4 Alasan Wacana Presiden 3 Periode Sulit Diwujudkan Versi Wiranto

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Wiranto, menjelaskan wacana penambahan periode jabatan presiden bakal sulit diwujudkan. Sebab, bila wacana itu diwujudkan, maka harus melakukan amandemen terhadap UUD 1945.
"Karena persyaratannya berat sekali. Di dalam persyaratan yang saya baca, (amandemen) itu harus merupakan kehendak masyarakat Indonesia yang direpresentasikan majority MPR. Jadi, suara mayoritas di MPR harus setuju bahwa UUD 1945 diamandemen, khususnya di bagian jabatan presiden," kata Wiranto usai menemui perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara di Istana dan dikutip dari YouTube pada Sabtu, (9/4/2022).
Mantan Panglima TNI itu meyakini wacana tersebut sulit direalisasikan, karena untuk mengumpulkan suara mayoritas yang setuju UUD 1945 diamandemen, harus datang dari DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Di DPR sendiri dari sembilan partai politik, hanya tiga parpol yang setuju (masa jabatan presiden ditambah). Sisa enam partai politik tidak setuju. Lalu, ini dibawa ke MPR, maka harus menarik suara juga dari DPD," katanya.
"Jadi, mana mungkin terjadi perubahan UUD 1945," lanjut Wiranto.
Oleh sebab itu, ia mengajak mahasiswa yang ingin berunjuk rasa menyampaikan aspirasinya pada 11 April 2022 untuk dipikirkan kembali. Apalagi, tuntutan yang hendak disampaikan masih berupa wacana.
Usai Wiranto berdialog dengan kelompok yang menamakan diri BEM Nusantara, mereka pun memutuskan urung berdemonstrasi pada Senin pekan depan. Lalu, bagaimana dengan kelompok mahasiswa lainnya?
1. Wiranto klaim tidak ada aktivitas di DPR dan MPR untuk menunda pemilu

Lebih lanjut, Wiranto mengklaim hingga saat ini tidak ada aktivitas di DPR dan MPR yang mengisyaratkan untuk menunda pemilu 2024.
"Jadi, sama sekali gak ada untuk menunda pemilu," ujar Wiranto.
Alasan ketiga yang menyebabkan wacana penambahan masa jabatan presiden sulit terwujud yakni pemerintah diklaim sedang sibuk melakukan pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, pemerintah juga masih fokus untuk memitigasi lonjakan kasus COVID-19.
"Jadi, sama sekali tidak ada pembahasan perpanjangan (masa jabatan presiden) atau menambah periode jabatan," katanya menegaskan.
Alasan keempat, menurut Wiranto, Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah merespons dan menolak untuk maju kembali jadi capres pada pemilu 2024. Ia mengutip kembali pernyataan Jokowi pada 2019 lalu bahwa yang mendorongnya maju kembali di pemilu sama saja ingin menampar wajahnya.
"Presiden kan ketika itu juga bilang bahwa sikap itu sama saja ingin cari muka dan menghancurkan saya. Presiden juga pernah bilang tidak tertarik terkait perpanjangan masa jabatan presiden," ujar .
Sementara, kata Wiranto, ketika berembus kencang wacana untuk menunda pemilu 2024, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan akan menaati perintah konstitusi. Bahkan, Jokowi juga sudah melarang para menterinya tak berbicara soal isu penundaan pemilu 2024.
"Artinya, dari empat argumen itu, wacana tersebut hanya akan berhenti sekadar wacana saja. Lalu, mengapa kita masih meributkan soal itu?" kata Wiranto yang mempertanyakan aksi yang akan dilakukan mahasiswa.
2. Instruksi Presiden Jokowi soal jabatan 3 periode kurang nendang

Lebih lanjut, menurut Wiranto di dalam UU, tidak keliru bila ada individu yang mewacanakan untuk menambah masa jabatan presiden. Berwacana, kata dia, adalah Hak Asasi Manusia (HAM).
"Tidak seorang pun bisa melarang orang berwacana. Kecuali berwacana untuk berbuat tindak kejahatan atau berwacana untuk menimbulkan kekacauan di masyarakat," kata pria berusia 75 tahun itu.
Namun, yang menjadi permasalahan, yang kerap melempar wacana untuk menambah masa jabatan presiden justru datang dari orang dekat Jokowi sendiri. Salah satunya adalah Menteri Koordinator bidang kemaritiman dan investasi, Luhut Pandjaitan. Ia bahkan mengklaim ada 110 juta orang di dunia maya yang ingin agar Jokowi kembali menjabat jadi RI 1.
Maka, dalam pandangan Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, teguran Jokowi yang disampaikan pada 5 April 2022 lalu kurang greget. Sebab, teguran itu dinilai sekadar ingin meredam kemarahan publik lantaran wacana penundaan pemilui 2024 dan penambahan masa jabatan presiden terus digaungkan.
Adi menilai publik kesal karena sejumlah elite justru masih memikirkan tentang melanggengkan kekuasaan di saat masyarakat menderita akibat kenaikan harga-harga bahan pokok. Alhasil, tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi menurun dalam satu bulan terakhir. Maka, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengeluarkan instruksi ketika menggelar rapat sidang paripurna.
"Tapi, kalimat perintahnya itu kurang nendang karena tanpa dibarengi dengan dua pernyataan tegas dari presiden. Pertama, harus menyatakan secara terbuka tidak mau lagi maju di pemilu 2024 dan menolak penundaan pemilu. Kedua, akan memecat menteri yang masih terus mengampanyekan penundaan pemilu," ujar Adi ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada 7 April 2022 lalu.
3. BEM Seluruh Indonesia tetap bakal geruduk Istana pada 11 April 2022

Sementara, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia mengatakan, bakal tetap turun ke jalan untuk berunjuk rasa pada 11 April 2022 di depan Istana Negara. Hal itu lantaran Presiden Jokowi dianggap tidak juga menyampaikan pernyataan yang menolak untuk maju lagi dalam Pemilu 2024.
"Kami akan tetap menggelar aksi pada 11 April 2022. Harapannya, aspirasi kami bisa disampaikan di depan Istana Negara," ungkap Koordinator Pusat BEM SI Kaharuddin HSN DM, ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, 8 April 2022 lalu.
Ia menyebut, saat ini sedang dilakukan konsolidasi untuk merencanakan aksi pada Senin mendatang. Kahar menargetkan, dalam aksi unjuk rasa 11 April nanti bakal diikuti sekitar 1.000 mahasiswa. Ia menyadari dalam aksi pada Senin esok tidak hanya akan diikuti oleh BEM SI, tetapi ada pula aliansi mahasiswa lain dan kelompok masyarakat lainnya.
"Nah, itu kami tidak tahu apakah itu benar-benar murni aliansi yang menuntut demi kepentingan rakyat, atau itu disusupkan oleh penguasa untuk memecah belah aksi kami," katanya.
Dalam aksi unjuk rasa nanti, BEM SI akan mencari strategi bagaimana enam tuntutan mereka dapat didengar pihak Istana tanpa harus dihalau aparat keamanan.
Keenam tuntutan BEM SI itu yakni pertama, meminta Jokowi bersikap tegas soal wacana penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode. Menurut mereka, wacana itu sangat jelas mengkhianati konstitusi negara.
Kedua, meminta agar Jokowi menunda dan mengkaji ulang UU IKN. Ketiga, BEM SI mendesak Jokowi untuk menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan bahan pokok di masyarakat.
Sementara tuntutan keempat, BEM SI mendesak Jokowi mengusut tuntas para mafia minyak goreng dan mengevaluasi kinerja menteri terkait. Kelima, BEM SI mendesak untuk menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Indonesia.
Keenam, menuntut Jokowi untuk berkomitmen penuh menuntaskan janji-janji kampanye di sisa masa jabatannya.
"Hati-hati, ini akan menjadi gelombang (aksi) pertama untuk gelombang-gelombang (unjuk rasa) berikutnya. Apalagi bila pemerintah terus membuat kebijakan nyeleneh. Jadi, kami tetap dengan enam tuntutan kami tersebut," tutur Kahar.