Jadi Joki Vaksin COVID-19 Disuntik hingga 16 Kali, Apa Dampaknya?

Menghadapi pandemik COVID-19, vaksinasi menjadi syarat utama untuk melakukan aktivitas di luar ruangan atau di berbagai tempat. Mengesampingkan tujuan bepergian, vaksinasi minimal satu dosis bisa meningkatkan pertahanan individu dari strain virus corona baru SARS-CoV-2 dan varian-variannya.
Namun, muncul sebuah cerita menarik bahwa bukan 1, 2, atau 3 dosis vaksin, seorang individu mengaku telah menerima vaksin COVID-19 hingga 16 kali karena menawarkan jasa sebagai joki vaksin COVID-19.
Selain bikin geleng-geleng kepala, mungkin kamu pun penasaran dengan dampaknya bagi tubuh yang telah menerima belasan kali vaksin COVID-19. Ingin tahu? Simak pembahasan selengkapnya di bawah ini.
1. Abdul Rahim, sosok penerima vaksin hingga 16 kali
Viral melalui video di media sosial, Abdul Rahim (49), warga Pinrang, Sulawesi Selatan, mengaku bahwa dirinya adalah joki vaksin. Tak main-main, ia mengklaim bahwa ia telah menerima 16 dosis vaksin COVID-19 yang seharusnya diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan.
Abdul mengaku telah menerima 14 pelanggan untuk jasa jokinya. Jika masing-masing mendapatkan dua dosis vaksin COVID-19, maka kalau ditotal ia telah mendapatkan 16 suntikan.
2. Dosis vaksin COVID-19 sebanyak itu sudah di luar kewajaran

Dihubungi oleh IDN Times pada Kamis (30/12/2021), Guru Besar Fakultas Farmasi di Universitas Gadjah Mada, Prof. Zullies Ikawati, PhD, Apt., mengatakan bahwa suntik hingga 16 kali sebenarnya memang bisa dilakukan. Akan tetapi, itu sudah melewati rekomendasinya.
"Saat dikembangkan, vaksin COVID-19 sudah diprakirakan berapa kali dosisnya agar optimal. Ada yang sekali, dua kali, hingga tiga kali. Jadi, kalau sampai 16 kali, itu sudah di luar aturan," kata Prof. Zullies.
Ia mengatakan bahwa vaksin yang digunakan di Indonesia, seperti CoronaVac (Sinovac), Comirnaty (Pfizer-BioNTech), Vaxzevria (AstraZeneca-BioNTech), dan Spikevax (Moderna) memang disuntikkan dua kali. Berbagai penelitian memperingatkan penurunan antibodi vaksin, sehingga butuh dosis penguat atau booster.
"Dosis ketiga hingga keempat ini ditambahkan dengan jeda waktu tertentu... Akan tetapi, kalau sampai belasan kali, mungkin waktu pemberiannya berdekatan, kan? Jadi, itu sudah di luar kewajaran," Prof. Zullies menambahkan.
3. Kenapa tidak terdengar adanya keluhan efek samping?

Prof. Zullies mengatakan kalau kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) berbeda antar orang dan cara mereka menerima atau menanggapinya pun berbeda-beda. Karena memasukkan benda asing ke dalam tubuh, respons tubuh bisa berupa demam hingga nyeri di lokasi suntikan. Ini bukanlah efekyang berbahaya.
"Akan tetapi, ada yang berlebihan juga, jadi secara psikis maupun fisik terasa lebih berat. Ada yang demamnya memang lebih tinggi atau sakitnya lebih terasa. Ada juga yang karena takut, KIPI jadi terasa lebih berat," kata Prof. Zullies.
Namun, untuk kasus Abdul yang disuntik vaksin COVID-19 hingga 16 kali, Prof. Zullies meragukan kalau ia tak merasakannya. Dugaannya adalah bahwa Abdul merasakan sensasi KIPI. Namun, karena mendapatkan bayaran, ia pun jadi cuek. Sebagai informasi, Abdul memasang tarif Rp100–800 ribu untuk sekali vaksin.
"Mungkin dia memang gak merasakan. Atau, dia cuek saja karena mendapatkan bayaran meskipun secara fisik memang ada sensasi KIPI," gurau Prof. Zullies.
4. Adakah pengaruhnya pada titer antibodi?

Jadi, dengan menerima 16 vaksin COVID-19, apakah Abdul diuntungkan dengan antibodi yang tinggi? Prof. Zullies mengatakan bahwa ini belum diketahui pasti. Belum ada studi apalagi referensi kasusnya. Kalaupun titernya tinggi, ia membantah kalau ini disebabkan oleh banyaknya vaksin COVID-19 yang diterima Abdul.
"Mungkin saja titernya tinggi. Namun, titer tinggi tersebut sebenarnya bisa didapat dengan dua dosis saja. Tidak bisa kita menyimpulkan kalau [titer antibodi tinggi] disebabkan oleh vaksinasi 16 kali."
Selain itu, bisa terjadi "kejenuhan" atau meskipun beberapa kali divaksinasi, titer antibodi tidak naik lagi. Karena antibodi diproduksi tubuh, maka terdapat batas maksimal. Meski dipicu lewat vaksin, angka tersebut bisa tetap bertahan. Namun, perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari tahu dampaknya.
5. Namun, apakah benar ia divaksinasi hingga 16 kali?

Klaim mendapatkan vaksin COVID-19 sebanyak 16 kali terdengar mencurigakan? Prof. Zullies pun berharap hal tersebut bisa dibuktikan. Apakah Abdul hanya mencari sensasi atau memang benar ia disuntik hingga sebanyak itu?
"Bisa dilihat siapa yang menyuntikkan, di mana vaksin diberikan, pasti ada. Barulah terlihat apakah benar ia disuntik hingga 16 kali atau hanya ngomong doang," kata Prof. Zullies.
Dari kejadian ini, ia mengatakan ada dua hal yang bisa kita cerna. Pertama, ini bisa menyingkap masalah administratif vaksinasi COVID-19.
"Kok, bisa terjadi? Apakah tak ada check-and-recheck? Mungkin, berarti ada kecolongan. Biasanya, vaksinasi butuh dokumen seperti KK atau KTP, dan seharusnya bisa dicek," ujar Prof. Zullies.

Prof. Zullies menyayangkan bahwa masih ada yang takut divaksinasi hingga mencari jalan pintas, yaitu dengan joki. Padahal, selain rugi secara finansial, mereka yang mau membayar joki vaksin terancam tidak mendapatkan manfaat vaksin COVID-19.
Ia pun khawatir dengan Abdul dan joki vaksin lainnya. Mengesampingkan potensi risiko penyalahgunaan vaksin COVID-19, apa yang membuat mereka menutup mata dan pasrah?
"Mungkin karena masalah uang sehingga ia menutup mata atau karena tidak mengerti. Biasanya, orang-orang pasti takut akan ada efek samping. Wajar untuk 2–3 dosis, bagaimana kalau 16 sampai kali? Apakah tidak takut?" pungkas Prof. Zullies.