi sering ke masjid?" tanya istrinya, Aisyah.
"Aku ingin mencari ketenangan hati, Sayang," jawab Kaelan. "Aku ingin hidupku lebih bermanfaat."
Aisyah tersenyum mendengar jawaban suaminya. Ia merasa sangat bersyukur memiliki suami seperti Kaelan.
Suatu hari, Kaelan bertemu dengan seorang ustadz yang sangat bijaksana. Ia menceritakan semua masalah yang sedang dialaminya. Ustadz itu mendengarkan cerita Kaelan dengan penuh perhatian.
"Kaelan, harta yang banyak itu ibarat pedang bermata dua," kata ustadz. "Jika digunakan untuk kebaikan, maka akan menjadi berkah. Namun, jika digunakan untuk hal-hal yang sia-sia, maka akan menjadi bencana."
Mendengar kata-kata ustadz itu, Kaelan semakin mantap untuk mengubah hidupnya. Ia bertekad untuk selalu menggunakan hartanya untuk kebaikan dan tidak lupa akan tanggung jawabnya sebagai seorang hamba Allah.