Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

9 PATI Polri Capim KPK Ternyata Tak Patuh Lapor LHKPN

Ilustrasi Gedung Mabes Polri (polri.go.id)

Jakarta, IDN Times - Sembilan perwira tinggi Polri akhirnya mengantongi restu dari Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian untuk mendaftar menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023. Sayangnya, dari segi rekam jejak, tidak semua dari mereka patuh dalam melaporkan harta kekayaannya. 

Berdasarkan data dari KPK, dari 9 Pati tersebut, baru 2 orang yang melaporkan harta kekayaan terbaru periode 2018 lalu. Sisanya, melapor pada tahun 2017, 2015, 2011 dan lebih lampau dari itu. 

Nampak terlihat instruksi dari Kapolri agar rutin melaporkan harta kekayaan tak diikuti. Namun, menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah institusi tempatnya bekerja percaya upaya pencegahan korupsi termasuk dengan melaporkan harta kekayaan secara rutin. Apalagi aturan pelaporan harta kekayaan itu sudah tercantum di dalam Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2017. 

"Kami pandang ini adalah salah satu bentuk komitmen kelembagaan dari aspek regulasi. Salah satu ruang lingkupnya yakni pengaturan soal kewajiban melaporkan LHKPN secara periodik setiap tahun paling lambat pada tanggal 31 Maret di tahun berikutnya. Hal itu tercantum di pasal 9," kata Febri melalui keterangan tertulis pada Selasa (2/7). 

Lalu, siapa saja personel Polri dari 9 Pati itu yang tak patuh dalam melaporkan harta kekayaan ke KPK?

1. Baru tiga perwira tinggi yang memperbarui harta kekayaannya

(Ruang Pelaporan LHKPN di KPK) ANTARA FOTO

Dilihat dari data yang dirilis oleh lembaga antirasuah, baru tiga perwira tinggi yang melaporkan harta kekayaannya. Mereka adalah Wakabareskrim Polri, Irjen (Pol) Antam Novambar, Pati Polri penugasan di BSSN Irjen (Pol) Dharma Pongrekum dan Widyaiswara Utama Sespim Lemdiklat Polri, Irjen (Pol) Coki Manurung.

Bahkan, Antam dan Dharma terlambat melaporkan harta kekayaan untuk periode 2018. Saat tenggat waktu 31 Maret lalu, mereka baru menyerahkan laporan harta kekayaan di bulan Juli dan Mei. 

Sementara, Coki belum melaporkan harta kekayaan untuk periode 2018. Terakhir ia melaporkan harta kekayaan untuk periode 2017 pada April 2018 lalu. 

Perwira tinggi lainnya tercatat melapor pada 2017, 2015, 2014, dan 2007 lalu. 

2. Irjen (Pol) Dharma Pongrekum tercatat yang paling kaya dibandingkan 9 perwira tinggi lainnya

(Ilustrasi harta kekayaan) IDN Times/Sukma Sakti

Dari data yang dirilis oleh KPK, Irjen (Pol) Dharma Pongrekum terlihat yang paling kaya dibandingkan 8 perwira tinggi Polri lainnya. Berdasarkan laporan harta kekayaan terbaru periode 2018, ia memiliki harta sebanyak Rp9,7 miliar. Sedangkan, menyusul di bawahnya adalah Irjen (Pol) Antam Novambar yang memiliki harta Rp6,6 miliar. Di posisi ketiga ada Irjen (Pol) Coki Manurung yang memiliki harta senilai Rp4,8 miliar. 

Sementara, yang paling sedikit harta kekayaannya adalah Brigjen (Pol) Agung Makbul yang duduk sebagai Karosunsulhukum Divkum Polri. Total hartanya mencapai Rp993,3 juta. Berikut rincian data lengkap yang dimiliki oleh KPK: 

  1. Dharma Pongrekum: Rp9,7 miliar (pelaporan periode 2018)
  2. Antam Novambar: Rp6,6 miliar (pelaporan periode 2018)
  3. Coki Manurung: Rp4,8 miliar (pelaporan periode 2017)
  4. Bambang Sri Herwanto: Rp3,2 miliar (pelaporan periode 2014)
  5. Sri Handayani: Rp1,4 miliar (pelaporan periode 2006)
  6. Muhammad Iswandi Hari: Rp1,2 miliar (pelaporan periode 2014)
  7. Abdul Gofur: Rp1,1 miliar (pelaporan periode 2016)
  8. Juansih: Rp1.008.613.000 (pelaporan periode 2006)
  9. Agung Makbul: Rp993 juta (pelaporan periode 2013)

3. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai aneh PATI yang diajukan menjadi capim KPK malah tak patuh melaporkan harta kekayaan

(Ilustrasi pengisian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) elhkpn.kpk.go.id

Sementara, menurut peneliti dari organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, sebenarnya kewajiban bagi personel polisi melaporkan harta kekayaan merupakan bagian dari janji Tito Karnavian ketika pada 2016 lalu dilantik sebagai Kapolri. Tujuannya, untuk mencegah budaya koruptif di tubuh Polri. Akhirnya keluarlah Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2017 tentang penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Polri. 

"Namun, aturan itu belum dijalankan secara maksimal oleh Polri," ujar Kurnia melalui keterangan tertulis pada Selasa (2/7). 

Apabila merujuk ke data pada situs daring elhkpn.kpk.go.id selama tahun 2017-2018, ada sebanyak 29.526 personel Polri yang wajib melaporkan harta kekayaan. Anggota kepolisian itu tersebar di 35 kantor di seluruh Indonesia. 

"Akan tetapi masih ada 12.779 orang atau sekitar 43 persen anggota Polri yang LHKPN nya tidak ditemukan di situs daring yang dimiliki oleh KPK," kata dia lagi. 

Sementara, khusus 9 Pati yang hendak mendaftar jadi pimpinan KPK, tidak ditemukan juga laporan harta kekayaannya di situs elhkpn.go.id periode 2017-2018. 

"Selain Irjen (Pol) Antam Novambar dan Irjen (Pol) Dharma Pongrekum, tujuh orang lainnya tidak ditemukan data harta kekayaannya dalam situs khusus untuk menelusuri harta kekayannya," tutur dia. 

Oleh sebab itu, menurut koalisi masyarakat sipil antikorupsi merasa aneh Kapolri malah mendorong Pati yang integritasnya pun diragukan. Hal itu terbukti dari tidak tertibnya mereka melaporkan harta kekayaan. 

4. Mabes Polri membantah perwira tinggi yang ikut seleksi capim KPK belum melaporkan harta kekayaan

IDN Times/Axel Jo Harianja

Sementara, ketika dikonfirmasi kepada Mabes Polri, Kabiro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo membantah data tersebut. Ia menegaskan semua Pati pasti pernah menyerahkan data harta kekayaan. 

"Semuanya sudah (menyerahkan data harta kekayaan). Enggak mungkin (belum menyerahkan). Seluruh pati minimal pernah menyampaikan LHKPN," kata Dedi di Mabes Polri pada Selasa (2/7). 

Namun, Dedi tidak bisa memastikan apakah laporan harta kekayaan yang diserahkan ke KPK periode 2017-2018. Kendati begitu, Dedi mengakui laporan harta kekayaan menjadi salah satu syarat bagi personel Polri apabila ingin mengemban tugas di lembaga atau kementerian lain, termasuk di KPK. Apabila data tersebut tak ada maka mereka tidak bisa ke proses seleksi selanjutnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us