Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Dampak Perceraian bagi Kesehatan, Efeknya Sedahsyat Ini!

ilustrasi perceraian (flickr.com/Cordell and Cordell)

Semua orang yang melangsungkan pernikahan berharap rumah tangganya kekal hingga maut memisahkan. Namun, kenyataan tak seindah harapan, banyak rumah tangga yang kandas di tengah jalan.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 516.334 kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2022. Jumlahnya meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2021 (447.743 kasus).

Mengacu pada Skala Stres Holmes dan Rahe, perceraian adalah peristiwa hidup yang paling traumatis kedua setelah kematian pasangan. Efeknya ke fisik dan mental pun tidak main-main. Berikut ini beberapa yang paling sering dirasakan.

1. Terjadi perubahan berat badan yang drastis

Peneliti dari Ohio State University, Amerika Serikat (AS), menemukan bahwa laki-laki yang berusia di atas 30 tahun cenderung mengalami kenaikan berat badan pasca perceraian. Kesimpulan ini diambil setelah meneliti 10.071 orang dari tahun 1986 hingga 2008. Temuan ini dipresentasikan dalam pertemuan tahunan American Sociological Association pada 22 Agustus 2011 di Las Vegas, AS.

Di sisi lain, sebagian orang justru mengalami penurunan berat badan. Studi yang dipublikasikan dalam Journal of Family Issues pada tahun 2016 menemukan bahwa berat badan orang yang bercerai cenderung turun. Dilansir Verywell Fit, kesedihan dan depresi bisa memperlambat metabolisme tubuh, membuat kita membutuhkan lebih sedikit makanan.

2. Menyebabkan kecemasan

ilustrasi cemas (flickr.com/ASweeneyPhoto)

Perceraian membuat seseorang merasa sangat tidak aman dan tidak pasti, sehingga tubuh selalu dalam keadaan siaga. Dampaknya pada fisik adalah otot menjadi tegang, detak jantung dan pernapasan lebih cepat, gangguan pencernaan, hingga sakit kepala.

Mengutip Amicable (layanan perceraian tepercaya di Inggris), pola tidur dan nafsu makan kita mungkin akan terpengaruh karena kecemasan mencegah kita untuk rileks. Berbagai pikiran buruk yang mungkin terlintas adalah:

  • Khawatir orang lain akan menilai kita secara negatif.
  • Khawatir anak-anak dirugikan secara emosional karena perceraian.
  • Khawatir akan kondisi finansial setelah bercerai.
  • Self-blaming, menganggap diri sendiri sebagai penyebab berakhirnya pernikahan.
  • Merasa tidak ada kepastian akan masa depan, dan lain sebagainya.

3. Menyebabkan depresi

Laki-laki berusia 20–64 tahun yang telah bercerai enam kali lebih mungkin mengalami episode depresi dibandingkan laki-laki yang masih berada dalam ikatan pernikahan. Ini berdasarkan National Population Health Survey (NPHS), yang mengumpulkan informasi tentang kesehatan penduduk Kanada setiap dua tahun sekali.

Orang yang depresi merasakan kesedihan yang intens, keputusasaan, suasana hati (mood) yang rendah, dan terkadang memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri (self-harm), atau bahkan bunuh diri. Proses perceraian yang panjang dan melelahkan terkadang membuat seseorang merasa kewalahan, apalagi tanpa dukungan dari sekitar.

4. Meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular

ilustrasi sakit pada jantung (flickr.com/Marco Verch Professional Photographer)

Menurut penelitian yang dimuat dalam laman Kennedy Law Associates, ditemukan bahwa perempuan 24 persen lebih mungkin menderita serangan jantung setelah satu kali bercerai dan 77 persen lebih mungkin mengalami serangan jantung setelah dua kali bercerai. Penelitian ini melibatkan 15.000 orang berusia 45–80 tahun dan dilakukan antara tahun 1992 hingga 2010.

Tekanan emosional karena perceraian bisa menyebabkan masalah kardiovaskular. Akan makin parah jika kita tidak mendapatkan dukungan dari keluarga atau teman. Menurut para peneliti, perempuan lebih mungkin mengembangkan masalah kardiovaskular karena cenderung mengalami kerugian finansial yang lebih besar dan pergolakan emosional yang lebih intens.

5. Sulit untuk tidur

Stres akibat perceraian bisa membuat kita sulit untuk tidur (insomnia). Menurut peneliti dalam laman Marriage, ini dikenal sebagai insomnia sementara atau insomnia penyesuaian akut, yang berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu setelah mengalami peristiwa traumatis.

Insomnia tidak hanya dialami oleh pasangan yang bercerai, tetapi juga anak-anak yang orang tuanya berpisah. Menurut American Academy of Sleep Medicine, peristiwa traumatis pada masa kecil seperti perceraian orang tua, kematian orang tua, serta pelecehan dan kekerasan dikaitkan dengan tingkat insomnia yang lebih tinggi saat dewasa.

6. Lebih mungkin mengembangkan sindrom metabolik

ilustrasi kadar gula darah yang tinggi (flickr.com/Mike Mozart)

Sindrom metabolik adalah ketika kita mengalami beberapa kondisi medis berbahaya dalam waktu yang bersamaan, seperti tekanan darah tinggi, kadar gula darah tinggi, kolesterol tinggi, dan lemak perut (lemak viseral) berlebih. Kondisi tersebut meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Archives of Internal Medicine tahun 2005 menemukan bahwa perempuan yang bercerai atau berada dalam pernikahan yang tidak bahagia lebih mungkin mengembangkan sindrom metabolik dibandingkan perempuan yang pernikahannya bahagia. Studi ini melibatkan 413 perempuan paruh baya yang 90 persen merupakan ras kulit putih (Kaukasia).

Tidak ada seorang pun yang menginginkan perceraian. Namun, terkadang itu adalah jalan terbaik yang harus ditempuh. Kalau sedang menghadapinya, pastikan kamu tidak sendirian dalam melewati masa-masa berat ini, ya!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nena Zakiah
Nurulia R F
3+
Nena Zakiah
EditorNena Zakiah
Follow Us