Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Cara Mengurangi Tekanan Psikis Pasca Perceraian

ilustrasi perempuan terpuruk (pexels.com/Meruyert Gonullu)

Ketika pilihan yang ada tinggal menyisakan perceraian dan kamu serta pasangan sepakat melakukannya, apakah ini berarti permasalahan telah selesai? Bahkan bila kalian tak meributkan harta gono-gini atau hak asuh anak, kamu mungkin akan menghadapi tekanan luar biasa dari orang-orang di sekitarmu.

Terutama, bila kamu berada di lingkungan yang tak bisa menoleransi perceraian dan kurang menghargai privasi orang. Perceraian kalian dapat menjadi buah bibir sepanjang masa. 

Ini permasalahan yang serius. Kamu masih dalam kondisi yang lelah dan rapuh setelah menghadapi kemelut rumah tangga. Jangan sampai kamu hancur dua kali. Pikirkanlah enam hal ini agar kamu merasa lebih baik.

1. Ingat bahwa ini juga bukan cita-citamu

ilustrasi pria sendirian (pexels.com/Olha Ruskykh)

Artinya, kamu tidak mengawali pernikahan dengan niat yang buruk. Sama seperti semua pasangan lain, kamu juga ingin pernikahan yang bahagia sampai maut menjemput.

Akan tetapi, inilah kenyataannya. Rencana-rencana indah itu tak berjalan seperti seharusnya, bahkan menyimpang terlalu jauh. Kamu juga tidak tinggal diam dan tahu-tahu minta cerai, kan?

Baik kamu maupun pasanganmu telah mencoba berbagai cara agar perceraian tak perlu terjadi. Namun, semuanya gagal dan kalian tak dapat lagi mengelak dari pilihan terpahit ini.

2. Jika terjadi KDRT, kamu memang wajib memprioritaskan keselamatan diri dan anak

ilustrasi perempuan di jendela (pexels.com/Mikhail Nilov)

Kamu yang paling tahu permasalahan dalam rumah tanggamu. Kalaupun kamu menceritakan persoalan itu pada orang lain, mereka belum tentu mau percaya. Bisa-bisa malah menuduhmu yang tidak-tidak.

Bahkan kasus penelantaran atau KDRT terhadap dirimu dan anak-anak pun barangkali hanya akan ditanggapi dengan, "Ah, itu sih, biasa dalam rumah tangga. Kamu yang sabar saja. Suatu saat pasanganmu mungkin bakal berubah."

Sepertinya ini omong kosong. Sebab, kamu tidak boleh membiarkan peristiwa fatal menimpa dirimu maupun anak-anakmu. Terserah apa kata orang, tetapi keselamatan kalianlah yang utama.

3. Jauhi dulu orang-orang yang mudah menghakimi keputusanmu

ilustrasi perempuan dan masalah (pexels.com/cottonbro)

Bahkan bila itu bagian dari keluarga besarmu sendiri atau teman-temanmu. Kamu benar-benar harus menjaga kesehatan mentalmu. Setelah berbagai persoalan yang berat dalam perkawinan, kamu tidak membutuhkan orang-orang yang cuma bisa nge-judge.

Sampai kapan kamu perlu menjauhi mereka? Lihat-lihat kondisinya. Bagus jika tak lama kemudian mereka bosan mengomentari keputusanmu bercerai.

Namun, kalau mereka terus saja begitu dan kamu tidak mungkin pindah ke tempat yang jauh, mau tidak mau kamu harus belajar bersikap masa bodoh. Kamu tidak perlu berusaha menjelaskan apa pun pada mereka. Toh, suka dan duka dalam pernikahan itu kamu yang merasakannya.

4. Cari dukungan dari keluarga atau psikolog

ilustrasi pria bersedih (pexels.com/Tony Schnagl)

Sekalipun rasanya kamu enggan untuk bertemu orang-orang dan mengkhawatirkan sikap mereka, besar kemungkinan kamu membutuhkan dukungan dari orang lain. Kamu tidak dapat melewati badai sebesar ini seorang diri.

Sangatlah wajar apabila kamu ingin berada di tengah keluargamu dulu. Namun ingat, pastikan keluargamu tak suka menghakimi seperti dalam poin sebelumnya. Bila mereka justru membuatmu makin tertekan, mencari dukungan dari sahabat atau psikolog lebih disarankan.

5. Ingat bahwa kamu juga perlu bangkit untuk diri sendiri dan anak

ilustrasi perempuan memegang minuman (pexels.com/Vlada Karpovich)

Pada akhirnya, kamu harus melawan berbagai tekanan yang dapat menghancurkan mentalmu. Kamu perlu membuat gebrakan agar bisa melanjutkan kehidupanmu.  

Selain untuk diri sendiri, apabila kamu juga harus menjadi orangtua tunggal, anakmu amat bergantung padamu. Dia tidak berdaya kalau kamu lemah. Dia akan merasa lebih baik jika kamu menunjukkan kemampuan untuk survive dalam kondisi yang berat ini.

Tolong jangan jadikan anak sebagai beban tambahan dalam kehidupanmu, ya. Jadikanlah dirinya motivasi terbesarmu untuk terus melangkah. Kalian bakal menjadi tim yang solid, saling menguatkan sepanjang jalan.

6. Jalin hubungan baik dengan mantan agar kompak menghadapi tekanan dari luar

ilustrasi mengobrol santai (pexels.com/cottonbro)

Tidak semua perceraian berujung pada hubungan yang amat buruk di antara mantan pasangan. Hanya saja di awal menjadi single lagi, kalian barangkali sama-sama canggung untuk kembali saling menghubungi. 

Namun seiring waktu, ambillah inisiatif untuk melakukannya atau terimalah niat baiknya buat menjalin tali silaturahmi. Bagaimanapun, kalian memang perlu menjaga hubungan demi anak-anak.

Baiknya hubungan kalian akan menjadi benteng yang kukuh untuk melindungi anak dari luka psikis akibat berbagai ucapan buruk orang atas perceraian orangtuanya. Tidak cocok sebagai suami istri, bukan berarti tak bisa menjadi teman, kan?

Di samping enam hal di atas, jangan lupa untuk makin mendekatkan diri pada Tuhan, ya! Semoga kamu berhasil melalui semuanya dengan baik dan makin bahagia dengan lembaran baru dalam kehidupanmu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us