5 Kesalahan yang Bikin Boundaries Kamu Gagal, Kurang Konsisten!

Boundaries, alias batasan, adalah salah satu fondasi penting dalam menjaga kesehatan mental dan hubungan yang seimbang. Namun sering kali, tanpa sadar, kita membuat kesalahan yang justru bikin boundaries kita nggak dianggap serius oleh orang lain.
Kalau sudah begini, bukannya dihormati, kita malah terus-terusan merasa terjebak dalam situasi yang nggak nyaman. Yuk, kita bahas lima kesalahan umum yang sering terjadi, supaya kamu bisa lebih bijak menjaga batasanmu!
1. Nggak jelas menyampaikan batasan

Coba kamu ingat-ingat, pernah nggak kamu bilang "Aku nggak suka ini" atau "Nanti aku kabarin, ya" tanpa benar-benar menjelaskan maksudmu? Kalau boundaries disampaikan setengah-setengah, orang lain pasti bingung atau bahkan mengabaikan karena mereka nggak tahu apa yang kamu harapkan.
Boundary yang jelas itu seperti garis tegas—nggak ambigu, nggak pakai kode-kodean. Misalnya, daripada bilang “Aku nggak yakin bisa datang,” coba ubah jadi, “Aku nggak bisa datang karena aku butuh istirahat.” Simpel, tapi langsung ke poin. Kalau kamu nggak tegas sejak awal, jangan heran kalau orang terus melanggar batasmu.
2. Terlalu banyak kompromi

Kompromi itu penting, tapi kalau kebanyakan, batasanmu jadi nggak ada artinya. Misalnya, kamu udah bilang butuh waktu sendiri, tapi akhirnya tetap bilang “Oke deh, sekali ini aja” karena nggak enak hati. Ketika kamu terlalu sering mengorbankan kenyamananmu demi orang lain, lama-lama mereka menganggap bahwa boundaries-mu itu cuma formalitas. Mulai sekarang, coba tanya ke diri sendiri: apakah kompromi ini bikin aku nyaman, atau aku cuma takut bikin orang lain nggak suka? Pilihlah dirimu dulu tanpa rasa bersalah.
3. Ingin semua orang setuju

Kita semua pasti ingin diterima, tapi berharap semua orang setuju dengan batasanmu adalah jebakan besar. Kadang, kamu jadi terlalu sibuk meyakinkan orang lain sampai lupa bahwa tujuan boundaries itu untuk melindungi dirimu sendiri, bukan menyenangkan mereka. Kuncinya adalah konsistensi. Orang yang benar-benar peduli sama kamu akan belajar menghormati batasanmu, walaupun awalnya mereka merasa keberatan. Jadi, berhenti berharap semua orang bakal paham. Yang penting, kamu tetap teguh dengan apa yang kamu perlukan.
4. Merasa perlu membenarkan semua keputusan

Ini nih, jebakan klasik: kamu merasa perlu menjelaskan setiap alasan di balik batasanmu. Contohnya, ketika kamu menolak ajakan teman, kamu malah berpanjang-panjang menjelaskan “soalnya aku capek banget” atau “ada kerjaan lain.” Akhirnya, alasan itu dijadikan bahan negosiasi, dan kamu pun terpaksa mengalah. Padahal, kamu nggak perlu selalu menjelaskan. Jawaban seperti “Aku nggak bisa” atau “Maaf, aku nggak nyaman” sudah cukup. Semakin kamu percaya diri dengan keputusanmu, semakin kecil kemungkinan orang lain mencoba memaksakan kehendak mereka.
5. Mengabaikan konsistensi

Konsistensi adalah kunci utama supaya boundaries-mu dianggap serius. Kalau hari ini kamu tegas bilang “nggak,” tapi besok tiba-tiba berubah jadi “ya sudah deh,” orang lain akan bingung dan mulai meragukan komitmenmu. Coba perhatikan lagi pola perilakumu. Jangan takut untuk bersikap tegas secara berkelanjutan, meskipun awalnya terasa sulit. Ingat, boundaries yang kokoh dibangun dari kebiasaan kecil untuk menghormati dirimu sendiri setiap hari.
Boundaries adalah bentuk kasih sayangmu kepada diri sendiri. Jangan takut terlihat egois atau dianggap "berubah"—yang berubah adalah keberanianmu untuk memperjuangkan apa yang kamu butuhkan. Dengan belajar menghindari kesalahan-kesalahan ini, kamu bukan hanya melindungi dirimu sendiri, tapi juga mengajarkan orang lain cara menghormati batasan. Perjalanan ini mungkin nggak selalu mudah, tapi ingat, hidup yang lebih tenang dan bahagia selalu pantas diperjuangkan.