Cara Mengatasi Resistensi Antibiotik

- Penggunaan antibiotik sembrono dapat menyebabkan resistensi antimikroba, membuat pengobatan infeksi bakteri menjadi makin sulit.
- Resistensi antibiotik dapat diatasi dengan menggunakan antibiotik lain yang lebih paten berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi. Namun, beberapa faktor akan menjadikan pengobatan menjadi lebih sulit, lama, dan mahal.
Penggunaan antibiotik yang sembrono bisa menyebabkan munculnya bakteri yang kebal atau resisten terhadap antibiotik. Kejadian yang disebut resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) ini berdampak pada makin sulitnya pengobatan dan perawatan pasien.
Resistensi terjadi saat antibiotik tidak lagi mampu bekerja untuk melawan infeksi di kemudian hari. Ini menjadi masalah yang cukup serius dan mengancam jiwa. Lantas, bagaimana cara mengatasi resistensi antibiotik?
Bisa disembuhkan, tetapi akan lebih sulit

Dijelaskan oleh seorang pakar mikrobiologi klinik, Prof. dr. Amin Soebandrio W. Kusumo, PhD, SpMK(K), jika bakteri sudah resisten terhadap satu obat, maka alternatifnya adalah menggunakan antibiotik lain yang lebih paten, yang didasarkan pada pemeriksaan mikrobiologi.
"Memang pada beberapa kasus, bakterinya sudah resisten terhadap hampir semua antibiotik, tetapi intinya tetap bisa disembuhkan selama kita bisa mengeliminasi bakterinya dengan beberapa cara yang lain," jelasnya.
Merawat pasien dengan infeksi AMR sangat sulit karena beberapa faktor, di antaranya:
- Pilihan obat terbatas: Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen bisa menjadi resisten terhadap antibiotik yang ada.
- Penegakan diagnosis menjadi lambat: Dibutuhkan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan dalam menegakkan diagnosis pasien infeksi lama, yang mana untuk pemeriksaan tersebut memerlukan waktu sehingga ini memperlambat pasien menerima perawatan. Dibutuhkan juga komitmen pimpinan rumah sakit untuk optimalisasi fungsi laboratorium.
- Efek samping: Pengobatan resistensi antimikroba sering kali memerlukan antibiotik dengan efek samping yang berat atau risiko toksisitas.
- Penyebaran infeksi AMR: Infeksi AMR dapat menyebar cepat, terutama di lingkungan rumah sakit, sehingga memerlukan langkah-langkah pengendalian infeksi yang ketat.
- Mahal: Perawatan AMR membutuhkan waktu yang lama sehingga pengobatan menjadi sangat mahal, produktivitas pasien dan keluarga penunggu menurun, serta membebani pasien dan jaminan kesehatan.
Dua jenis bakteri yang kebal
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS mengungkapkan data kejadian resistensi antimikroba yang dilaporkan oleh rumah sakit sentinel. Data tersebut mencakup dua jenis bakteri yang kebal antibiotik.
“Data AMR di Indonesia secara khusus didapatkan dari data yang dilaporkan oleh rumah sakit sentinel yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, yang mana hasil pengukuran extended-spectrum beta-lactamases (ESBL) tahun 2022 pada 20 rumah sakit sentinel site sebesar 68 persen,” dr. Azhar mengatakan.
Kemudian, pada 2023 pada 24 rumah sakit sentinel site sebesar 70,75 persen dari target ESBL dan tahun 2024 sebesar 52 persen. Angka ini menunjukan, adanya peningkatan resistensi antimikroba pada bakteri jenis Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae.
Kedua bakteri ini dapat menyebabkan kematian dan menyerang seluruh sistem organ dalam tubuh manusia.
“Agar data ini dapat mewakili Indonesia, maka untuk pengukuran ESBL, pada akhir 2024 akan dilakukan pengukuran di 56 rumah sakit sentinel yang tersebar di wilayah Indonesia barat, tengah dan timur serta meliputi rumah sakit milik pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta,” lanjutnya.
Data WHO Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) yang diperbarui pada 2022 menyebutkan bahwa resistensi antimikroba pada Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae di Indonesia terdeteksi melalui pemeriksaan spesimen darah dan urine pasien yang terinfeksi AMR.
Cara pencegahan

Prof. Amin lebih lanjut menjelaskan bahwa resistensi antibiotik dapat dicegah dengan dua cara utama:
- Menggunakan antibiotik itu secara bijak, artinya tidak segampang itu menggunakan jenis yang kuat, sehingga harus betul-betul didasarkan pada bukti ilmiah.
- Mencegah terjadinya infeksi. Artinya, di rumah sakit pun menjalankan pencegahan infeksi. Jadi pencegahan infeksi dan pencegahan resistensi antibiotik harus berjalan bersama-sama di setiap rumah sakit.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga memberi imbauan kepada masyarakat terkait konsumsi antibiotik, meliputi:
- Gunakan antibiotik hanya ketika diresepkan oleh dokter. Ikuti petunjuk dokter mengenai dosis dan durasi pengobatan.
- Jangan menggunakan antibiotik yang dibeli tanpa resep atau sisa obat dari perawatan sebelumnya.
- Jika dokter meresepkan antibiotik untuk infeksi yang tampaknya ringan, tanyakan alasan dan manfaatnya, serta alternatif pengobatan yang mungkin tersedia.
- Jika memiliki hewan peliharaan, pastikan antibiotik yang diberikan kepadanya juga digunakan secara bijaksana. Sebab, resistensi dapat terjadi di antara hewan dan manusia.
- Untuk menghindari risiko infeksi dan kebutuhan antibiotik, lakukan kebiasaan higienis yang baik seperti mencuci tangan secara teratur. Lakukan vaksinasi yang diperlukan untuk mencegah infeksi yang bisa memerlukan antibiotik jika terjadi.
- Diskusikan kekhawatiran dengan tenaga medis tentang penggunaan antibiotik dan manfaat serta risikonya. Pertanyaan ini dapat membantu memahami keputusan perawatan yang diambil.
"Diharapkan bahwa kalau infeksi tidak terjadi, tentunya tidak perlu antibiotik. Kalau diperlukan antibiotik, kita harus pastikan antibiotik itu tepat sasaran, tepat dosis, tepat cara pemberiannya dan lamanya juga harus diperhatikan," kata Prof. Amin.
Referensi
Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan. Diakses pada September 2024. Waspada Bakteri Kebal Antibiotik.
Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. Diakses pada September 2024. Bahaya Resistensi Antibiotik.Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada September 2024. About Antimicrobial Resistance.