Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Inilah Fase yang Dilalui Tubuh saat Berpuasa Setiap Jamnya

ilustrasi fase yang dilalui tubuh saat berpuasa (pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Puasa dapat memberikan manfaat mulai dari penurunan berat badan hingga perlindungan terhadap penyakit.
  • Tubuh manusia mampu bertahan tanpa makan dan minum selama 48 jam dengan perubahan hormon dan proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh.
  • Puasa jangka panjang memiliki manfaat kesehatan, tetapi harus diawasi oleh ahli kesehatan karena bisa berbahaya bagi beberapa orang.

Puasa merupakan bagian dari banyak budaya dan agama di seluruh dunia. Seperti saat ini, umat Islam tengah menjalani ibadah puasa Ramadan.

Dengan berpuasa, tubuh mengembangkan mekanisme untuk beradaptasi dengan ketersediaan makanan yang lebih sedikit. Bahkan, ini memberi sejumlah manfaat, mulai dari penurunan berat badan hingga perlindungan yang signifikan terhadap banyak penyakit.

Namun, sampai kapan sebenarnya tubuh manusia mampu bertahan tanpa makan dan minum? Apa yang terjadi pada tubuh saat sedang berpuasa? Inilah fase yang dilalui tubuh saat berpuasa dalam setiap jamnya. 

0–4 jam

ilustrasi piring dengan sedikit makanan (pixabay.com/congerdesign)

Menurut studi dalam jurnal Current Obesity Reports tahun 2019, selama 3–4 jam pertama puasa, kadar glukosa darah meningkat karena tubuh sedang mencerna dan menyerap makanan. Ini selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi insulin, yang membantu mengatur kadar gula darah untuk memberi sel-sel di seluruh tubuh aliran energi yang stabil.

Ada pergeseran tingkat beberapa hormon lain pada sekitar titik ini juga. Misalnya, menurut studi dalam jurnal Nutrients tahun 2019, grelin, yaitu si "hormon lapar", cenderung turun 1–2 jam setelah makan. Di sisi lain, kadar leptin mengalami peningkatan, yang membuat kamu merasa kenyang.

Pada dasarnya, semua penurunan dan peningkatan kadar hormon ini bertanggung jawab untuk memberi tenaga pada tubuh dan membuat kamu merasa kenyang di antara waktu makan.

4–16 jam

ilustrasi jam (pixabay.com/SarahRichterArt)

Pada periode 4–16 jam, tubuh berada pada fase katabolik. Pada periode ini, tubuh menggunakan semua nutrisi yang disimpan untuk digunakan. Ini adalah titik di mana simpanan glikogen dipecah dan digunakan sebagai energi. Setelah simpanan tersebut habis, tubuh akan beralih menggunakan lemak dan keton yang tersimpan untuk digunakan sebagai energi, yang biasanya terjadi menjelang akhir 16 jam.

Lantas, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai tahap pembakaran lemak? Ini semua bergantung pada apa yang kamu konsumsi. Makin banyak kamu makan karbohidrat dan pati, makin lama waktu yang diperlukan untuk membakar simpanan tersebut dan mencapai tahap pembakaran lemak.

16–24 jam

ilustrasi perempuan merasa lapar (freepik.com/wayhomestudio)

Saat sudah berpuasa selama 18 jam, tubuh memasuki mode pembakaran lemak dan menghasilkan keton yang signifikan, menurut studi dalam jurnal Obesity tahun 2018.

Dalam kondisi normal, konsentrasi keton dalam plasma berada di antara 0,05 dan 0,1 mM. Saat berpuasa atau membatasi karbohidrat dalam diet, konsentrasi ini bisa mencapai 5–7 mM.

Produksi keton bisa dipercepat dengan beberapa latihan yang memompa jantung. Misalnya lari, jalan kaki, bersepeda, atau berenang saat sedang puasa.

24–48 jam

ilustrasi perempuan mengalami defisiensi nutrisi (freepik.com/jcomp)

Setelah 24 jam, sel mendaur ulang komponen lama dan memecah protein yang salah lipatan yang terkait dengan penyakit Alzheimer dan lainnya, menurut penelitian dalam jurnal Autophagy tahun 2010. Ini disebut autofagi, suatu proses yang penting untuk peremajaan sel dan jaringan, menghilangkan komponen seluler yang rusak termasuk protein yang salah lipatan.

Ketika sel tidak memulai autofagi, maka hal-hal buruk akan mulai terjadi, seperti penyakit neurodegeneratif, yang tampaknya terjadi karena berkurangnya autofagi yang terjadi selama penuaan.

Puasa mengaktifkan autofagi, tetapi ini baru mulai terjadi ketika kita secara substansial menghabiskan simpanan glukosa dan kadar insulin mulai turun.

48+ jam

ilustrasi laki-laki merasa lemas setelah berpuasa dalam jangka panjang (unsplash.com/Shane)

Puasa yang berlangsung hingga lebih dari 48 jam disebut sebagai kondisi puasa jangka panjang atau kondisi kelaparan. Menurut studi dalam jurnal Current Obesity Reports tahun 2018, selama fase ini, tingkat insulin perlahan terus turun, sementara tingkat keton terus meningkat.

Keton berfungsi sebagai sumber energi utama tubuh dan pemecahan asam amino dari sel otot untuk membantu menjaga massa otot.

Kendati demikian, puasa jangka panjang yang diawasi secara medis dilaporkan memberikan sejumlah manfaat. Misalnya, satu studi dalam jurnal PLoS One tahun 2019 menemukan bahwa puasa berkepanjangan antara 4 hingga 21 hari memicu penurunan gula darah, berat badan, tekanan darah, dan lemak perut, bersamaan dengan penurunan rasa lapar dan peningkatan kesejahteraan fisik dan emosional.

Demikianlah fase-fase yang dilalui tubuh saat berpuasa setiap jamnya. Puasa jangka pendek maupun panjang memberikan banyak manfaat bagi tubuh. Namun, puasa jangka panjang tidak direkomendasikan untuk semua orang dan bisa sangat berbahaya. Puasa jangka panjang hanya boleh dilakukan di bawah bimbingan dan pengawasan ahli kesehatan.

Referensi

Mary-Catherine Stockman et al., “Intermittent Fasting: Is the Wait Worth the Weight?,” Current Obesity Reports 7, no. 2 (April 26, 2018): 172–85, https://doi.org/10.1007/s13679-018-0308-9.
Edyta Adamska-Patruno et al., “The Differences in Postprandial Serum Concentrations of Peptides That Regulate Satiety/Hunger and Metabolism After Various Meal Intake, in Men With Normal Vs. Excessive BMI,” Nutrients 11, no. 3 (February 26, 2019): 493, https://doi.org/10.3390/nu11030493.
"A Comprehensive Guide to Fasting." Dr. Alexis Shields. Diakses Maret 2025.
Arkadiusz Dąbek et al., “Modulation of Cellular Biochemistry, Epigenetics and Metabolomics by Ketone Bodies. Implications of the Ketogenic Diet in the Physiology of the Organism and Pathological States,” Nutrients 12, no. 3 (March 17, 2020): 788, https://doi.org/10.3390/nu12030788.
Mehrdad Alirezaei et al., “Short-term Fasting Induces Profound Neuronal Autophagy,” Autophagy 6, no. 6 (August 16, 2010): 702–10, https://doi.org/10.4161/auto.6.6.12376.
Françoise Wilhelmi De Toledo et al., “Safety, Health Improvement and Well-being During a 4 to 21-day Fasting Period in an Observational Study Including 1422 Subjects,” PLoS ONE 14, no. 1 (January 2, 2019): e0209353, https://doi.org/10.1371/journal.pone.0209353.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
Eka Amira Yasien
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us