OCD Tidak Sama dengan Perfeksionisme, Ini Perbedaannya

Sayangnya kedua istilah ini sering disalahartikan

Belum lama ini, Aliando Syarief, artis ternama di Indonesia, diberitakan mengidap gangguan obsesif kompulsif atau obsessive-compulsive disorder (OCD). Sesuai namanya, OCD merupakan penyakit kejiwaan yang terdiri dari pikiran obsesif dan tindakan kompulsif (tidak bisa dikontrol).

Obsesi merupakan pikiran atau kecemasan yang muncul secara tiba-tiba dan sulit dihilangkan. Sebagai upaya menghilangkan pikiran "aneh" tersebut, pasien OCD akan melakukan gerak, gestur, atau aktivitas yang berulang-ulang.

Contohnya pada pengidap OCD dengan obsesi terhadap kebersihan, dirinya bisa saja mencuci tangannya selama 5 jam nonstop karena takut tangannya masih kurang bersih.

Belakangan ini, banyak orang yang merasa dirinya mengidap OCD karena kerap mengecek tugasnya berulang kali atau sering tidak tahan melihat benda berantakan. Yang menjadi pertanyaan, apakah itu benar-benar tergolong OCD?

1. OCD ibarat sifat perfeksionisme yang ekstrem

OCD Tidak Sama dengan Perfeksionisme, Ini Perbedaannyailustrasi susunan simetris (pixabay.com/stevepb)

Berdasarkan Buku Ajar Psikiatri terbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), perfeksionisme atau anankastik merupakan salah satu ciri kepribadian.

Seorang perfeksionis digambarkan sebagai sosok yang sangat berpegangan pada aturan baku, berhati-hati, dan cenderung kaku. Tulisan dalam International Journal of School Health tahun 2020 menambahkan bahwa perfeksionisme dapat menjadi pemicu terbentuknya gangguan OCD.

Bila dibandingkan dengan OCD, memang terdapat beberapa kesamaan. Orang-orang dengan OCD juga bisa memiliki rasa takut ketika bekerja, tetapi dengan respons tubuh yang jauh lebih ekstrem. Tubuh mereka akan terus melakukan satu pekerjaan tanpa bisa berhenti.

2. Kemunculan OCD tidak bisa diprediksi

OCD Tidak Sama dengan Perfeksionisme, Ini Perbedaannyailustrasi wanita kesulitan (freepik.com/rawpixel.com)

Sesuai Pedoman Penanggulangan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, OCD umumnya muncul hampir setiap hari dan sulit diprediksi. Misalnya ketika sedang duduk bersantai, mereka bisa tiba-tiba mendapat dorongan kuat untuk berdoa. Kembali mengacu pada Buku Ajar Psikiatri FKUI, tindakan tak lazim itu bisa berlangsung lebih dari 1 jam tanpa henti.

Hal berbeda terjadi pada orang perfeksionis. Mereka biasanya mengalami kecemasan berlebih terutama ketika mengerjakan suatu pekerjaan atau aktivitas rutin. Pikiran cemas pada seorang perfeksionis lebih jarang muncul bila sedang menjauh dari rutinitas pekerjaan.

Baca Juga: Diidap Aliando Syarief, Ini 5 Tips Hidup Bahagia dengan OCD

3. Kekhawatiran pada OCD cenderung merugikan penderitanya

OCD Tidak Sama dengan Perfeksionisme, Ini Perbedaannyailustrasi frustrasi (freepik.com/wayhomestudio)

Tindakan berulang yang dilakukan penderita OCD sering kali tidak memiliki manfaat bagi pengidapnya. Justru bagi banyak penderita OCD, tindakan kompulsi dianggap sangat mengganggu. Mereka bisa kehilangan waktu atau bahkan mengalami luka fisik (seperti lecet di tangan akibat digosok berulang kali).

Lain halnya dengan orang-orang perfeksionis. Mereka biasanya melakukan tindakan yang "berlebihan", untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik atau rasa takut akan kegagalan. Rasa takut mereka terkadang membuat frustrasi, tetapi setidaknya mereka punya tujuan jelas, yaitu memperbaiki diri atau membuat hasil kerjanya lebih baik.

4. Tindakan OCD bisa berupa perbuatan yang tidak lazim

OCD Tidak Sama dengan Perfeksionisme, Ini Perbedaannyailustrasi membersihkan baju dari bulu kucing (pexels.com/cottonbro)

Biasanya, perilaku pada orang-orang perfeksionis sangat berkaitan dengan pekerjaan yang ia lakukan. Contohnya ketika mereka ingin mendapat nilai sempurna saat ujian, maka mereka akan belajar semalaman suntuk demi mencapai target itu.

Sebaliknya pada penderita OCD, perbuatan yang dikerjakan terkadang tidak berhubungan langsung dengan kecemasannya. Misalnya ketika sedang takut gagal menjalani ujian, alih-alih belajar lebih giat, mereka justru bisa menggaruk-garuk kepalanya berkali-kali sampai menimbulkan luka.

5. Pikiran OCD perlu dikontrol dengan obat

OCD Tidak Sama dengan Perfeksionisme, Ini Perbedaannyailustrasi obat (unsplash.com/Christina Victoria Craft)

Pikiran dan tindakan OCD sebagian besar tidak menetap dan bersifat kambuhan. Mengutip Buku Ajar Psikiatri, hanya 20–40 persen pengidap OCD yang memiliki gejala yang menetap.

Gejala OCD juga akan lebih mudah terkontrol bila mengonsumsi obat-obatan khusus. Obat bisa dihentikan bertahap oleh dokter bila gejala sudah membaik.

Di sisi lain, perfeksionisme merupakan bagian dari kepribadian seseorang. Mereka seharusnya masih punya "akal sehat" untuk berhenti melakukan sesuatu, ketika dirasa hal itu sudah menyakiti dirinya. Oleh sebab itu, obat-obatan kejiwaan tidak diperlukan pada orang-orang dengan kepribadian perfeksionisme.

Mari kita mulai berhenti menaruh stigma dan label OCD pada seseorang. Hentikan pula menyebut "OCD" untuk menggambarkan sesuatu yang cenderung mengarah ke perfeksionisme. OCD merupakan penyakit yang sudah sepatutnya didiagnosis menurut penilaian dokter, bukan menurut penilaian pribadi.

Baca Juga: 5 Tipe OCD, Gangguan yang Diidap Aliando Syarief

Leonaldo Lukito Photo Verified Writer Leonaldo Lukito

Berbagi Pikiran dan Rasa melalui Padanan Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya