WHO Mencari Tahu Varian BA.3, 'Cucu' Varian Omicron

Saat dunia masih mencoba mengenali COVID-19, virus penyebabnya terus bermutasi dengan kecepatan yang tak terkira. Salah satu mutasinya adalah varian B.1.1.529 (Omicron) yang menjadi variant of concern (VOC) pada November 2021 lalu. Varian ini ternyata lebih menular dibanding pendahulunya, B.1.617.2 (Delta).
Omicron sendiri terpecah menjadi beberapa subvarian, yaitu BA.1, BA.1.1, dan BA.2. Sementara dunia masih mengamati kehadiran BA.2, lagi-lagi muncul subvarian Omicron lain, yaitu BA.3. Apa saja yang telah diketahui tentang subvarian ini?
1. Asal muasal BA.3
Perlu diketahui, kehadiran BA.3 sebenarnya bukan berita baru. Sebuah studi di India dalam Journal of Medical Virology pada 18 Januari 2022 silam menemukan BA.3 dari kawasan barat laut Afrika Selatan. Fakta lainnya, BA.3 sudah terdaftar di GISAID seminggu sebelum studi tersebut dirilis.
Merilis video lewat Twitter pada awal Maret 2022, kepala teknis COVID-19 Badan Kesehatan Dunia (WHO), Dr. Maria Van Kerkhove, mengatakan bahwa WHO tengah mengkaji berbagai subvarian Omicron, dan salah satunya adalah BA.3.
"Saya ingin mengulangi bahwa Omicron adalah VOC dan kami sedang melacak Omicron dalam berbagai subvarian. Yang paling menonjol di seluruh dunia adalah BA.1, BA.1.1, dan BA.2. Ada pula BA.3 dan subvarian lainnya juga," ujar Dr. Maria.
Jika sudah masuk radar WHO, apakah berpotensi membahayakan?
2. Keganasan varian Omicron
Untuk melihat keganasan varian Omicron, termasuk BA.3, WHO sempat mengungkit mengenai studi pracetak terhadap hewan yang dilakukan di Jepang. Dimuat dalam bioRxiv pada Februari 2022 lalu, studi di Jepang ini meneliti perbandingan keganasan BA.2 dan BA.1 pada hamster.
Hasilnya, para peneliti Jepang menemukan bahwa BA.2 jauh lebih ganas dan menular dibanding BA.1. Mengulangi berbagai penelitian sebelumnya, para peneliti Jepang meminta agar BA.2 diklasifikasikan sebagai VOC tersendiri saking banyaknya perbedaan dengan BA.1.
"Data kami menunjukkan bahwa BA.2 berbeda secara virologi dari BA.1. Kami meminta bahwa BA.2 diberikan huruf Yunani sendiri dan dibedakan dari BA.1, varian Omicron yang lebih dikenal umum," tulis para peneliti Jepang.

Membahas studi tersebut, Dr. Maria mengatakan bahwa studi tersebut meneliti keganasan BA.1 dan BA.2 pada hamster. Oleh karena itu, beliau mengisyaratkan bahwa hasil studi pracetak ini (yang belum melewati ulasan sejawat atau peer review) tidak mencerminkan keadaan di dunia nyata.
"Yang mereka lihat adalah apakah di kondisi tertentu, (BA.2) ini akan menyebabkan gejala parah. Kami juga tengah memantau keganasan (BA.2) di dunia nyata," imbuhnya.
Melihat dari risiko rawat inap, Dr. Maria meyakinkan bahwa tak ada perbedaan antara BA.2 dan BA.1. Menurutnya, hal ini amat penting karena di berbagai negara, penyebaran BA.2 dan BA.1 masih amat masif sehingga dunia tetap harus waspada.
"Di negara-negara tersebut, mereka tak melihat perubahan keganasan pada BA.1 dibanding BA.2. Jadi, selain studi eksperimen, kami juga melihat data nyata," ujar Dr. Maria.
3. Mutasi pada BA.3 malah membuatnya lemah?
Kembali ke studi di India tersebut, karakteristik BA.3 terutama mutasi pada protein spike-nya (protein S) dibahas lebih jauh. Studi tersebut menemukan bahwa BA.3 memiliki 33 mutasi protein S, tidak kalah banyak dari BA.2. Namun, dari angka tersebut, sebanyak 31 mutasi serupa dengan BA.1.
"Kami menjabarkan bagaimana perbedaan protein spike pada ketiga subvarian ini. Studi kami menemukan bahwa tak ada mutasi spesifik pada BA.3 dalam hal protein spike, melainkan kombinasi mutasi BA.1 dan BA.2," tulis para peneliti India.
Di sisi lain, para peneliti India membawa kabar baik bahwa kasus BA.3 adalah yang paling rendah di antara varian Omicron lainnya. Ini karena subvarian BA.3 kehilangan delapan mutasi, seperti yang terlihat di BA.1, yaitu:
- ins214EPE
- S371L
- G496S
- T547K
- N856K
- L981F

4. Apa saja gejala-gejala BA.3?
Dari segi gejala, dunia kemungkinan besar akan melihat gejala BA.3 tidak jauh berbeda dari BA.1 dan BA.2. Bukan kehilangan indra penciuman atau pengecapan, gejala-gejala "unik" yang umum dilaporkan pada pasien COVID-19 varian Omicron adalah:
- Demam ringan.
- Kelelahan ekstrem.
- Hidung meler.
- Sakit tenggorokan atau tenggorokan gatal.
- Bersin.
- Sakit kepala.
- Nyeri tubuh.
Para peneliti India mengatakan bahwa memang, dugaan sejauh ini adalah Omicron hanya menyebabkan gejala ringan hingga sedang. Namun, tak tertutup kemungkinan mutasi Omicron bisa menimbulkan gejala berat pada pasien COVID-19, terutama yang belum divaksinasi atau menerima vaksin lanjutan atau booster.