"Latest Global Burden of Diseases data spotlight significant health disparities in pneumonia, bronchiolitis." CIDRAP. Diakses Desember 2025.
Sarah Brooke Sirota et al., “Global Burden of Lower Respiratory Infections and Aetiologies, 1990–2023: A Systematic Analysis for the Global Burden of Disease Study 2023,” The Lancet Infectious Diseases, December 1, 2025, https://doi.org/10.1016/s1473-3099(25)00689-9.
Kematian akibat Infeksi Saluran Napas Bawah: 2,5 Juta per Tahun

- Infeksi saluran napas bawah masih jadi penyebab kematian infeksius nomor satu di dunia.
- Balita dan lansia menanggung beban terbesar, dengan ketimpangan tajam antarwilayah.
- Pneumonia bisa dicegah, tetapi akses vaksin dan layanan kesehatan belum merata.
Infeksi saluran napas bawah, terutama pneumonia dan bronkiolitis, masih menjadi penyebab kematian infeksius terbesar di dunia. Data terbaru dari Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk Factors Study (GBD) menunjukkan bahwa penyakit ini masih mengancam, terutama pada kelompok paling rentan.
Analisis terbaru yang dimuat dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases ini memotret beban global infeksi saluran napas bawah dari 1990 hingga 2023 di 204 negara dan wilayah. Hasilnya membawa satu pesan penting, bahwa memang ada kemajuan, tetapi ketimpangan kesehatan masih nyata dan tajam.
Balita dan lansia berada di dua ujung spektrum usia yang paling terdampak. Di banyak negara berpendapatan rendah, terutama di Afrika sub-Sahara, pneumonia masih menjadi ancaman yang merenggut nyawa anak-anak sebelum mereka sempat tumbuh besar.
Angka global turun, tetapi belum aman
Pada tahun 1990, infeksi saluran napas bawah menyebabkan sekitar 2,97 juta kematian di seluruh dunia. Tiga dekade kemudian, pada tahun 2023, angka ini memang turun menjadi sekitar 2,5 juta kematian, tetapi penurunan tersebut belum cukup untuk disebut kemenangan global.
Beban penyakit juga tercermin dari 98,7 juta DALY (disability-adjusted life years)—ukuran gabungan antara kematian dini dan tahun hidup dengan disabilitas. Angka ini menunjukkan bahwa dampak pneumonia dan bronkiolitis tidak hanya soal kematian, tetapi juga kualitas hidup yang hilang.
Penurunan paling signifikan terjadi pada anak usia prasekolah. Antara tahun 2010 hingga 2023, angka kematian pada kelompok ini turun 33,4 persen. Meski begitu, secara global, tingkat kematian balita masih berada jauh di atas target internasional yang ditetapkan.
Komunitas global melalui Global Action Plan for the Prevention and Control of Pneumonia and Diarrhoea (GAPPD) menargetkan angka kematian pneumonia kurang dari 60 per 100.000 anak prasekolah atau kurang dari 3 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Faktanya, pada tahun 2023, hanya 129 dari 204 negara yang berhasil mencapai target ini. Wilayah yang paling tertinggal adalah Afrika sub-Sahara, yang mana kematian akibat pneumonia pada anak usia di bawah 5 tahun masih sangat tinggi.
Ketimpangan ini menegaskan bahwa pneumonia bukan cuma penyakit, tetapi juga gambaran ketidaksetaraan akses terhadap vaksin, layanan kesehatan dasar, dan diagnosis dini.
Streptococcus pneumoniae masih menjadi bakteri paling mematikan

Dari sisi penyebab, Streptococcus pneumoniae masih menjadi patogen paling mematikan, menyumbang sekitar 634.000 kematian, atau 25,3 persen dari seluruh kematian akibat infeksi saluran napas bawah di dunia.
Setelahnya, menyusul Staphylococcus aureus dan Klebsiella pneumoniae, dua bakteri yang sering terkait dengan infeksi berat dan resistansi antibiotik. Temuan ini menegaskan pentingnya strategi pencegahan berbasis vaksin dan pengendalian infeksi yang lebih kuat.
Studi ini juga memodelkan 11 patogen baru, yang secara kolektif menyumbang sekitar 22 persen kematian akibat infeksi saluran napas bawah, termasuk non-tuberculous mycobacteria dan Aspergillus spp.
Dua kelompok paling rentan: anak-anak dan lansia
Meski fokus global sering tertuju pada anak-anak, tetapi data menunjukkan bahwa orang dewasa usia 70 tahun ke atas juga memikul beban besar. Pada kelompok ini, angka kematian memang turun sekitar 10,2 persen sejak 2010, tetapi jumlah absolutnya tetap tinggi.
Seiring populasi dunia yang menua, pneumonia pada lansia diprediksi menjadi tantangan kesehatan publik yang makin kompleks. Sistem kesehatan dituntut untuk tidak hanya menjaga keberhasilan menurunkan kematian anak, tetapi juga melindungi kelompok lansia.
Apa yang dibutuhkan dunia sekarang

Para peneliti menekankan, kemajuan lebih lanjut membutuhkan akses vaksin yang adil, termasuk intervensi baru seperti antibodi monoklonal RSV, sistem kesehatan yang mampu melakukan diagnosis dan pengobatan dini, serta penguatan program imunisasi dewasa.
Selain itu, perluasan surveilans patogen baru, penguatan edukasi publik, dan upaya melawan keraguan terhadap vaksin menjadi kunci. Pneumonia adalah penyakit yang bisa dicegah, tetapi hanya jika pencegahan tersebut benar-benar sampai ke semua lapisan masyarakat.
Pesan dari laporan GBD ini adalah: di balik angka penurunan global, masih ada jutaan nyawa yang terancam oleh penyakit yang seharusnya bisa dicegah. Pneumonia dan bronkiolitis bukan sekadar masalah medis, melainkan cermin ketimpangan dunia. Masa depan pengendalian penyakit ini akan ditentukan oleh kemampuan global untuk melindungi anak-anak dan lansia di mana pun mereka berada.
Referensi



















