Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Lari tapi Kurang Tidur? Risiko Cedera Bisa Naik Drastis

Run for Good Journalism di Atma Jaya, Minggu (16/11/2025).
Run for Good Journalism di Atma Jaya, Minggu (16/11/2025) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Intinya sih...
  • Sebuah penelitian menunjukkan pelari dengan tidur buruk berisiko 1,78 kali lebih besar mengalami cedera.
  • Secara absolut, pelari dengan kualitas tidur buruk memiliki peluang cedera sebesar 68 persen dalam setahun.
  • Kualitas tidur yang buruk dapat melemahkan otot, mengganggu koordinasi, dan meningkatkan risiko cedera olahraga.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sebagai adalah salah satu olahraga paling populer di dunia. Secara global, diperkirakan lebih dari 620 juta orang rutin berlari, seiring dengan meningkatnya jumlah acara lari, baik berupa lomba kompetitif maupun kegiatan santai seperti fun run. Mulai dari mengejar langkah target harian hingga mempersiapkan maraton, banyak pelari rela bangun pagi untuk menjaga konsistensi latihan. Namun, ada satu hal yang kerap dilupakan, yaitu kualitas tidur.

Sebuah studi baru dari Eindhoven University of Technology mengungkap bahwa pelari dengan kualitas tidur buruk berisiko 1,78 kali lebih besar mengalami cedera dibanding mereka yang tidur cukup dan berkualitas. Dalam riset yang melibatkan 425 pelari rekreasional ini, tim peneliti menemukan bahwa mereka yang tidur kurang dari tujuh jam semalam atau kerap terbangun menunjukkan 68 persen kemungkinan cedera dalam satu tahun.

Dalam pernyataan resmi, Prof. Jan de Jonge, psikolog olahraga yang memimpin penelitian ini, menegaskan:

“Pelari sering fokus pada jarak, nutrisi, dan pemulihan. Tapi tidur, yang menjadi kunci pemulihan tubuh, seringkali justru diabaikan.”

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Applied Sciences ini merupakan salah satu yang pertama meneliti tidur sebagai faktor multidimensional—meliputi durasi, kualitas, dan gangguan tidur—dalam kaitannya dengan risiko cedera olahraga.

Profil tidur bisa memprediksi risiko cedera saat lari

Studi ini mengumpulkan data survei dari pelari rekreasional dengan berbagai pengalaman, baik yang baru memulai maupun yang sudah berpengalaman. Rata-rata peserta sudah berlari selama 12 tahun. Peneliti mengumpulkan informasi seputar durasi tidur dan frekuensi gangguan tidur yang dialami peserta, seperti sulit tidur, sering terbangun di malam hari, atau bangun tidur dalam kondisi tidak segar.

Dari data tersebut, peneliti mengidentifikasi empat profil tidur yang berbeda:

  • Pelari yang tidurnya stabil (48 persen). Konsisten tidur tujuh jam atau lebih. Memiliki kualitas tidur sedikit di atas rata-rata dan jarang mengalami gangguan seperti insomnia atau sering terbangun.
  • Pelari yang tidurnya buruk (37 persen). Tidurnya lebih singkat dari kelompok lain dan sering mengalami masalah tidur seperti sulit terlelap, sering terbangun, atau merasa kurang segar saat bangun.
  • Pelari yang tidurnya efisien (8 persen). Durasi tidur serupa dengan pelari tidur stabil, tetapi kualitas tidurnya jauh lebih tinggi dan mereka bangun dalam kondisi segar.
  • Pelari yang tidurnya terganggu/terputus-putus (7 persen). Tidurnya cukup dan kualitasnya relatif baik, tetapi mereka sering mengalami gangguan tidur, terutama terbangun di tengah malam.

Para peneliti juga mencatat riwayat cedera selama setahun terakhir yang menyebabkan pelari harus mengurangi latihan atau terpaksa beristirahat.

Temuan utama penelitian ini adalah:

  • Sebanyak 60 persen pelari mengalami cedera lari dalam setahun terakhir.
  • Pelari yang pola tidurnya buruk memiliki risiko cedera 1,78 kali lebih tinggi dibanding kelompok lainnya.
  • Bukan cuma durasi tidur yang menentukan risiko cedera, tetapi kombinasi antara tidur singkat, kualitas rendah, dan tidur yang sering terganggu.
  • Secara absolut, pelari dengan kualitas tidur buruk memiliki peluang cedera sebesar 68 persen dalam setahun.

Kenapa kualitas tidur yang buruk dapat meningkatkan risiko cedera?

Seorang perempuan tidak bisa tidur pada malam hari.
ilustrasi kurang tidur (pexels.com/cottonbro studio)

Meskipun temuan menunjukkan adanya kaitan antara cedera saat berlari dan kualitas tidur yang buruk, tetapi penelitian ini tidak membuktikan bahwa kurang tidur benar-benar menjadi penyebab cedera lari. Namun, kesimpulan tersebut dianggap masuk akal.

Selama tidur, tubuh masuk ke mode perbaikan, membangun kembali serat otot dan memulihkan energi. Tanpa istirahat yang cukup, proses pemulihan melambat, membuat tubuh lebih sulit pulih setelah berolahraga dan meningkatkan risiko cedera.

Dampak kurang tidur meliputi:

  • Otot lebih lemah. Otot yang lelah tidak mampu menyerap benturan dengan baik, sehingga beban pada sendi meningkat.
  • Waktu reaksi lebih lambat. Saat kurang tidur, koordinasi terganggu, sehingga lebih mudah salah langkah atau terjatuh.
  • Penyembuhan tertunda. Cedera membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih, membuatmu harus berhenti lebih lama dari aktivitas.

Atlet yang tidak cukup tidur bukan hanya performanya lebih buruk, tetapi juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami cedera yang sebenarnya bisa dicegah.

Penelitian menunjukkan bahwa atlet yang tidur kurang dari enam jam per malam jauh lebih mungkin mengalami cedera dibandingkan mereka yang tidur sesuai rekomendasi.

Hubungan antara tidur dan risiko cedera olahraga:

  • Kelelahan mengganggu koordinasi. Lebih mudah salah langkah, mendarat dengan posisi tidak tepat, atau kehilangan keseimbangan.
  • Otot tidak pulih sepenuhnya. Tekanan berulang pada otot yang lelah meningkatkan beban pada tendon dan sendi.
  • Sistem imun melemah. Tidur yang buruk meningkatkan peradangan, membuat tubuh lebih rentan terhadap cedera akibat penggunaan berlebihan.

Bahkan satu malam tidur yang buruk bisa mengganggu performa. Namun, kurang tidur yang berlangsung lama dapat menempatkan atlet pada risiko cedera serius dan jangka panjang.

Jadi kalau kurang tidur, apakah sebaiknya tidak lari?

Satu malam tidur yang buruk seharusnya tidak membuatmu membatalkan rencana lari.

Walaupun rasa lelah setelah tidur yang tidak nyenyak bisa menurunkan motivasi berolahraga dan membuatmu merasa harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan kecepatan yang sama, tetapi dari sisi risiko cedera tidak ada alasan untuk melewatkan lari.

Orang yang aktif secara fisik umumnya tidur lebih baik, tetapi olahraga saja bukan solusi ajaib. Jika kamu rutin berlari tetapi tetap sulit tidur, itu tanda aspek lain dari sleep hygiene perlu diperhatikan. Misalnya tidak minum alkohol, perhatikan waktu minum kafein, menghindari makan berat sebelum tidur, dan menjaga jadwal tidur yang konsisten.

Jika kualitas tidur tiba-tiba menurun, bisa jadi beban latihan, pemulihan, atau kebiasaan sehari-hari tidak seimbang. Jika sulit tidur terus-menerus, intensitas latihan mungkin perlu dikurangi. Jika perlu, berkonsultasilah dengan dokter, khususnya jika ada tanda gangguan tidur seperti sleep apnea atau insomnia.

Referensi

Jonathan Charest and Michael A. Grandner, “Sleep and Athletic Performance,” Sleep Medicine Clinics 15, no. 1 (January 28, 2020): 41–57, https://doi.org/10.1016/j.jsmc.2019.11.005.

Kevin Huang and Joseph Ihm, “Sleep and Injury Risk,” Current Sports Medicine Reports 20, no. 6 (June 1, 2021): 286–90, https://doi.org/10.1249/jsr.0000000000000849.

"How Poor Sleep Increases the Risk of Sports Injuries." ProAction Physical Therapy. Diakses November 2025.

Jan De Jonge and Toon W. Taris, “Sleep Matters: Profiling Sleep Patterns to Predict Sports Injuries in Recreational Runners,” Applied Sciences 15, no. 19 (October 8, 2025): 10814, https://doi.org/10.3390/app151910814.

"Poor Sleep Could Nearly Double Your Risk of a Running Injury." Everyday Health. Diakses November 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

8 Cara Mencegah Influenza A, Jangan Lupa Cuci Tangan, ya!

16 Nov 2025, 15:04 WIBHealth