Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi di Sekolah Dianggap Berlebihan

- PP No. 28/2024 tentang Kesehatan Pasal 103 menimbulkan pro dan kontra.
- Pada Pasal 103 ayat (4) huruf e bagian “penyediaan alat kontrasepsi” dalam konteks usia sekolah dan remaja tidak dijelaskan lebih lanjut sehingga menuai kontroversi.
Beberapa waktu yang lalu, aturan pemerintah soal penyediaan alat kontrasepsi di sekolah menjadi pro dan kontra bagi sejumlah kalangan. Regulasi itu tertuang di Pasal 103 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
Pada Pasal 103 ayat 2, siswa sekolah diminta untuk diberikan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai fungsi reproduksi, yang mana pada ayat 3 dijelaskan bahwa tindak lanjut dari ayat 2 bisa diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah.
Pasal 103 ayat 4 menjelaskan mengenai pelayanan kesehatan reproduksi yang harus meliputi beberapa hal, salah satunya penyediaan alat kontrasepsi.
Juru bicara Kemenkes dr. Mohammad Syahril SpP, MPH, meluruskan bahwa ini merupakan bentuk upaya pemerintah meningkatkan layanan promotif dan preventif atau mencegah masyarakat menjadi sakit. Tujuannya juga kepada remaja yang sudah menikah.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi, ada kalimat menyesatkan yang digunakan pada pasal tersebut. Hal ini disampaikan dalam "Diskusi Publik Satu Frekuensi APKS PB PGRI" yang digelar secara virtual pada Selasa (14/08/2024).
Menyangkut masa depan bangsa
Menurut Unifah, ada kekeliruan pada aturan tersebut, yang mana alat kontrasepsi hanya untuk remaja yang sudah menikah, dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap.
"Isu ini sangat menarik dan seksi karena dirasa moralitas digedor-gedor dan seperti di bibir jurang. Bukan menolak hak-hak anak mendapatkan kesehatan, tapi mari bedah dengan tenang hati menggunakan analisis," katanya.
Unifah menyebut bahwa kita perlu secara jernih memandang persoalan ini, terutama yang menyangkut masa depan bangsa. Jangan sampai hancur karena terlalu jauh bicara hak anak, tetapi tidak menjaga moral, kesehatan anak-anak, dan karakter.
"Saya harap ada sumbangan pemikiran, di mana misleading sekolah sediakan alat kontrasepsi memang untuk melindungi, tapi jangan kebablasan, sedangkan nilai kepatutan, adat istiadat, mengatakan tidak boleh diizinkan," imbuh Unifah.
MA perlu melengkapi ayat tersebut

Unifah berharap, seandainya penafsiran itu kurang tepat, Mahkamah Agung (MA) perlu melengkapi ayat tersebut supaya tidak menimbulkan salah paham. Aksi juga bisa dengan berkirim surat ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebelum menjadi isu liar.
"Menyediakan kontrasepsi itu berlebihan. Itu perlu dipikirkan bersama. Jadi rekomendasi yang kita sampaikan agar tidak kejauhan karena anak-anak dapat akses teknologi yang merdeka, semakin merdeka semakin mendapat kesulitan," Unifah menjelaskan.
Jadi menurutnya, bukan cara berpikir mereka yang tradisional, tapi sangat maju. Penggunaan alat kontrasepsi harus di tempat tertentu. Dia mengajak seluruh pihak melihat dengan jernih segala aspek untuk diperbaiki.
Kenapa jadi kontroversi?

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra menyebut bahwa Pasal 103 ini tidak mempunyai penjelasan lebih lanjut. Sama seperti apa yang disampaikan Unifah.
"Ini dalam kajian kita, kita melihat tidak ada penjelasan. Cukup jelas bahwa (aturan) ditujukan untuk usia sekolah dan remaja, sehingga jadi kontroversi," kata Jasra.
Mengacu pada Pasal 41 yang menjelaskan bahwa upaya kesehatan bayi dan anak ditujukan untuk menjaga bayi dan anak tumbuh dan berkembang dengan sehat, cerdas dan berkualitas serta menurunkan angka kesakitan, kematian dan kedistabilitasan bayi dan anak. Upaya kesehatan bayi dan anak ini dilakukan sejak masih di dalam kandungan sampai sebelum beruisa 18 tahun.
Penyediaan alat kontrasepsi juga terdapat pada upaya kesehatan sistem reproduksi dewasa, tetapi diperuntukkan kepada pasangan usia subur dan kelompok berisiko (Pasal 105 ayat 3 e), sehingga tidak menuai masalah.
Perlindungan anak usia sekolah yang juga termasuk dalam kategori pasangan usia subur, menurutnya sudah diakomodasi melalui pasal ini, sehingga tidak perlu dimasukkan dalam Pasal 103 yang fokus pada anak.
"Pembentukan PP melampaui UU Kesehatan No. 17 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Sebab, telah mencantumkan penyediaan alat kontrasepsi pada usia sekolah dan remaja di dalam PP, tidak sesuai dengan Pancasila dan agama," lanjutnya.