Anemia Bisa Timbul karena Persepsi Masyarakat yang Salah, Ini Faktanya

Salah satunya persepsi tujuan makan adalah agar kenyang

Anemia ada lebih dari 400 macam, tetapi yang paling umum adalah anemia defisiensi zat besi, yaitu ketika tubuh kekurangan zat besi yang membuat sel darah merah yang ada dalam tubuh jumlahnya terlalu sedikit. Kondisi ini membuat penderitanya sering merasa lelah, letih, lesu, walaupun orang tersebut tidak melakukan aktivitas yang berat.

Mungkin tidak banyak orang yang tahu bahwa anemia ternyata berhubungan dengan penyakit lainnya, atau anemia juga bisa timbul dari persepsi yang salah. Apa maksudnya? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini!

1. Kecurigaan orang tua bahwa anaknya memiliki alergi makanan bisa menyebabkan banyak anak menderita anemia defisiensi zat besi

Anemia Bisa Timbul karena Persepsi Masyarakat yang Salah, Ini Faktanyailustrasi anak makan (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Umumnya masyarakat menganggap bahwa reaksi alergi pada kulit hanya terbatas pada makanan penyebab alergi (alergen). Ini mereka yakini tanpa pernah memeriksakan anak ke dokter. Lantas, orang tua menganggap cara efektif mencegah alergi adalah dengan menghindari makanan yang dicurigai dapat memicunya.

Sebuah penelitian yang dilaporkan dalam Journal American Medical Association tahun 2016 berjudul "Association Between Atopic Disease and Anemia in US Children" menyebut bahwa persepsi orang tua tentang alergi makanan anaknya berimbas pada pola makan anak. Ini membuat beberapa makanan yang dianggap sebagai pemicu alergi akan dijauhkan dari anaknya. Sayangnya, menjauhkan anak dari beberapa makanan yang dianggap orang tua sebagai alergen bisa menyebabkan anak-anak ini kekurangan nutrisi.

Dalam penelitian tersebut, ditemukan sejumlah fakta bahwa anak-anak yang diduga oleh  orang tuanya memiliki alergi juga menderita anemia. Melalui sejumlah penelitian, terbukti juga bahwa anak-anak yang diduga orang tuanya menderita alergi makanan ternyata faktanya tidak demikian. Persepsi para orang tua yang salah ini berkontribusi terhadap anemia zat besi yang diderita anak-anak tersebut.

Meski begitu, ini bukan berarti anak yang tidak pernah diduga memiliki alergi makanan terhindar dari anemia. Anak-anak ini juga berisiko mengalami anemia, hanya saja jumlahnya lebih sedikit daripada anak-anak yang diduga memiliki alergi makanan.

2. Anak-anak dengan anemia berisiko mengalami penurunan kepadatan mineral tulang

Anemia Bisa Timbul karena Persepsi Masyarakat yang Salah, Ini Faktanyailustrasi anak minum susu (freepik.com/jcomp)

Penurunan kepadatan mineral tulang pada penderita anemia sebenarnya merupakan efek tidak langsung dari menghindari beberapa makanan yang dicurigai dapat memicu reaksi alergi makanan pada anak.

Masih bersumber dari laporan dalam jurnal yang sama, terdapat kecenderungan para orang tua mendiagnosis sendiri alergi makanan pada anak tanpa memeriksakan anak ke dokter.

Menjauhkan anak-anak ini dari beberapa makanan yang dicurigai sebagai penyebab alergi, seperti susu, kacang-kacangan, ikan, kerang, dan beberapa makanan bernutrisi lainnya adalah cara termudah mencegah mereka dari alergi. Kenyataannya, anak-anak ini kemudian berisiko mengalami penurunan kepadatan mineral tulang.

Susu, kacang-kacangan, ikan, kerang dan beberapa makanan lainnya memiliki kandungan zat besi, vitamin D, dan kalsium tinggi yang baik untuk kepadatan tulang dan gigi. Jadi, menjauhkan anak dari makanan-makanan tersebut akan berisiko terhadap anemia defisiensi zat besi dan penurunan kepadatan mineral tulang. 

Baca Juga: Anemia Defisiensi Besi pada Anak: Pemicu, Diagnosis, dan Pencegahan

3. Anak laki-laki lebih rentan terkena anemia daripada anak perempuan

Anemia Bisa Timbul karena Persepsi Masyarakat yang Salah, Ini Faktanyailustrasi anak makan di sekolah (pexels.com/Naomi Shi)

Laporan "Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Anemia pada Balita di Indonesia" dalam Jurnal Litbang Kemkes tahun 2018, proses pertumbuhan anak laki-laki usia di bawah 12-16 bulan mengalami pergerakan yang cepat dibandingkan dengan anak perempuan.

Karena pertumbuhan membutuhkan zat besi, maka pada anak laki-laki proses ini membuat kebutuhannya akan zat besi jadi lebih banyak daripada anak perempuan. Pada usia 3-4 tahun, kecepatan proses pertumbuhan menurun dan lebih stabil, sehingga menurunkan risiko anemia defisiensi besi pada anak laki-laki.

Kurangnya kesadaran mengenai pentingnya mendatangi dokter spesialis tumbuh kembang anak secara rutin bisa memperparah kondisi anemia pada anak laki-laki. Rutin kontrol ini penting untuk menambah pengetahuan tentang tumbuh kembang anak, mengetahui kebutuhan anak, serta orang tua juga akan tahu bila ada masalah perkembangan pada anak.

4. Penduduk desa lebih rentan terkena anemia defisiensi zat besi daripada penduduk kota

Anemia Bisa Timbul karena Persepsi Masyarakat yang Salah, Ini Faktanyailustrasi beras (freepik.com /jcomp)

Masih dari laporan dalam Jurnal Litbang Kemkes tahun 2018, penduduk desa dikatakan lebih rentan terkena anemia daripada penduduk kota. Penyebabnya karena pola makan yang tidak bervariasi.

Kemungkinan di desa, menu makan didominasi oleh nasi dan makanan ala kadarnya dengan sedikit variasi. Terlebih, menu makannya bisa saja sama atau hampir sama disajikan di meja makan setiap harinya. Ini tidak baik untuk kesehatan, sebab tubuh membutuhkan variasi zat makanan yang memiliki manfaat yang berbeda-beda.

Mungkin juga ada persepsi masyarakat di desa bahwa tujuan makan adalah perut kenyang, yang barangkali menjadi penyebab utama pola makan seperti ini. Banyak masyarakat tidak paham bahwa tujuan makan adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh, bukan cuma bikin perut kenyang, sehingga masyarakat jadi tidak memperhatikan variasi menu makanan.

5. Anak-anak penderita asma juga menderita anemia zat besi

Anemia Bisa Timbul karena Persepsi Masyarakat yang Salah, Ini Faktanyailustrasi terapi inhalasi asma (freepik.com/Prostooleh)

Menurut uji laboratorium yang dilaporkan dalam Journal  of Pharmaceutical Science and Research tahun 2018 berjudul "The Frequency of Iraq Children with Atopic Deseases", disebutkan kalau jumlah anak-anak penderita asma yang juga memiliki anemia angkanya lebih tinggi dibanding anak-anak penderita asma yang juga menderita penyakit atopik lainnya.

Ini bertolak belakang dengan eksem, rinitis, dan alergi makanan, di mana ketiganya tidak berkaitan dengan tingkat kejadian anemia. Walaupun anemia dan asma saling berkaitan, tetapi belum ada penelitian yang berhasil membuktikan hubungan sebab akibat antara keduanya.

Anemia pada anak bisa berdampak buruk pada hasil akademis sekolah, juga bisa menghambat pertumbuhan anak serta perkembangan kecerdasannya. Jika tidak segera diobati dan dibiarkan hingga dewasa, dampaknya pada kesehatan akan lebih serius, terutama pada performa kegiatan sehari-hari. Sebab, anemia dapat memunculkan gejala sering lelah, letih, dan lesu walau tidak melakukan aktivitas padat serta kesulitan mencerna informasi.

Oleh karena itu, perawatan yang intensif di bawah pengawasan dokter adalah menjadi solusi yang tepat, sehingga penderita kembali sehat dan dapat beraktivitas dengan performa yang optimal.

Baca Juga: 5 Tanda Anemia Defisiensi Besi yang Jarang Disadari, Jangan Lengah!

Sari rachmah hidayat Photo Verified Writer Sari rachmah hidayat

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya