Anafilaksis: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan

Termasuk kondisi darurat!

Alergi adalah reaksi abnormal atau berlebihan sistem kekebalan tubuh terhadap suatu zat. Zat pemicu alergi (alergen) biasanya tidak berbahaya. Jenis alergen yang umumnya menyebabkan reaksi alergi meliputi sengatan lebah, gigitan serangga, makanan tertentu, tungau debu, serbuk sari, bulu hewan, obat-obatan, bahan kimia, dan sebagainya.

Reaksi alergi umumnya berupa dalam bentuk pilek, batuk, ruam kulit yang gatal, atau bahkan sesak napas. Umumnya reaksi akan reda setelah menghindari alergen atau minum obat alergi.

Namun, ada beberapa kasus reaksi alergi bisa sangat parah dan harus diwaspadai, yaitu anafilaksis atau syok anafilaktik. Baca terus ulasan lengkapnya di bawah ini, ya!

1. Apa itu anafilaksis?

Anafilaksis: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatanilustrasi seseorang mengalami reaksi alergi parah (pixabay.com/Linus Schütz)

Anafilaksis adalah reaksi alergi parah terhadap jenis makanan, obat-obatan, atau racun tertentu yang harus segera ditangani karena dapat mengancam nyawa seseorang.

Kondisi tersebut umumnya terjadi setelah beberapa detik hingga beberapa jam individu terpapar sumber alergen baik dari makanan tertentu, racun dari sengatan lebah, dan sebagainya.

Asthma and Allergy Foundation of America (AAFA) setiap tahunnya memperkirakan sebanyak 200.000 pasien yang berkunjung ke rumah sakit akibat alergi makanan.

Menurut laporan "World Allergy Organization Anaphylaxis Guidance 2020" dalam World Allergy Organization Journal tahun 2020, insiden anafilaksis global berkisar antara 50 dan 112 episode per 100.000 orang per tahun, sementara perkiraan prevalensi seumur hidup adalah 0,3 hingga 5,1 persen, variasi tergantung pada definisi yang digunakan, metodologi penelitian, dan wilayah geografis.

Menurut kajian dalam jurnal Allergy, Asthma & Clinical Immunology tahun 2018, diperkirakan angka kejadian anafilaksis adalah sebanyak 2 persen dan tampaknya mengalami peningkatan.

Sementara itu, angka kematian cenderung sangat rendah dan tampaknya mengalami penurunan (yaitu, <0,0001 persen prevalensi pada populasi umum, atau <0,5 persen kasus angka kematian yang dirawat di rumah sakit).

2. Tanda dan gejala anafilaksis

Anafilaksis: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatanilustrasi sesak napas (freepik.com)

Secara umum, tanda dan gejala dari anafilaksis di antaranya adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, denyut nadi lemah atau cepat, reaksi kulit seperti gatal dan kemerahan, tekanan darah rendah, serta penyempitan saluran udara yang menyebabkan sesak napas.

Sesak napas atau mengi (napas berbunyi) yang parah dan penurunan tekanan darah yang signifikan dapat menyebabkan syok yang berpotensi fatal.

Seseorang yang mengalami tanda dan gejala anafilaksis terkadang juga menunjukkan kondisi gelisah, mata berair, hidung tersumbat, kesulitan menelan, dan seperti ada rasa logam di mulut mereka.

3. Penyebab anafilaksis

Anafilaksis: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatanilustrasi makan-makan (unsplash.com/Lee Myungseong)

Anafilaksis terjadi ketika individu memiliki antibodi yang biasa melawan infeksi bereaksi secara berlebihan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak berbahaya.

Reaksi alergi biasanya tidak ekstrem. Namun, jika reaksinya parah, bisa terjadi anafilaksis. Bahkan, seseorang yang punya riwayat anafilaksis lebih berisiko mengalami anafilaksis yang lebih parah setelah terpapar alergen tertentu.

Diketahui, pemicu anafilaksis paling umum yang terjadi pada anak-anak adalah makanan jenis kacang-kacangan, ikan, kerang, dan susu. Sementara itu, pemicu umum pada orang dewasa berupa obat-obatan (termasuk aspirin dan antibiotik), getah, dan racun dari sengatan lebah atau semut api.

Anafilaksis juga bisa terjadi akibat latihan fisik seperti joging, aerobik, dan berjalan, tetapi ini sangat jarang terjadi. Bahkan, ada juga penyebab anafilaksis yang tidak teridentifikasi (anafilaksis idiopatik).

Baca Juga: 5 Cara Meredakan Alergi Obat yang Sedang Bereaksi, Atasi Segera!

4. Diagnosis anafilaksis

Anafilaksis: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatanilustrasi dokter dan pasien di rumah sakit (pexels.com/RODNAE Productions)

Pasien yang mengalami anafilaksis atau memiliki kemungkinan besar terhadap gejala tertentu (detak jantung cepat, pembengkakan wajah, gatal-gatal, tekanan darah rendah, sesak napas, kulit biru, tenggorokan bengkak, dan kebingungan mental) menjadi pertimbangan tersendiri oleh dokter dalam melakukan proses diagnosis.

Menurut studi dalam The Journal of Allergy and Clinical of Immunology: In Practice tahun 2017, belum ada tes khusus yang dapat diandalkan untuk memprediksi hasil paparan alergen pada individu.

Meskipun demikian, tenaga medis dapat menggunakan stetoskop untuk mengetahui adakah suara derak ketika pasien bernapas. Hal tersebut dapat menjadi indikasi cairan di paru-paru.

Dokter juga akan menanyakan hal-hal seputar riwayat alergi.

Selain itu, untuk memastikan diagnosis lebih akurat, dokter dapat melakukan serangkaian tes, yaitu tes darah, untuk mengetahui pemicu alergi dan kandungan enzim tertentu seperti tryptase.

5. Pengobatan anafilaksis

Anafilaksis: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatanilustrasi injeksi epinefrin untuk anafilaksis (pharmaceutical-journal.com)

Pasien kemungkinan besar akan diberikan obat-obatan seperti epinefrin untuk mengurangi respons alergi, agonis adrenergik beta untuk meredakan gejala pada pernapasan, dan antihistamin dan kortison untuk mengurangi radang saluran udara serta meningkatkan pernapasan.

Pengobatan dan perawatan jangka panjang seperti pemberian suntikan alergi (imunoterapi) dipercaya dapat mencegah reaksi parah dan meredakan respons alergi tubuh.

6. Sebisa mungkin, hindari pemicu alergi untuk mencegah anafilaksis

Anafilaksis: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatanilustrasi mencegah makanan pemicu alergi (nutrition.org)

Anafilaksis kondisi gawat darurat yang harus ditangani secepatnya. Dokter mungkin akan menyarankan seseorang yang berisiko mengalami anafilaksis untuk membawa obat adrenalin seperti auto-injektor epinefrin untuk jaga-jaga bila reaksi alergi terjadi.

Hal yang tak kalah penting adalah memastikan untuk menghindari alergen yang bisa memicu reaksi. Komunikasikan kepada anggota keluarga, teman, atau rekan kerja tentang alergi yang dialami.

Tidak ada obat untuk menyembuhkan alergi. Namun, bukan berarti tak bisa dicegah. Cara paling ampuh mencegah alergi adalah menghindari substansi pemicunya atau alergen dan selalu ikuti anjuran dokter agar tak sampai mengalami anafilaksis.

Baca Juga: 7 Jenis Alergi Paling Aneh di Dunia, Mulai dari Wi-Fi sampai Sentuhan

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya