Anger Issue, Kapan Kemarahan Menandakan Masalah Mental?

Kemarahan menjadi masalah ketika kita sulit mengendalikannya

Beredar video seorang pria mengamuk di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, pada Selasa (11/4/2023), diduga akibat bersenggolan dengan penumpang lain. Video insiden tersebut viral di media sosial keesokan harinya.

Dalam sebuah video yang viral tersebut, pria tersebut tampak mengejar sambil menunjuk dan marah-marah ke arah seorang penumpang lainnya. Beberapa petugas pun mencoba melerai untuk mencegah pertikaian.

Kemarahan adalah respons alami dan naluriah terhadap ancaman. Kemarahan kadang diperlukan untuk kelangsungan hidup kita. Namun, kemarahan menjadi masalah ketika kita sulit mengendalikannya, menyebabkan kita mengatakan atau melakukan hal-hal yang kita sesali.

Menurut studi dalam Journal of Medicine and Life tahun 2010, kemarahan yang tidak terkendali berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental. Itu juga bisa dengan cepat meningkat menjadi kekerasan verbal atau fisik, merugikan diri sendiri dan orang-orang di sekitar.

1. Jenis anger issue

Dilansir WebMD, kemarahan dapat ditunjukkan dalam beberapa cara berbeda dan dengan tingkat intensitas yang berbeda:

  • Inward anger atau kemarahan batin: Jenis kemarahan ini diarahkan secara internal dan dapat mencakup pikiran gelap dan depresi serta pembicaraan diri yang negatif. Menghukum diri sendiri biasanya dikaitkan dengan kemarahan batin, seperti menyangkal hal-hal yang disukai, seperti menonton televisi atau berolahraga. Itu bahkan bisa berarti menyangkal kebutuhan dasar seperti makanan dan air.
  • Outward anger atau kemarahan yang diekspresikan: Ini melibatkan ekspresi kemarahan secara verbal atau fisik terhadap orang lain dan hal-hal lain. Itu bisa termasuk memecahkan barang dan menyerang orang lain, serta berteriak dan memaki.
  • Passive anger atau kemarahan pasif: Juga dikenal sebagai perilaku pasif-agresif, ini dapat mencakup tindakan seperti menyindir atau merendahkan orang lain, mendiamkan orang lain, dan merajuk.

2. Penyebab anger issue

Anger Issue, Kapan Kemarahan Menandakan Masalah Mental?ilustrasi anger issue atau masalah kemarahan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Banyak hal dapat memicu kemarahan. Inilah beberapa kemungkinan penyebab anger issue atau kondisi yang membuat seseorang lebih mudah marah. Kemarahan sendiri bukanlah sebuah gangguan, tetapi kemarahan bisa menjadi salah satu gejala dari kondisi kesehatan mental.

Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab anger issue:

Depresi

Kemarahan bisa menjadi gejala depresi, yang ditandai dengan perasaan sedih dan kehilangan minat yang berlangsung terus-menerus setidaknya selama dua minggu.

Kemarahan dapat ditekan atau diekspresikan secara terbuka. Intensitas kemarahan dan cara pengungkapannya bervariasi dari orang ke orang.

Pada orang dengan depresi, gejala lainnya yang bisa dialami meliputi:

  • Cepat marah.
  • Penurunan energi.
  • Perasaan putus asa.
  • Pikiran untuk menyakiti diri atau bunuh diri.

Gangguan obsesif kompulsif (OCD)

OCD adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan pikiran obsesif dan perilaku kompulsif. Seseorang dengan OCD memiliki pikiran, dorongan, atau gambaran yang tidak diinginkan dan mengganggu yang mendorong mereka untuk melakukan sesuatu secara berulang-ulang.

Misalnya, mereka mungkin melakukan ritual tertentu, seperti menghitung angka atau mengulangi kata atau frasa, karena keyakinan irasional bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi jika mereka tidak melakukannya.

Studi dalam Indian Journal of Psychiatry tahun 2011 menemukan bahwa kemarahan adalah gejala umum OCD. Ini memengaruhi setengah dari orang dengan OCD.

Kemarahan mungkin timbul dari rasa frustrasi terhadap ketidakmampuan seseorang untuk mencegah pikiran obsesif dan perilaku kompulsif, atau karena ada seseorang atau sesuatu yang mengganggu kemampuan untuk melakukan ritual.

Penyalahgunaan alkohol

Menurut American Addiction Centers, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa minum minuman beralkohol meningkatkan agresi. Alkohol juga merupakan faktor penyebab kekerasan.

Penyalahgunaan alkohol (alkoholisme) merujuk pada mengonsumsi terlalu banyak alkohol sekaligus atau secara teratur.

Alkohol merusak kemampuan seseorang untuk berpikir jernih dan membuat keputusan yang rasional. Ini memengaruhi kendali impuls dan dapat mempersulit seseorang untuk mengendalikan emosi.

Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)

ADHD adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai dengan gejala seperti kurangnya perhatian, hiperaktif, dan atau impulsif.

Gejala biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dan berlanjut sepanjang hidup seseorang. Beberapa orang tidak terdiagnosis hingga dewasa, yang terkadang disebut sebagai ADHD dewasa.

Kemarahan dan temperamen pendek juga dapat terjadi pada orang-orang dari segala usia dengan ADHD. Gejala lainnya termasuk:

  • Kegelisahan.
  • Masalah fokus.
  • Keterampilan manajemen waktu atau perencanaan yang buruk.

Oppositional defiant disorder (ODD)

ODD adalah gangguan perilaku yang memengaruhi 1 hingga 16 persen anak usia sekolah, seperti dilansir Johns Hopkins Medicine. Gejala umum ODD meliputi:

  • Kemarahan.
  • Temperamen panas.
  • Sifat lekas marah.

Anak-anak dengan ODD sering kali mudah terganggu oleh orang lain. Mereka mungkin menantang dan argumentatif.

Gangguan bipolar

Gangguan bipolar adalah gangguan otak yang menyebabkan perubahan dramatis pada suasana hati.

Pergeseran suasana hati yang intens ini dapat berkisar dari mania hingga depresi, meskipun tidak semua orang dengan gangguan bipolar akan mengalami depresi. Banyak orang dengan gangguan bipolar mungkin mengalami periode kemarahan, mudah tersinggung, dan marah.

Selama episode mania, orang dengan gangguan bipolar dapat:

  • Menjadi mudah gelisah.
  • Merasakan euforia.
  • Memiliki pikiran bercabang.
  • Terlibat dalam perilaku impulsif atau sembrono.

Selama episode depresi, orang dengan gangguan bipolar bisa merasakan:

  • Kesedihan, keputusasaan, menangis.
  • Kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya disukai.
  • Pikiran untuk bunuh diri.

Intermittent explosive disorder (IED)

Seseorang dengan IED mengulangi episode perilaku agresif, impulsif, atau kekerasan. Ia mungkin bereaksi berlebihan terhadap situasi dengan ledakan kemarahan yang tidak sesuai dengan situasi.

Episode IED bisa berlangsung selama kurang dari 30 menit dan bisa terjadi tanpa peringatan. Orang dengan gangguan ini mungkin sering kesal, mudah tersinggung, dan marah.

Beberapa perilaku umum IED dapat termasuk:

  • Amarah.
  • Argumentatif.
  • Berkelahi.
  • Kekerasan fisik.
  • Melempar barang.

Orang dengan IED mungkin merasa menyesal atau malu setelah suatu episode.

Berduka

Kemarahan adalah salah satu tahap kesedihan. Kesedihan bisa datang dari kematian orang yang dicintai, perceraian atau perpisahan, atau kehilangan pekerjaan. Kemarahan dapat ditujukan kepada orang yang meninggal, orang lain yang terlibat dalam peristiwa tersebut, atau benda mati.

Gejala duka lainnya termasuk:

  • Syok.
  • Mati rasa.
  • Merasa bersalah.
  • Kesedihan.
  • Kesepian.
  • Ketakutan.

Baca Juga: Mengapa Ada Orang yang Menangis saat Marah?

3. Gejala fisik dan mental dari anger issue

Kemarahan menyebabkan gejala fisik dan emosional. Meskipun mengalami gejala-gejala ini sesekali adalah hal yang wajar, tetapi seseorang dengan anger issue cenderung mengalaminya lebih sering dan pada tingkat yang lebih parah.

Kemarahan memengaruhi beberapa bagian tubuh, termasuk jantung, otot, dan otak. Studi dalam jurnal Hormones and Behavior tahun 2011 menemukan bahwa kemarahan juga menyebabkan peningkatan kadar testosteron dan penurunan tingkat kortisol.

Gejala fisik dari kemarahan antara lain:

  • Peningkatan tekanan darah.
  • Detak jantung meningkat.
  • Sensasi kesemutan.
  • Ketegangan otot.

Ada sejumlah emosi yang berjalan seiring dengan kemarahan. Gejala di bawah ini terjadi sebelum, selama, atau setelah episode kemarahan:

  • Sifat lekas marah.
  • Frustrasi.
  • Kecemasan.
  • Mengamuk.
  • Stres.
  • Merasa kewalahan.
  • Rasa bersalah.

4. Kapan harus menemui profesional kesehatan mental?

Anger Issue, Kapan Kemarahan Menandakan Masalah Mental?Ilustrasi psikolog (freepik.com/shurkin_son)

Jika anger issue memengaruhi kehidupan pribadi atau profesional sehari-hari, ada baiknya temui seorang profesional kesehatan mental. Perhatikan tanda-tanda peringatan berikut ini:

  • Mengalami konflik berulang dalam hubungan karena amarah.
  • Putusnya hubungan akibat kemarahan.
  • Peningkatan frekuensi, intensitas, atau durasi gejala kemarahan.
  • Meningkatnya frekuensi, intensitas, atau durasi emosi yang mendasari yang memicu kemarahan.

5. Penanganan

Kalau kamu berurusan dengan masalah kemarahan kronis, ada berbagai pilihan pengobatan. Dilansir Insider, profesional kesehatan mental biasanya akan mencoba beberapa pendekatan ini:

  • Terapi perilaku kognitif: Ini adalah jenis terapi yang membantu kamu mengidentifikasi pola pikir negatif yang mungkin melanggengkan kemarahan. Begitu menyadari pola pikir negatif ini, kamu a bisa mulai bekerja untuk mengubah pola pikir ini, yang pada gilirannya akan mengubah perilaku. Kamu juga bisa menemukan kelas atau grup manajemen kemarahan, yang mana terapi perilaku kognitif kemungkinan besar akan digunakan dalam prosesnya.
  • Terapi singkat yang berfokus pada solusi (SFBT): Metode ini dapat membantu kamu menunjukkan pengecualian untuk anger issue, dan kemudian membuat perubahan yang dapat ditindaklanjuti berdasarkan itu. Misalnya, apa yang berbeda saat kamu dapat secara efektif mengelola pemicu atau perasaan yang biasanya menyebabkan kemarahan? Begitu kamu dapat menentukan dan memahami apa sebenarnya yang berbeda, kamu dapat mulai dengan sengaja melakukan lebih banyak dari apa yang telah dilakukan selama "pengecualian" tersebut.
  • Teknik mindfulness: Mindfulness adalah tentang hadir pada saat ini dan mengakui perasaan tanpa penilaian. Teknik ini dapat membantu dengan menjadi lebih aktif sadar dan selaras dengan apa yang dikatakan tubuh. Ini akan membantu kamu lebih mengenali dan mendengarkan isyarat fisik tersebut sebelum marah.
  • Obat-obatan psikofarmakologis: Meskipun obat-obatan tidak mengobati kemarahan secara khusus, tetapi ini bisa mengobati kondisi kesehatan mental yang mendasarinya, seperti depresi yang mungkin muncul sebagai kemarahan.

Kemarahan adalah emosi yang normal. Namun, jika kemarahan tidak terkendali atau memengaruhi hubungan, kamu mungkin memiliki anger issue.

Pahami bahwa kamu tidak harus menghadapi kemarahan sendiri. Carilah bantuan profesional dari psikiater atau psikolog terlatih untuk manajemen anger issue. Mereka dapat membantu mengatasi kemarahan dan mengidentifikasi kondisi kesehatan mental yang mendasarinya yang mungkin menjadi faktor penyebabnya. Dengan manajemen amarah dan perawatan lainnya, amarah dapat dikendalikan.

Baca Juga: Agar Mental Tetap Fit, Inilah 7 Cara Bijak Mengendalikan Amarah

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya