5 Tanda Kamu Kecanduan Shallow Work, Bikin Gak Ada Progres

- Dunia digital menyebabkan terjebak dalam shallow work, aktivitas yang seolah produktif tapi hanya buang waktu dan energi.
- Multitasking mengurangi fokus dan efektivitas kerja, otak butuh waktu untuk beradaptasi setiap kali berpindah tugas.
- Cek notifikasi terlalu sering, meeting tidak efektif, dan sulit berkonsentrasi menandakan terperangkap dalam shallow work.
Dunia yang serba digital saat ini membuat seseorang dikelilingi oleh berbagai distraksi yang menyita perhatian. Dari notifikasi ponsel yang terus berbunyi, email yang membanjir, hingga meeting yang seolah tak ada habisnya. Tanpa disadari, kamu terperangkap dalam pola kerja yang disebut shallow work atau kerja dangkal, aktivitas yang terlihat produktif tapi sebenarnya hanya membuang-buang waktu dan energi.
Shallow work menjadi kebiasaan berbahaya yang bisa bikin kamu terlihat sibuk sepanjang hari, namun gak menghasilkan progres yang berarti. Bahkan, banyak yang merasa sudah bekerja keras tapi hasilnya tetap jalan di tempat. Jika kamu penasaran apakah sudah terjebak dalam lingkaran shallow work ini, yuk, kenali lima tanda berikut yang menunjukkan kamu sudah kecanduan kerja dangkal.
1. Multitasking jadi kebiasaan sehari-hari yang gak bisa ditinggalkan

Kamu mungkin merasa bangga bisa mengerjakan banyak tugas sekaligus, entah itu mengetik email sambil ikut meeting virtual, atau menyusun laporan sambil membalas chat. Multitasking seolah jadi keahlian yang membuktikan kamu pekerja handal. Padahal, ini justru tanda utama kamu terjebak dalam shallow work yang bikin fokusmu terpecah dan efektivitas kerja menurun drastis.
Otak manusia sebenarnya gak dirancang untuk multitasking. Setiap kali kamu berpindah dari satu tugas ke tugas lain, otak butuh waktu untuk beradaptasi, yang disebut switching cost. Alhasil, kamu bisa menghabiskan hingga 40 persen waktu produktif hanya untuk proses peralihan antar tugas. Daripada menyelesaikan banyak hal dengan setengah-setengah, lebih baik fokus menuntaskan satu tugas dengan maksimal sebelum beralih ke tugas berikutnya.
2. Terus-menerus mengecek email dan media sosial tanpa jeda

Apakah kamu termasuk orang yang gak bisa menahan diri untuk mengecek notifikasi email atau media sosial setiap beberapa menit sekali? Habit ini terlihat sepele tapi sebenarnya merupakan bentuk shallow work yang sangat merugikan. Setiap kali kamu mengalihkan perhatian untuk mengecek pesan masuk, kamu memutus alur konsentrasi yang sedang terbangun.
Saat fokus terpecah akibat notifikasi, dibutuhkan sekitar 23 menit untuk kembali ke level konsentrasi semula. Bayangkan jika dalam sehari kamu mengecek smartphone puluhan kali, berapa banyak waktu produktif yang terbuang? Untuk mengatasi kebiasaan ini, coba terapkan batch processing, yaitu memeriksa email dan pesan hanya pada waktu-waktu tertentu, misalnya tiga kali sehari. Dengan begitu, kamu bisa membangun ritme kerja yang lebih konsisten dan terlindungi dari gangguan.
3. Meeting berlebihan tanpa output konkret yang jelas

Banyak meeting dalam sehari mungkin membuatmu merasa penting dan dibutuhkan. Namun, kalau dipikir lagi, berapa banyak dari meeting tersebut yang benar-benar menghasilkan keputusan atau aksi nyata? Jika kamu menghabiskan lebih dari 50 persen waktu kerja untuk meeting yang kebanyakan bisa diselesaikan lewat email, ini tanda kamu sudah terjebak dalam shallow work yang menyamar sebagai produktivitas.
Meeting yang gak efektif bukan hanya membuang waktu, tapi juga menyedot energi mental yang bisa digunakan untuk pekerjaan strategis. Sebuah meeting ideal seharusnya memiliki agenda jelas, peserta yang tepat, dan menghasilkan action plan. Mulai evaluasi apakah kehadiranmu benar-benar diperlukan dalam setiap meeting, dan jangan ragu untuk menolak undangan jika kamu merasa kontribusimu gak signifikan. Lebih baik gunakan waktu tersebut untuk mengerjakan tugas yang memberikan dampak lebih besar.
4. Terlalu sering terdistraksi dan gak bisa fokus lebih dari 15 menit

Kamu merasa sulit fokus pada satu tugas lebih dari beberapa menit? Atau bahkan saat mencoba berkonsentrasi, pikiranmu malah melayang ke hal-hal lain? Ini tandanya kemampuan deep focus-mu sudah terkikis oleh kebiasaan shallow work. Konsentrasi adalah otot mental yang perlu dilatih, dan sayangnya, kebiasaan multitasking dan distraksi digital telah melemahkan otot tersebut.
Kemampuan fokus yang menurun bukan hanya memengaruhi kecepatan kerjamu, tapi juga kualitas output yang dihasilkan. Pekerjaan kompleks seperti menulis, coding, atau strategic planning membutuhkan fokus intens tanpa gangguan. Untuk membangun kembali kemampuan ini, mulailah dengan latihan sederhana: set timer 25 menit dan fokus pada satu tugas tanpa distraksi apapun. Secara bertahap, tingkatkan durasi hingga kamu bisa fokus penuh setidaknya 90 menit tanpa merasa gelisah atau ingin beralih ke aktivitas lain.
5. Lebih banyak merespon daripada menginisiasi

Pernahkah kamu menyadari bahwa hampir sepanjang hari kerjamu hanya dihabiskan untuk merespon? Merespon email, merespon chat, merespon permintaan bantuan kolega, hingga kamu gak punya waktu untuk mengerjakan proyek penting milikmu sendiri? Jika ya, kamu telah masuk dalam perangkap shallow work yang paling berbahaya, yakni siklus reaktif alih-alih proaktif.
Mode kerja reaktif ini bikin kamu selalu berada dalam posisi firefighting, terus-menerus mengatasi masalah mendesak tapi gak pernah punya waktu untuk hal-hal penting yang berdampak jangka panjang. Untuk keluar dari pola ini, alokasikan setidaknya 1–2 jam setiap hari sebagai deep work time, di mana kamu mematikan semua notifikasi dan fokus pada proyek prioritas. Lakukan ini di waktu energi mentalmu sedang tinggi, biasanya di pagi hari, dan kamu akan merasakan perbedaan signifikan dalam produktivitas.
Terjebak dalam shallow work memang sulit dihindari, terutama di era digital yang serba cepat seperti saat ini. Namun, mengenali tanda-tandanya adalah langkah pertama untuk keluar dari kebiasaan buruk tersebut. Ingat, produktivitas sejati gak diukur dari seberapa sibuk kamu terlihat, tapi dari hasil konkret yang kamu capai. Jadi, kamu masih mau tetap terjebak dalam shallow work, atau sudah siap melangkah menuju produktivitas yang sesungguhnya?