7 Obat yang Bisa Menyebabkan Gangguan Pendengaran

- Obat-obatan seperti diuretik loop, antibiotik aminoglikosida, dan obat disfungsi ereksi dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
- Gangguan pendengaran akibat obat tergolong jarang, tetapi efek samping ini bisa bersifat permanen jika dikonsumsi dalam dosis tinggi atau dalam jangka waktu lama.
- Kerusakan telinga juga lebih mungkin terjadi jika seseorang mengonsumsi lebih dari satu obat yang menyebabkan gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran adalah bagian dari penuaan. Ini bisa berdampak besar pada hidup dan biasanya terjadi karena penyebab alami. Namun, dalam beberapa kasus, obat-obatan juga bisa menyebabkan gangguan pendengaran.
Faktanya, ada lebih dari 100 jenis obat yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran. Dan, banyak obat yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran juga dapat menyebabkan tinitus (telinga berdenging). Lansia dan bayi tampaknya paling berisiko.
Walaupun gangguan pendengaran akibat obat tergolong jarang, tetapi tetap saja ada baiknya kamu mengetahui apakah efek samping ini bisa terjadi dengan obat yang kamu gunakan. Berikut ini beberapa obat yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
1. Diuretik
Pil air seperti furosemida, atau dikenal sebagai diuretik loop, dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Diuretik loop dianggap menyebabkan perubahan pada koklea. Koklea merasakan getaran suara dan mengubahnya menjadi sinyal listrik yang dikirim ke otak. Perubahan koklea dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran akibat oleh diuretik loop biasanya bersifat sementara dan reversibel. Namun, ketulian permanen bisa terjadi pada kesempatan langka. Risikonya lebih tinggi jika diuretik loop dikombinasikan dengan obat perusak telinga lainnya atau diberikan kepada orang dengan kerusakan ginjal.
Kalau kamu mengalami gangguan pendengaran saat menggunakan obat diuretik, beri tahu dokter. Dokter mungkin akan menyarankan untuk mengganti obat.
2. Antibiotik

Kelompok antibiotik yang paling mungkin menyebabkan gangguan pendengaran disebut aminoglikosida. Ini termasuk:
- Gentamisin.
- Streptomisin.
- Neomisin.
Antibiotik-antibiotik tersebut sering digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang serius atau mengancam jiwa.
Jika kamu diresepkan aminoglikosida oleh dokter, dokter biasanya akan memberi tahu tentang risiko kerusakan permanen pada pendengaran. Efeknya biasanya akan dipantau melalui tes darah rutin untuk melihat seberapa banyak obat tersebut berada dalam aliran darah.
Beberapa orang lebih mungkin, karena genetika mereka, mengalami masalah pendengaran atau keseimbangan yang disebabkan oleh antibiotik aminoglikosida. Dokter mungkin mempertimbangkan untuk melakukan tes genetik, tergantung pada seberapa mendesak pengobatan perlu dimulai.
3. Obat malaria
Chloroquine dan hydroxychloroquine digunakan untuk mengobati malaria, serta bisa juga digunakan untuk beberapa jenis artritis dan lupus.
Baik chloroquine maupun hydroxychloroquine telah dikaitkan dengan gangguan pendengaran, dengan secara langsung merusak koklea. Keduanya juga bisa menyebabkan berbagai tingkat gangguan pendengaran, mulai dari yang ringan hingga parah. Dalam banyak kasus efek ini reversibel, tetapi beberapa kasus yang dilaporkan bersifat permanen.
Hubungi dokter kalau kamu mengalami perubahan pendengaran saat mengonsumsi chloroquine atau hydroxychloroquine. Dokter mungkin menyarankan untuk menghentikannya atau menggantinya dengan obat lain.
4. Obat disfungsi ereksi

Obat disfungsi ereksi seperti sildenafil dikenal sebagai phosphodiesterase-5 (PDE5) inhibitor. Obat lain dalam kelas ini termasuk tadalafil, vardenafil, dan avanafil.
Studi menemukan hubungan yang signifikan antara penghambat PDE5 dan gangguan pendengaran. Dalam studi ini, risikonya terutama terkait dengan Viagra. Namun, ada juga laporan kasus gangguan pendengaran yang terbatas dari Cialis, vardenafil, dan avanafil.
Secara umum, risiko keseluruhan gangguan pendengaran dengan penghambat PDE5 rendah. Namun, jika mengalami perubahan pendengaran setelah meminum salah satu obat ini, beri tahu dokter.
5. Opioid
Opioid seperti oxycodone mengobati nyeri sedang hingga parah. Sementara kerjanya efektif, tetapi penggunaannya cenderung terbatas pada kasus nyeri yang lebih parah karena risiko ketergantungan.
Selain itu, menurut studi dalam jurnal Addiction & Health tahun 2018, ada lebih banyak laporan gangguan pendengaran dalam beberapa tahun terakhir, terutama dalam kasus overdosis opioid.
6. Obat nyeri yang dijual bebas

Penggunaan rutin obat pereda nyeri yang dijual bebas, termasuk aspirin, asetaminofen, dan obat inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen telah dikaitkan dengan gangguan pendengaran. Akan tetapi, risiko keseluruhannya rendah.
Satu ulasan besar dalam jurnal Otolaryngology–Head and Neck Surgery mengevaluasi efek mengevaluasi efek asetaminofen dan OAINS pada pendengaran. Secara keseluruhan, data yang tersedia melaporkan hasil yang beragam tentang seberapa besar kemungkinan gangguan pendengaran akibat obat ini.
Namun, dosis aspirin yang sangat tinggi (6–8 gram dalam 24 jam) diketahui menyebabkan gangguan pendengaran. Kerusakan ringan akibat aspirin menyebabkan gangguan pendengaran sementara, tetapi kerusakan permanen pada telinga bagian dalam mungkin terjadi. Sebagai referensi, dosis aspirin tipikal berkisar dari 81–650 mg hingga 6 kali sehari.
7. Obat kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat sitotoksik (antikanker) untuk mengobati kanker.
Obat sitotoksik dapat menyerang sel-sel sehat maupun sel-sel kanker. Hal ini dapat menyebabkan sejumlah efek samping, termasuk gangguan pendengaran dan tinitus.
Beberapa jenis pengobatan kanker lebih mungkin menyebabkan kehilangan pendengaran daripada yang lain.
Jika kamu diresepkan obat sitotoksik, efeknya akan dipantau dengan saksama. Radioterapi pada area kepala dan leher juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran. Segera memberi tahu dokter jika kamu sedang menjalani pengobatan kanker dan kamu:
- Mengalami tinitus.
- Mulai merasa keseimbangan tidak stabil.
- Mengalami kesulitan mendengar.
Semua ini dapat menjadi tanda pertama kerusakan pada telinga yang disebabkan oleh pengobatan, atau sebagai gejala kanker.
Kabar baiknya, gangguan pendengaran akibat obat jarang terjadi. Dalam kebanyakan kasus, manfaat obat akan lebih besar daripada potensi risiko gangguan pendengaran.
Sering kali gangguan pendengaran yang disebabkan oleh obat bisa dibalikkan. Namun, tergantung tingkat kerusakannya. Kerusakan permanen lebih mungkin terjadi jika kamu mengonsumsi lebih dari satu obat yang menyebabkan gangguan pendengaran, mengonsumsi obat-obatan di atas dalam dosis tinggi, meminumnya dalam waktu lama, atau mengalami kerusakan ginjal.
Tetap saja, setiap orang berbeda. Tergantung situasi, dokter dapat memberi tahu jika perubahan pada pendengaran dapat diperbaiki.
Referensi
"Medications That Can Cause Hearing Loss." GoodRx. Diakses Februari 2025.
"Drugs that can cause hearing loss or tinnitus." Healthy Hearing. Diakses Februari 2025.
"Ototoxic Medications (Medication Effects)." American Speech-Language-Hearing Association. Diakses Februari 2025.
"Ototoxic drugs and hearing loss." Royal National Institute for Deaf People. Diakses Februari 2025.