Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bhrisco Jordy, Pelita Harapan bagi Pendidikan di Pulau Mansinam

Bhrisco Jordy bersama anak-anak di Pulau Mansinam (dok. Papua Future Project)

Semua anak berhak atas pendidikan. Sayangnya, tidak semua anak beruntung bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Nasib pendidikan anak-anak di Pulau Mansinam menjadi contoh nyata, bahwa pendidikan di negeri ini masih memprihatinkan.

Berjarak sekitar 8 kilometer dari ibu kota provinsi Manokwari, Papua Barat, Pulau Mansinam sebenarnya bukan daerah terpencil. Namun kenyataannya, jarak yang hanya beberapa kilometer itu tetap saja menjadi dinding pemisah antara anak-anak di Pulau Mansinam dengan pendidikan layak yang seharusnya mereka terima. Di Pulau Mansinam, banyak anak bahkan belum menguasai pelajaran dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung.

Melihat hal itu, membuat Bhrisco Jordy Dudi Padatu, penerima penghargaan 13th SATU Indonesia Awards 2022 dari Astra Indonesia memutuskan untuk mendirikan Papua Future Project, sebuah organisasi yang berfokus pada edukasi dan literasi anak-anak di daerah tertinggal.

Bagaimana kisah dan perjuangan Jordy bersama teman-temannya di Papua Future Project?

1. Berawal dari keprihatinannya terhadap pendidikan anak-anak di Papua Barat

anak-anak di Pulau Mansinam yang sedang mengikuti kegiatan belajar-mengajar (instagram.com/papuafutureproject)

Lahir dan tumbuh besar di Papua, membuat Jordy menyaksikan sendiri betapa timpangnya pendidikan di Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil seperti Pulau Mansinam. Bayangkan saja, untuk daerah yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari ibu kota provinsi Manokwari, Pulau Mansinam hanya memiliki satu sekolah. Itu pun hanya sekolah dasar dengan mayoritas guru yang tinggal di Manokwari. 

Karena perjalanan menuju pulau tidak mudah, kegiatan belajar-mengajar yang seharusnya dimulai pagi-pagi, baru bisa dimulai pukul 09.00 dan selesai pukul 12.00 WIT. Seolah belum cukup sulit, pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia beberapa waktu lalu juga membuat sekolah terpaksa diliburkan dalam waktu lama.

Dengan pendidikan yang belum maksimal, infrastruktur serta fasilitas yang kurang memadai, ditambah pandemi berkepanjangan membuat pendidikan anak-anak di pulau indah ini semakin tertinggal dibelakang.

2. Tentang Papua Future Project

anak-anak di Pulau Mansinam yang sedang belajar di pendopo (instagram.com/papuafutureproject)

"Kita harus menunggu sampai kapan lagi? Kalau hanya berharap kepada pemerintah dan pejabat untuk membuat perubahan ini, tentunya akan lama. Karena, pemerintah atau pejabat tidak hanya mengurusi masalah pendidikan saja, namun ada banyak hal lain yang diurus di Papua."

Berangkat dari pemikiran tersebut, Jordy bersama teman-temannya mendirikan sebuah organisasi non-governmental organization (NGO) bernama Papua Future Project pada akhir tahun 2020 lalu.

Mengusung tema "Every Child Matters", Jordy berharap keberadaan Papua Future Project dapat menaikkan tingkat literasi dan edukasi yang ada di Papua, termasuk Pulau Mansinam. Untuk mencapai hal itu, Papua Future Project memiliki beberapa program yang telah mereka jalankan selama hampir 2 tahun ini. Programnya sendiri terdiri dari:

  • Kegiatan belajar mengajar di Pulau Mansinam yang dilakukan secara rutin setiap minggunya selama 2 atau 3 jam, dengan materi pelajaran yang bervariasi.

  • Melakukan literasi keliling ke beberapa pulau dan daerah terpencil di Papua. Berbeda dengan program di Pulau Mansinam yang sudah bisa dilakukan secara rutin, program literasi keliling ini tidak memiliki waktu yang pasti karena dilakukan sembari traveling.
    Program ini dijalankan, karena Papua Future Project belum memiliki kesempatan untuk mengajar secara rutin di daerah-daerah tersebut. Nah supaya program ini berjalan dan ada hasilnya, anggota Papua Future Project juga melakukan donasi buku. Tujuannya, agar anak-anak di daerah terpencil bisa tetap belajar meski tidak selalu didampingi oleh tenaga pengajar.

  • Melakukan sosialisasi mengenai berbagai program kesehatan yang bekerjasama dengan banyak pihak, termasuk Unicef.

3. Mengajar dengan metode unik yang sesuai dengan anak-anak

anak-anak di Pulau Mansinam yang sedang belajar di pantai (instagram.com/papuafutureproject)

Bagi anak-anak di Pulau Mansinam, alam adalah segalanya. Mereka bahkan menganggap alam sebagai orang tuanya, dengan tanah sebagai ibu dan laut sebagai ayah. Kedekatan ini, mau tidak mau membuat para pengajar sebisa mungkin memberikan materi yang ada kaitannya dengan alam tempat mereka tinggal.

Alih-alih menggunakan Kurikulum Merdeka yang ditetapkan oleh pemerintah, Papua Future Project menggunakan kurikulum kontekstual, di mana pengajar memberikan materi yang dekat atau ada kaitannya dengan kehidupan anak-anak.

Untuk kegiatan belajar-mengajar misalnya, anak-anak biasanya menggunakan pendopo sebuah gereja. Namun tidak jarang, kelas dipindahkan ke pantai di mana mereka bisa belajar sambil memandang lautan lepas di depan mereka.

Menariknya, Jordy dan kawan-kawannya juga mengembangkan metode pembelajaran unik yang mereka beri nama asynchronous learning method. Metode ini merupakan gabungan dari sistem pembelajaran online, namun kemudian dilaksanakan secara offline. Caranya, para pengajar merekam materi pelajaran yang mereka sampaikan, kemudian rekaman itu ditonton oleh anak-anak saat kegiatan belajar berlangsung. 

Dengan asynchronous learning method ini, siapapun memiliki kesempatan untuk mengajar meski mereka tinggal jauh dari Pulau Mansinam. Menarik dan kreatif sekali, bukan?

4. Tidak hanya bergerak di bidang pendidikan

Kawan-kawan dari Papua Future Project melakukan sosialisasi terkait pentingnya imunisasi. (instagram.com/papuafutureproject)

Meski fokus utama Papua Future Project adalah di bidang pendidikan, bukan berarti mereka tidak peduli dengan hal lainnya. Bekerja sama dengan Unicef, Papua Future Project juga aktif melakukan sosialisasi mengenai berbagai program kesehatan. Salah satunya adalah sosialisasi terkait pentingnya imunisasi. 

Pasalnya, selama pandemi berlangsung, ketakutan terhadap vaksinasi juga merebak di Papua. Banyak masyarakat enggan divaksin, kemudian menolak melakukan imunisasi kepada anak-anak mereka. Melalui sosialisasi, Jordy dan kawan-kawannya berusaha memberikan pemahaman bahwa imunisasi justru dapat melindungi anak dari berbagai serangan penyakit.

Selain kesehatan, Papua Future Project juga berusaha mengubah kepercayaan adat dan mindset yang ada di masyarakat bahwa anak perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan tinggi-tinggi karena pada akhirnya mereka hanya akan bekerja di dapur. 

"Di Papua ini masih kuat adatnya, sehingga anggapan anak-anak itu, terutama perempuan, tidak perlu bersekolah. Mereka bahkan menikah di usia yang muda. Kami berusaha untuk memberi pengertian bahwa perempuan juga perlu bersekolah," kata pemuda berusia 22 tahun ini.

Untuk urusan satu ini, Papua Future Project banyak mengunjungi rumah warga untuk memberikan orang tua pemahaman tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam urusan pendidikan, sekaligus juga mengedukasi orang tua tentang dampak buruk pernikahan dini. Tidak mudah memang mengubah adat dan pemikiran yang terlanjur sudah mendarah daging, namun hal itu harus tetap dilakukan demi kebaikan anak-anak sendiri.

5. Rintangan bukan halangan untuk mengubah harapan jadi kenyataan

Perjalanan Bhrisco Jordy dan pengajar di Papua Future Project menuju Pulau Mansinam. (dok. Papua Future Project)

Mendirikan Papua Future Project dan memastikan organisasi ini tetap berjalan bukanlah hal yang mudah, Jordy tahu betul akan hal itu. Di awal pendiriannya, Jordy harus bekerja di cafe sebagai barista selama 3 bulan untuk mengumpulkan dana yang mereka butuhkan. Papua Future Project berhasil berdiri, apakah rintangannya lantas berhenti? Jawabannya tidak, yang ada justru semakin banyak.

Selain minimnya fasilitas dan benturan dengan adat yang ada, salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi Jordy adalah ketersediaan tenaga pengajar. Harus diakui, hanya sedikit anak muda yang mau mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk mendidik anak-anak di ujung negeri. Belum lagi biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh Papua Future Project juga tidak sedikit. 

Untuk sewa perahu menuju pulau misalnya, biayanya sekitar Rp250.000. Kadang, mereka mereka juga membutuhkan buku atau peralatan mengajar baru yang dikirim dari luar pulau, dan itu membutuhkan biaya yang cukup besar. 

Namun rintangan yang muncul tidak lantas menyurutkan langkah Jordy dan kawan-kawannya di Papua Future Project. Ke depannya, Jordy berharap apa yang dia lakukan bersama teman saat ini bisa menciptakan perubahan pada Pulau Mansinam. Ia juga berharap organisasi yang dibentuknya bisa mendapat perhatian pemerintah, pasalnya selama 2 tahun ini, apa yang dikerjakan semuanya serba mandiri tanpa ada kontribusi apapun dari pemerintah.

Banyak orang berpikir, pendidikan anak-anak di Indonesia adalah tanggung jawab pemerintah. Namun Kita Satu Indonesia dan pendidikan di negara ini jelas juga menjadi tanggung jawab kita semua. Tersenyumlah Indonesia, karena di masa seperti sekarang, masih banyak anak-anak muda yang peduli dengan masa depan negeri ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siti Marliah
EditorSiti Marliah
Follow Us