[CERPEN] Rezeki, Allah yang Ngatur

- Usman dan keluarganya mengalami kesulitan keuangan karena Usman di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja
- Anak-anak Usman, Ali dan Fatimah, memiliki kebutuhan khusus yang memerlukan biaya ekstra untuk perawatan dan pendidikan
- Mas Yanto menawari Usman pekerjaan sebagai editor jurnal ilmu politik rintisannya, memberikan harapan baru bagi keluarga Usman
“Rezeki, Allah yang ngatur Yah,” begitu kata Annie pada Usman yang tengah bingung memikirkan besok harus bagaimana menjalani hidup. Bagaimana Usman tidak bingung, bulan Juni masih 9 hari lagi baru berganti dengan Juli, sementara semua dana yang mereka miliki, sudah habis untuk memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga.
Usman tidak tahu harus dari mana lagi mendapatkan uang untuk memperpanjang nafas mereka sekeluarga. Yang jelas ia tidak mau Annie dan kedua anak mereka, Ali dan Fatimah kelaparan.
Semua hal yang bisa mendatangkan dan menghasilkan uang, biasanya sudah coba dilakukan oleh Usman. Menjadi dosen di beberapa kampus swasta, menjadi penerjemah secara online, menulis artikel yang dimuat beberapa media, akan tetapi, itu semua belum cukup juga, untuk “Make ends meet”, begitu kata-kata bahasa Inggris, yang selalu terngiang di kepala Usman, yang artinya kurang lebih adalah memenuhi kebutuhan hidup.
Ia tahu bahwa dirinya tidak boleh menyerah, karena ada hidup 3 orang yang ditanggungnya. Jika ia mundur, maka hidup istri dan kedua anaknya akan menjadi sulit dan terkatung-katung. Terkadang bahkan dalam kondisi yang sedemikian berat, terpikir olehnya untuk mengakhiri hidup, akan tetapi, wajah-wajah 3 orang yang teramat dicintainya itu mencegah dirinya untuk melakukan tindakan gila itu.
Usman beberapa kali bertanya pada Tuhan, setelah berdoa yang khusyu’, “Buat apa Kau pertahankan hidupku ini ya Tuhan? Mengapa Engkau begitu tega membiarkan kami membesarkan kedua anak kami yang berkebutuhan khusus, dengan keadaan sulit uang seperti ini?”
Ali dan Fatimah, dua anak Usman dan Annie tersebut adalah anak difabel (penyandang disabilitas). Ali adalah anak disabilitas daksa. Akibat sindrom Spinal Muscular Atrophy (SMA), Ali mengalami kelumpuhan dari pinggang ke bawah.Sehari-harinya ia harus menggunakan kursi roda untuk alat bantu mobilitasnya. Sementara Fatimah, didiagnosis menyandang Autisme, ia masih belum bisa berbicara sampai usianya hampir menginjak 4 tahun.
Dana ekstra memang harus selalu tersedia untuk membesarkan kedua anak mereka itu. Ketiadaan angkutan umum yang bisa diakses kursi roda, membuat Usman harus menyewa mobil, untuk antar jemput Ali ke sekolahnya, yang berjarak sekitar 8 kilometer dari rumahnya. Untuk Fatimah, ia juga harus mengeluarkan biaya lebih untuk membayar shadow teacher (guru pendamping) guna mendampingi Fatimah dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Bulan ini terhitung sudah hampir 8 bulan Usman menyewa mobil. Ia pun sampai sekarang belum tahu harus membayar sewa mobilnya dengan apa. Annie hampir tiap hari mengeluhkan kondisi ini. Usman hanya bisa terdiam dan termenung lama mendengarkan keluhan istrinya itu.
Beberapa waktu yang lalu, tersiar kabar, bahwa Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA), bisnis yang telah dirintis oleh almarhum ayahnya, di Kampuang, tengah gonjang-ganjing. Hal itu terjadi karena adiknya, si Bambang, seorang dokter yang melanjutkan RSIA tersebut, menyerahkan pengelolaan rumah sakit itu kepada istrinya, Lampir. Tanpa persetujuan keluarga, Bambang mengangkat Lampir menjadi Direktur Utama RSIA itu.
Lampir kemudian menghambur-hamburkan uang kas rumah sakit, dengan melakukan perjalanan mahal ke luar negeri, bersama gengnya, yang jumlahnya sekitar belasan orang. Ketika uang kas rumah sakit habis, Lampir kemudian menipu salah seorang rekan bisnisnya, untuk mempercayakan modalnya sebanyak 2 miliar rupiah, kepada si Lampir. Ia mengatakan bahwa uang modal itu, akan dipergunakan untuk mendirikan bisnis karaoke di Kampuang. Dalam perjalanan, karaoke yang direncanakan tersebut tidak kunjung berdiri. Sementara uang modal yang tadi, sudah dihabiskan Lampir bersama gengnya.
Rekan bisnisnya, yang seorang janda beranak satu itu, kemudian menggugat Lampir dan melaporkannya ke polisi, melalui seorang pengacara yang masih kerabatnya. Beberapa bulan kemudian, Lampir dijadikan tersangka, dengan demikian proses penyidikan terhadap Lampir dimulai.
Usman dan istrinya, sedikit menarik nafas lega, dengan status Lampir sebagai tersangka ini. Akan tetapi, tetap saja, ia belum bisa pulang ke Kampuang, karena dana untuk ke sana belum ada sama sekali.
Ia sudah menceritakan kasus Lampir dan perbuatan Bambang ini kepada seorang temannya yang juga seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Wilad. Temannya itu pada prinsipnya bersimpati dengan keadaan yang dihadapi oleh Usman, ia pun menjanjikan akan mencarikan pengacara terbaik untuk mendampingi Usman.
Persoalannya, Usman tidak enak untuk membahas ongkos ke Kampuang dengan Wilad, karena ia sendiri masih memiliki hutang pada Wilad, sekitar beberapa puluh juta. Pinjaman uang dari Wilad tersebut, ia pergunakan untuk membayar tunggakan cicilan hutang dari bank, yang diambilnya, sekitar akhir tahun 2023, untuk membayar biaya perawatan anaknya, Ali di sebuah rumah sakit swasta di Jogja.
Pada saat itu Ali harus dirawat di rumah sakit, karena menderita infeksi paru, atau bronkho pneumonia. Karena sindrom SMA, hampir semua otot Ali melemah, sehingga ia tidak mampu mengeluarkan cairan dahak dari paru-parunya, akibat penyakit batuk pilek. Hal ini kemudian membuat paru-paru Ali menjadi infeksi, sehingga ia sesak nafas akut.
Usman dan Annie yang sangat khawatir, langsung melarikan anak mereka itu ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) rumah sakit tersebut. Ali kemudian harus rawat inap di rumah sakit, selama 10 hari. Saat akan keluar, ternyata akun BPJS Usman bermasalah, karena kantornya yang lama, tidak membayar iuran BPJS. Hal inilah yang membuat biaya rumah sakit, Ali menjadi membengkak sekitar 28 juta rupiah.
Usman sudah berusaha mencari pinjaman ke beberapa saudara. Hanya Mas Yanto, kakak laki-lakinya Annie yang bersedia meminjamkan uang beberapa juta rupiah. Hal inilah yang membuat Usman harus meminjam uang ke bank, untuk melunasi tagihan rumah sakit tersebut.
Hotman, sahabat Usman, yang mendengar penuturan Usman tentang hutang yang harus diambilnya, guna membayar biaya perawatan anaknya itu, menanggapi dengan perasaan sedih dan simpati, “Sedih aku mendengar ceritamu Man. Aku jadi teringat dulu, ketika ayahmu masih hidup, dan ibumu masih sehat, kamu tidak pernah kekurangan uang seperti ini. Bahkan orang tuamu lah yang meminjamkan uang kepadaku, saat keluargaku membutuhkan dana guna membeli jengkol, untuk diperdagangkan.”
Usman hanya bisa terdiam seribu bahasa mendengar kata-kata Hotman. Ia juga tidak pernah mengira bahwa hidupnya akan mengalami kondisi kesulitan uang seperti sekarang ini.
Semenjak di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara sepihak oleh perusahaan tempat dia bekerja, pada bulan Juni 2023, keuangan Usman dan keluarga menjadi kolaps. Ditambah lagi dengan keserakahan Bambang dan Lampir, yang tidak pernah mengirimkan deviden keuntungan rumah sakit, semenjak beberapa tahun yang lalu. Semua ini membuat kehidupan Usman dan keluarganya seperti terlempar ke dalam jurang tanpa dasar.
***
Suatu malam sehabis isya, Usman melihat Annie sangat tertekan dengan kondisi kehidupan yang mereka alami. Usman bingung harus berkata apa untuk menenangkan hati dan pikiran istrinya itu.
“Coba telepon Mas Yanto, Bunda, siapa tahu beliau ada jalan untuk menyelesaikan masalah kita ini.” ucap Usman memecah keheningan.
Sudah lama memang Annie tidak berkontak dengan Mas Yanto, mungkin karena ia dulu sempat menghubungi lewat sambungan telepon, tetapi tidak diangkat oleh Mas Yanto. Atau karena hal lain, Usman kurang paham bagaimana komunikasi terjalin antara dua orang kakak dan adik ini.
Setelah Annie mengirim pesan lewat aplikasi whatsapp messenger kepada Mas Yanto. Kakaknya itu kemudian menelepon Annie istri Usman. Lama mereka berbincang, Usman hanya memperhatikan dengan perasaan senang, karena telah berhasil menyambungkan kembali tali silaturrahim antara dua bersaudara.
Setelah satu jam berkontak lewat telepon. Annie kemudian memanggil Usman untuk menceritakan bahwa Mas Yanto menawari Usman untuk menjadi editor jurnal ilmu politik rintisannya. Bayarannya lumayan kata Annie. Usman juga bisa mengerjakan tugasnya sebagai editor dari mana saja, dengan laptop dan koneksi internet.
“Alhamdulillah Bunda, untung tadi kuminta Bunda menghubungi Mas Yanto. InsyaAllah aku bisa mengerjakannya, Bunda. Terima kasih ya Bunda, sudah bersedia menuruti permintaanku tadi.” ucap Usman kepada istrinya itu, dengan nafas lega.
“Iya Yah, mudah-mudahan setelah ini, masalah kesulitan keuangan yang kita hadapi sekarang ini bisa segera berakhir Yah.” ucap Annie penuh harap.
Usman merenung lama, mengenang masa-masa kritis yang pernah ia alami bersama keluarga kecilnya. Sudah dua tahun lebih sebenarnya hal ini mereka hadapi. Usman sangat bersyukur kepada Tuhan, karena istri dan anak-anaknya masih berada bersama Usman.
Beberapa temannya yang mengalami hal yang sama, bahkan sampai harus berpisah dengan anak dan istrinya. Ia sendiri tidak bisa membayangkan hidup tanpa tiga orang yang sangat dicintainya ini.
Ia jadi teringat pada Bambang, adiknya yang bercerai dengan istri pertamanya, untuk menikah dengan selingkuhannya, yang sekarang menjadi istri keduanya. “Entah bagaimana perasaan si Bambang itu?” ucap Usman dalam hati.
“Mudah-mudahan masa kegelapan ini lekas berakhir ya Tuhan.” doa Usman dalam hati.
Ia sebenarnya sangat tidak tega melihat istri dan anak-anaknya harus menjalani hidup yang penuh kesusahan. Sebagai kepala rumah tangga, Usman merasa tidak berguna jika ia tidak bisa membahagiakan keluarga intinya ini.
Kata-kata istrinya beberapa waktu yang lalu, terngiang kembali dalam pikiran Usman, “Rezeki, Allah yang ngatur Yah.” hal yang dulu sempat disikapinya dengan skeptis. Akan tetapi, setelah kejadian malam ini, keragu-raguan Usman perlahan hilang.
“Terima kasih ya Tuhan, aku serahkan padamu sebagai Sang Maha Penentu segala sesuatu, hidupku dan keluargaku. Tolonglah jangan sampai mereka kecewa ya Tuhan. Aku sangat menyayangi dan mencintai mereka.” ucap Usman dalam hati, sembari menatap wajah cantik istrinya, Annie yang tengah duduk di sofa menonton drama Korea.