Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Film Independen yang Tawarkan Pengalaman Sinematik Spesial

La Haine (dok. Criterion/La Haine)

Apa film terakhir yang berikan pengalaman sinematik terbaik menurutmu? Mungkin jawabanmu bakal didominasi film-film garapan rumah produksi besar yang dibuat dengan dana besar untuk ciptakan efek visual (VFX) canggih? Wajar saja, sudah seharusnya dukungan dana yang mumpuni menawarkan pengalaman sinematik yang spesial pula buat penontonnya. 

Lantas, benarkah film-film independen yang dananya terbatas tak bisa memberikan pengalaman sinematik spesial? Jawabannya, tidak. Ada kok beberapa film indie yang ternyata mampu bersaing dengan film-film garapan rumah produksi besar dari segi pengalaman sinematik. Meski minim VFX dan terbatas secara dana, bahkan ada yang dibuat dengan kamera amatir, mereka sanggup memberikanmu pengalaman nonton film yang beda dan unik. Simak daftarnya berikut. 

1. La Haine (1995)

La Haine (dok. Criterion/La Haine)

La Haine adalah film Prancis garapan Mathieu Kassovitz yang rilis pada 1995 dan berhasil ciptakan benchmark baru dalam industri film setempat. Tak hanya jadi film Prancis pertama yang berlatarkan banlieu (kawasan pinggiran Paris yang jadi domisili banyak imigran), teknik pengambilan gambar La Haine diklaim inovatif, berdimensi, dan unik. Padahal Kassovitz dan sinematografernya, Pierre Aïm tak menggunakan efek visual khusus.

Menonton La Haine benar-benar sebuah pengalaman yang beda. Kalau kamu mengaku sinefili atau punya ketertarikan khusus di bidang fotografi dan videografi, film indie Prancis ini cocok jadi referensi. Ada banyak komposisi unik yang bisa kamu pakai sebagai inspirasi. 

2. Victoria (2015)

Victoria (dok. Jour2Fete/Victoria)

Tidak seperti beberapa film one shot yang sebenarnya memanfaatkan kepiawaian editing, film Victoria benar-benar menggunakan teknik one-take tanpa jeda. Untuk mencapainya, sutradara Sebastian Schipper beserta para aktor dan kru butuh beberapa kali percobaan pengambilan gambar. Itu jelas sebuah dedikasi yang patut diapresiasi. 

Film independen asal Jerman ini juga kuat secara plot, jadi tak hanya unik secara sinematografinya. Ia mengikuti perjalanan menegangkan sekelompok anak muda di Berlin yang terlibat dalam aksi kriminal berbahaya. Latar waktunya hanya semalam, tapi sanggup bikin jantung berdebar sepanjang film. 

3. Run Lola Run (1998)

Run Lola Run (dok. Sony Pictures Classics/Run Lola Run)

Masih dari Jerman, kamu wajib coba sebuah film indie berjudul Run Lola Run. Film berlatarkan tahun 1990-an ini juga tawarkan pengalaman sinematik yang unik. Ia mengikuti sosok Lola yang dapat telepon darurat dari kekasihnya dan harus bertindak cepat.

Frank Griebe selaku sinematografer memadukan beberapa elemen dan teknik sekaligus di film ini. Mulai dari still images, animasi arc shot, hingga wide shot yang didukung perubahan intensitas cahaya serta scoring brilian. Semua itu membuat krisis yang sedang dihadapi Lola jadi lebih dramatis dan terasa urgensinya. 

4. Son of Saul (2015)

Son of Saul (dok. Laokoon Filmgroup/Son of Saul)

Son of Saul disebut sebagai salah satu film dengan teknik sinematografi terunik. Dibuat rumah produksi independen Hungaria, Laokoon Filmgroup, film pemenang Oscar ini mengikuti lekat-lekat sosok bernama Saul. Ia diceritakan sebagai tahanan Yahudi yang dipekerjakan Nazi di krematorium. 

Meski sarat akan kekerasan dan ketidaknyamanan, film ini tak menampakkan sama sekali adegan eksplisit di layar. Kamera hanya fokus pada ekspresi Saul dan percakapan yang ia lakukan dengan rekan maupun komandannya. Segala kekerasan hanya bisa kamu dengar lewat suara dan teriakan di sekitar Saul. 

5. The Zone of Interest (2023)

The Zone of Interest (dok. A24/The Zone of Interest)

Mirip dengan Son of Saul, film pemenang Oscar lainnya The Zone of Interest juga mengandalkan audio untuk menampilkan ketidaknyamanan dan adegan kekerasan. Berlatarkan rumah petinggi Nazi yang bersebelahan langsung dengan kamp konsentrasi Auschwitz, film fokus mengikuti keseharian anggota keluarga sang pejabat militer tersebut. 

Termasuk sang istri, keempat anaknya, beberapa asisten rumah tangga, serta keluarga rekanannya yang berkunjung ke rumah itu. Pada babak terakhir film, fokus berpindah ke kantor baru sang komandan yang tak kalah bersih, rapi, teratur, dan simetris. Padahal penonton tahu kalau mereka melakukan hal kejam di kamp konsentrasi yang jaraknya tak jauh dari situ. 

6. Oldboy (2003)

Oldboy (dok. NEON/Oldboy)

Untuk mengeksekusi film ini, Park Chan Wook bekerja sama dengan sinematografer Chun Chung Hoon. Chun sering menggunakan teknik long takes dan tracking shot dalam film ini. Dipadu pula dengan penyertaan still images yang menambah efek dramatis.

Oldboy sendiri berkisah tentang perjalanan seorang pria yang hendak melakukan balas dendam terhadap orang yang sudah menyanderanya selama 15 tahun. Tak tertebak dan penuh pelintiran alur yang mindblowing, film indie ini disebut salah satu film laga Asia terbaik yang pernah dibuat. Siapkan mental sebelum nonton. 

7. The Blair Witch Project (1999)

The Blair Witch Project (dok. Artisan Entertainment/The Blair Witch Project)

Bakal dibuat remake-nya oleh Lionsgate dan Blumhouse, The Blair Witch Project adalah film horor found footage yang masih membekas di benak penontonnya. Dibuat dengan kamera amatir yang ceritanya dibawa salah satu protagonis utama, film ini berhasil ciptakan ambiguitas yang mengesankan. Ia sukses bikin penonton ragu apakah ini rekaman nyata atau hanya buatan belaka.

Bahkan selama nonton, kita dibikin deg-degan dengan segala ketidakpastian. itu jelas terobosan fenomenal karena berhasil dibuat dengan dana terbatas. Tak tergantikan di mata penggemar, banyak yang kurang setuju dengan rencana remake-nya. 

Tujuh film di atas jadi bukti kalau sinema independen tak boleh diremehkan. Mereka justru jadi bukti kalau kreativitas dan kesuksesan tak bisa ditentukan oleh satu faktor saja. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us