Sindrom Amotivasi, Tidak Tertarik pada Hal yang Dulunya Disukai

Pernah gak sih kamu merasa tidak termotivasi atau kehilangan ketertarikan pada hal-hal yang sebelumnya membuat kamu sangat bahagia dan kamu suka? Perubahan ini juga membuat kamu lebih apatis hingga menarik diri dari aktivitas sosial.
Nah, jangan-jangan kamu sedang mengalami kondisi yang disebut dengan sindrom amotivasi.
Sindrom amotivasi atau amotivational syndrome adalah kondisi kejiwaan yang menyebabkan perubahan kepribadian, emosi, dan fungsi kognitif. Sindrom ini mulanya diidentifikasi pada pengguna obat-obatan terlarang, tetapi juga dapat terjadi pada pengguna obat sirup batuk yang dijual bebas.
Seperti apa penjelasan medis tentang sindrom amotivasi? Yuk simak selengkapnya di bawah ini.
1. Tanda dan gejala sindrom amotivasi

Tanda dan gejala awal paling umum sindrom amotivasi adalah munculnya sikap apatis. Sikap ini biasanya ditunjukkan dalam bentuk kurangnya semangat pada tujuan, kurangnya emosi (emosi tumpul dan terbatas), hingga menurunnya minat untuk melakukan aktivitas yang biasanya disukai. Seseorang yang sebelumnya bersemangat akan hal-hal tertentu, menjadi kehilangan ambisinya dan tidak peduli dengan apa pun.
Sementara itu, tanda dan gejala umum sindrom amotivasi, meliputi:
- Mengalami masalah ingatan jangka pendek (amnesia)
- Kesulitan berkonsentrasi pada tugas atau pekerjaan
- Kesulitan mempertahankan perhatian
- Menarik diri dari aktivitas sosial dan mengisolasi diri.
- Menjadi kurang aktif dan produktif. Bahkan untuk melakukan hal-hal kecil saja terasa sangat menguras tenaga.
Gejala sindrom amotivasi memang terkadang disalahartikan dengan kondisi lainnya, misalnya depresi atau kondisi otak seperti alzheimer atau penyakit Parkinson. Namun, sindrom ini biasanya dikaitkan dengan adanya masalah pada lobus frontal otak, sistem limbik, jalur serotonin, dan sistem penghargaan dopaminergik. Dilansir Verywell Mind, berikut penjelasannya:
- Lobus frontal adalah bagian otak yang bertanggung jawab atas fungsi kognitif. Ini meliputi perhatian, penalaran, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, penilaian, dan memori.
- Sistem limbik merupakan kumpulan struktur otak yang bertanggung jawab untuk pengaturan emosi dan pembentukan memori.
- Serotonin adalah pembawa pesan dalam otak yang mengatur suasana hati. Jika kadarnya tidak seimbang bisa merusak mood seseorang.
- Dopamin adalah pembawa pesan otak yang membuat tubuh “merasa baik”. Kurangnya senyawa kimia ini dikaitkan dengan perasaan apatis dan merasa kurang tertarik atau termotivasi pada hal-hal yang biasa disukai (anhedonia).
2. Penyebab sindrom amotivasi

Dalam jurnal Rivista di psichiatria tahun 2013, dijelaskan bahwa sindrom amotivasi merupakan kondisi kejiwaan yang paling umum terjadi pada orang yang memiliki riwayat penggunaan zat psikoaktif. Ini adalah zat atau obat yang dapat mengubah kimiawi dan cara kerja otak.
Penggunaan zat psikoaktif dapat memengaruhi jalur dopaminergik, seperti menyebabkan lonjakan dopamin. Ketika kadar dopamin meningkat, akan menciptakan euforia atau perasaan bahagia yang hebat. Namun, penggunaanya yang terus-menerus dapat membuat otak menjadi kurang responsif terhadap dopamin. Ini kemudian membuat otak terus membutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk mencapai perasaan bahagia tersebut.
Perubahan ini akan menurunkan reseptor dopamin di mana otak tidak dapat merespons dopamin dalam kadar normal. Hal inilah yang kemudian membuat seseorang mengalami perasaan kehilangan motivasi atau tidak semangat akan hal-hal yang sebelumnya membuatnya tertarik.
Beberapa contoh zat psikoaktif yang umumnya dikaitkan dengan penyebab sindrom amotivasi adalah:
- Ganja: ganja merupakan penyebab paling umum sindrom amotivasi.
- Antidepresan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor): penggunaan SSRI yang terus menerus dan dosis tinggi juga dilaporkan dapat menyebabkan gejala sindrom amotivasi.
- Stimulan: penggunaan stimulan secara berlebihan juga dapat menyebabkan sindrom amotivasi. Ini seperti amfetamin dan kokain.
- Sirup obat batuk: obat batuk biasanya diresepkan dengan opioid untuk menghilangkan rasa sakit atau dextromethorphan untuk menekan batuk. Bahan-bahan ini dapat memengaruh wilayah otak tertentu dan menyebabkan sindrom amotivasi.
- Pelarut organik: paparan yang berlebihan terhadap pelarut organik, seperti pengencer cat, lem, dan bensin juga bisa memicu gejala sindrom amotivasi.
Sindrom amotivasi pertama kali diidentifikasi pada tahun 1960-an. Namun, kondisi ini masih menjadi perdebatan dan kontroversi di kalangan para ahli bidang kesehatan mental, terutama terkait penyebabnya.
Para ahli belum menemukan kesepakatan final yang menjelaskan penyebab sindrom amotivasi, meski kebanyakan hal terkait zat psikoaktif mengarah pada kondisi ini. Namun berdasarkan beberapa penelitian, kondisi ini merupakan pengalaman yang nyata dan melemahkan.
3. Perawatan sindrom amotivasi

Ada beberapa pilihan pengobatan untuk sindrom amotivasi, tergantung pemicunya. Misalnya, jika sindrom disebabkan oleh penggunaan obat atau zat, mengurangi dan menghentikannya adalah cara terbaik. Penggunaan obat antidepresan dan psikoterapi terkadang juga direkomendasikan. Namun, jika pemicunya adalah antidepresan SSRI, penggunaan non-SSRI biasanya diresepkan.
Selain obat-obatan, beberapa terapi juga bisa bermanfaat untuk mengobati sindrom amotivasi. Ini termasuk:
- Terapi perilaku kognitif (CBT): CBT merupakan perawatan umum untuk depresi, kecemasan, juga kecanduan. Pengobatan ini bisanya berfokus untuk membantu seseorang mengubah cara berpikir dan berperilaku.
- Terapi penerimaan dan komitmen (ACT): pengobatan yang membantu seseorang untuk menjadi termotivasi kembali.
- Wawancara motivasi: bentuk pembinaan yang dimaksudkan untuk pelayanan kesehatan, konseling, dan pengobatan kecanduan
Selain cara di atas, seseorang dengan sindrom amotivasi juga bisa melakukan perawatan sendiri di rumah, misalnya:
- Melakukan perawatan untuk menurunkan stres, seperti olahraga, meditasi, atau “memaksakan” diri untuk memulai aktivitas sosial. Terkadang gejala sindrom amotivasi juga menjadi tanda stres yang tinggi sehingga melakukan perawatan stres bisa membantu meredakan gejalanya.
- Mencari sistem pendukung, misalnya teman dekat untuk berbagi cerita dan meningkatkan suasana hati.
- Menetapkan tujuan yang lebih realistis. Dengan begitu, kamu bisa mulai bersemangat lagi.
- Menghubungkan kembali nilai-nilai diri untuk menemukan energi, gairah, dan motivasi baru lagi.
- Membangun momentum positif untuk membangun kembali semangat yang hilang.
Sindrom amotivasi merupakan kondisi gangguan kesehatan jiwa yang bisa memengaruhi semangat hidup. Ini bisa menyebabkan sikap apatis yang membuat seseorang menjadi acuh tak acuh dan menarik diri dari lingkungan sosial. Nah, jika kamu atau orang di sekitarmu mengalami kondisi ini, yuk segera mencari bantuan.