Radang usus buntu terjadi ketika bagian dalam usus buntu (disebut lumen) meradang atau terinfeksi.
Biasanya, usus buntu menghasilkan lendir yang mengalir melalui lumen dan masuk ke usus besar. Ketika usus buntu tersumbat, lendir kembali menumpuk di lumen dan bakteri di usus buntu mulai berkembang biak. Hal ini menyebabkan usus buntu meradang, bengkak, dan terinfeksi sehingga menyebabkan timbulnya gejala radang usus buntu.
Beberapa penyebab terjadinya penyumbatan usus buntu antara lain:
- Feses keras.
- Parasit.
- Massa (tumor).
- Infeksi pada saluran gastrointestinal atau area tubuh lainnya.
- Penyakit radang usus (misalnya penyakit Crohn atau kolitis ulseratif).
- Cedera perut.
Siapa pun dapat terkena radang usus buntu. Namun, faktor risiko tertentu dapat meningkatkan risiko mengalami gejala. Faktor risiko terjadinya radang usus buntu dapat meliputi:
- Usia: Radang usus buntu paling sering terjadi pada orang berusia antara 10 dan 30 tahun.
- Riwayat keluarga: Memiliki anggota keluarga dengan riwayat radang usus buntu dapat meningkatkan risiko timbulnya gejala.
- Jenis kelamin laki-laki: Laki-laki memiliki risiko sedikit lebih tinggi terkena radang usus buntu dibandingkan mereka yang berjenis kelamin perempuan saat lahir.
- Mengalami gangguan kekebalan: Orang yang menjalani kemoterapi, mengonsumsi obat imunosupresan, atau memiliki kondisi yang menyebabkan sistem kekebalan melemah memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gejala.
Referensi
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Diakses pada Agustus 2024. Symptoms & causes of appendicitis.
Advance Colorectal and General Surgery. Diakses pada Agustus 2024. What Food Can Cause Appendicitis? 5 Food Groups To Limit.
Healthnews. Diakses pada Agustus 2024. What Food Can Cause Appendicitis? Top Triggers to Watch Out for.
Ryoo, M., D. Hwang, dkk. “Consumption of diets rich in animal protein, saturated fat, or sodium, and low in fibre are associated with increased risk of acute appendicitis.” Proceedings of the Nutrition Society 82, no. OCE2 (1 Januari 2023).
Murakami, K, H Okubo, dan S Sasaki. “Dietary intake in relation to self-reported constipation among Japanese women aged 18–20 years.” European Journal of Clinical Nutrition 60, no. 5 (7 Desember 2005): 650–57.
Engin, Omer, Mehmet Yildirim, dkk. “Can fruit seeds and undigested plant residuals cause acute appendicitis.” Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 1, no. 2 (1 April 2011): 99–101.
Choe, Jung Wan, Moon Kyung Joo, dkk. “Foods Inducing Typical Gastroesophageal Reflux Disease Symptoms in Korea.” Journal of Neurogastroenterology and Motility 23, no. 3 (30 Juli 2017): 363–69.
Kao, Li-Ting, Ming-Chieh Tsai, dkk. “Association between Gastroesophageal Reflux Disease and Appendicitis: A Population-Based Case-Control Study.” Scientific Reports 6, no. 1 (2 Maret 2016).
Kar, D. Adamidis E. Roma-Giannikou, K. “Fiber intake and childhood appendicitis.” International Journal of Food Sciences and Nutrition 51, no. 3 (1 Januari 2000): 153–57.
Damanik, Boyke, Erjan Fikri, dan Iqbal Pahlevi Nasution. “Relation between Fiber Diet and Appendicitis Incidence in Children at H. Adam Malik Central Hospital, Medan, North Sumatra-Indonesia.” Bali Medical Journal 5, no. 2 (19 Juni 2016): 84.
Alkhamiss, Abdullah, Osamah Almosallam, dkk. “Case-control: A low-fiber diet increases the risk of appendicitis in main Qassim, Saudi Arabia hospitals 2020-2021.” Medical Science 26, no. 119 (16 Januari 2022): 1.
Health. Diakses pada Agustus 2024. What Is Appendicitis?