Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Candaan yang Tergolong Bullying, Pantas Saja Bikin Marah

ilustrasi melakukan prank pada teman (pexels.com/Ron Lach)
ilustrasi melakukan prank pada teman (pexels.com/Ron Lach)
Intinya sih...
  • Candaan tentang penampilan fisik bisa merusak harga diri dan kesehatan mental
  • Candaan yang membawa budaya bisa menciptakan lingkungan tidak bersahabat dan merugikan kelompok tertentu
  • Prank yang mempermalukan atau menyebabkan kesakitan emosional atau fisik dapat berubah menjadi bullying
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Lelucon atau candaan adalah cara untuk menjadi lebih akrab dengan orang lain dan mencairkan suasana. Namun, jika berlebihan, candaan tersebut bisa saja membuat seseorang tersinggung. Misalnya, beberapa bentuk candaan bisa dianggap sebagai bullying sehingga perlu dihindari.

Candaan yang tadinya dimaksudkan untuk menghibur tidak lagi lucu jika ini membuat seseorang merasa sakit hati. Karenanya, memahami perbedaan antara bercandaan yang lucu dan yang dianggap sebagai bullying sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan penuh rasa hormat bagi semua orang. Yuk, kita lihat apa saja bentuk candaan yang termasuk bullying sehingga perlu dihindari.

1. Melibatkan penampilan

ilustrasi perempuan sedang bercermin (freepik.com/pressfoto)
ilustrasi perempuan sedang bercermin (freepik.com/pressfoto)

Lelucon tentang penampilan fisik, seperti berat badan, tinggi badan, warna kulit, atau fitur wajah, sering kali dianggap sebagai candaan yang tidak berbahaya. Padahal, sebenarnya candaan seperti ini dapat sangat memengaruhi harga diri seseorang, terutama jika orang tersebut sensitif terhadap penampilannya. Ketika seseorang terus-menerus diejek karena penampilannya, candaan ini berubah menjadi penghinaan terhadap tubuhnya dan dapat menyebabkan tekanan emosional. Bahkan, ini bisa menyebabkan masalah kesehatan mental, seperti kecemasan atau depresi.

2. Melibatkan budaya atau ras seseorang

ilustrasi tarian Bali (pexels.com/Aditya Agarwal)
ilustrasi tarian Bali (pexels.com/Aditya Agarwal)

Bentuk candaan ini sebenarnya cukup umum tetapi sensitif. Candaan ini sering kali memperkuat asumsi yang merugikan tentang kelompok orang tertentu. Candaan yang membawa budaya bisa dikategorikan dalam rasisme dan bentuk diskriminasi lainnya. Seiring waktu, candaan seperti ini dapat menciptakan lingkungan yang tidak bersahabat di mana kelompok tertentu merasa terpinggirkan dan tidak diterima.

3. Prank yang menyebabkan kerugian atau kesusahan

ilustrasi melakukan prank pada teman (pexels.com/Ron Lach)
ilustrasi melakukan prank pada teman (pexels.com/Ron Lach)

Meskipun prank sering dianggap sebagai sesuatu yang menyenangkan, prank dapat berubah menjadi bullying jika menyebabkan kerugian atau kesusahan. Prank yang mempermalukan seseorang, menempatkan mereka dalam situasi yang berbahaya, atau menyebabkan mereka kesakitan secara emosional atau fisik sama sekali tidak lucu. Berulang kali menjadikan seseorang sasaran prank, terutama di depan umum atau tanpa persetujuan mereka, dapat menyebabkan perasaan terisolasi dan dikhianati, yang berkontribusi pada masalah emosional.

4. Jika dilakukan di depan umum

ilustrasi beberapa orang sedang tertawa (pexels.com/PICHA Stock)
ilustrasi beberapa orang sedang tertawa (pexels.com/PICHA Stock)

Menjadikan seseorang sebagai objek candaan di depan umum bisa membuat orang tersebut merasa dipermalukan, lho. Misalnya, saat kamu mengungkapkan informasi yang dianggap lucu padahal memalukan, prank, dan perilaku lain yang membuat individu merasa tidak nyaman. Meskipun mungkin tampak ringan pada awalnya, jika individu yang menjadi sasaran merasa malu atau terhina, itu berubah menjadi bullying.

5. Meremehkan pengalaman emosional

ilustrasi perempuan sedang sedih (unsplash.com/Zachary Kadolph)
ilustrasi perempuan sedang sedih (unsplash.com/Zachary Kadolph)

Terkadang, orang membuat lelucon tentang reaksi emosional seseorang, mengabaikan perasaan mereka sebagai sesuatu yang terlalu sensitif atau berlebihan. Misalnya, mengejek seseorang karena menangis, mengungkapkan rasa frustrasi, atau cemas dapat meremehkan emosi mereka. Jika terus menerus dilakukan, candaan ini dapat berubah menjadi bullying emosional, membuat seseorang merasa emosi mereka tidaklah valid atau penting. Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan penekanan emosi dan memengaruhi kesejahteraan mental.

Singkatnya, candaan adalah alat yang ampuh yang dapat menyatukan orang-orang tetapi juga dapat dengan mudah memecah belah jika disalahgunakan. Meskipun humor seharusnya menjadi bagian dari hubungan yang sehat, penting untuk memperhatikan bagaimana kata-kata kita memengaruhi orang lain. Mengenali saat lelucon sudah kelewat batas memastikan bahwa tawa tetap menjadi pengalaman yang inklusif, bukan senjata untuk melukai emosi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Eka Ami
EditorEka Ami
Follow Us