5 Alasan Kenapa Kamu Selalu Gagal Move On dari Menulis

Pernah tidak, kamu bergumam sama dirimu sendiri "sudah, aku capek menulis terus"?. Tapi dua hari kemudian, kamu buka laptop, mulai meramu kata-kata dan "boom" satu artikel utuh tersaji dengan sempurna.
Kenapa bisa begitu? Barangkali lima hal ini akan membantumu untuk mengetahui alasan kenapa kamu sering gagal move on dari menulis. Penasaran? Yuk, baca sampai akhir.
1. Menulis itu adalah paling ramai di tengah sepi

Ada momen di mana kamu sedang tidak ingin bercakap dengan siapa-siapa. Ketika dunia dihiasi riuh, kisruh, dan penuh di kepala, satu-satunya yang tidak bikin kamu lelah dan kewalahan adalah menulis. Saat menggoreskan pena, kamu dengan perlahan dapat menumpahkan resah, gelisah, dan gulana yang menumpuk di dalam sukma.
Anehnya, tulisan itu tidak meminta balasan, sebaliknya, ia menyediakanmu ruang untuk sejanak bernapas lega.
2. Ada perasaan yang tidak tergambarkan ketika tulisan akhirnya "klik"

Momen magis yang selalu mengundang tanda tanya. Kamu menulis satu dua kalimat, lalu keluar celetukan "Nah ini dia, pas dan klop abis". Rasanya seolah menukan potongan puzzle yang terselip di dalam lemari. Tidak bisa dijelaskan secara gamblang, tapi bikin perasaan melayang.
Makanya itu, walau kamu bilang berhenti untuk menulis, kamu akan tetap ketagihan.
3. Pada tulisan, kamu bebas berekspresi

Tidak semua luka dan kelemahanmu dapat kamu tunjukkan pada dunia. Tapi pada baris-baris huruf yang kamu racik, kamu dapat dengan leluasa untuk mengeluarkan unek-unek yang selama ini kamu tahan. Kamu tidak perlu khawatir dihakimi. Kamu bebas untuk berteriak, marah, kecewa, sedih, tanpa didengarkan oleh siapa pun.
Menulis adalah rumah untuk merapikan pikiran-pikiranmu yang kusut.
4. Ketika kepalamu lagi penuh, menulis adalah solusi ampuh

Kamu pasti memikirkan banyak hal. Entah itu pekerjaan, masa depan, atau percintaan yang entah kapan tidak lagi bertepuk sebelah tangan. Itu semua sudah pasti ingin kamu keluarkan. Biar hatimu tidak terbebani terus-terusan, dan jiwamu tidak ngos-ngosan.
Kalau tidak ditulis, dadamu kian sesak. Kalau sudah jadi tulisan, senyum yang kemarin hilang kembali pulang.
5. Diam-diam, kamu masih sayang

Menulis itu adalah hubungan yang rumit. Kadang kamu merasa kesal ketika idemu mentok dan mandek. Tapi meski begitu, ada sesuatu yang tetap membuatmu untuk terus menulis. Perasaan sayang yang sulit untuk dijelaskan.
Kenapa seperti itu? Karena menulis itu bukan soal hasil akhir yang memuaskan, tapi proses yang bikin kamu tampil lebih dewasa dan mengesankan.
Pada akhirnya, kamu bukan gagal move on. Kamu menemukan sesuatu yang tidak dapat kamu tinggalkan. Emosimu terikat kuat dengan bait-bait aksara yang kamu ciptakan.