Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Legislator Gerindra Sebut Kasus JK Jadi Alarm Berantas Mafia Tanah

Azis Subekti
Anggota Komisi II DPR Fraksi Gerindra sekaligus Anggota Pansus Penyelesaian Konflik Agraria DPR, Azis Subekti (dok. Istimewa)
Intinya sih...
  • Diduga libatkan oknum internal lembaga pertanahan di masa lalu
  • Kasus JK bukti paradoks penguasaan tanah Indonesia
  • Harus jadi pembenahan total keterbukaan administrasi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Sengketa tanah 16,4 hektare yang menjerat nama Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) dinilai kembali membuka borok lama tata kelola pertanahan di Indonesia.

Anggota Komisi II DPR Fraksi Gerindra sekaligus anggota Pansus Penyelesaian Konflik Agraria DPR, Azis Subekti, menilai kasus ini hanya satu dari banyak potret kelam maladministrasi pertanahan yang selama bertahun-tahun dibiarkan menganga.

Menurut Azis, fakta bahwa seorang tokoh nasional sekaliber JK dapat menjadi korban sertifikat ganda, menunjukkan betapa rentannya sistem pertanahan Indonesia.

“Kalau seorang mantan Wakil Presiden saja bisa menjadi korban salah kelola administrasi pertanahan, apalagi rakyat kecil yang tidak punya akses kuasa dan jaringan,” kata dia dalam keterangannya, Jumat (14/11/2025).

1. Diduga libatkan oknum internal lembaga pertanahan di masa lalu

Jusuf Kalla
Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK) (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Azis menegaskan, ramainya isu mafia tanah bukan sekadar pemberitaan media, tetapi masalah struktural yang diduga melibatkan oknum-oknum internal lembaga pertanahan di masa lalu. Tumpang tindih data, kurangnya transparansi, hingga praktik percaloan menjadi sumber ketidakpastian hukum sekaligus penyebab hilangnya kepercayaan publik terhadap negara.

Ia mengingatkan pesan lama Presiden RI, Prabowo Subianto tentang paradoks Indonesia sebagai negeri yang luas tetapi penguasaan tanahnya timpang. Dalam Asta Cita, reforma agraria ditempatkan sebagai prioritas untuk mengembalikan tanah sebagai ruang hidup rakyat, bukan sekadar aset ekonomi.

Kasus yang menimpa Jusuf Kalla, ungkap Azis, merupakan produk administrasi lama BPN, bukan kejadian tunggal. Data nasional pada 2024 mencatat 11.083 sengketa tanah, 506 konflik, dan lebih dari 24 ribu perkara pertanahan. Pada 2025 pun belum membaik: hingga Oktober, ada 6.015 laporan dan baru separuhnya terselesaikan.

“Artinya, lebih dari separuh masalah pertanahan masih menggantung dan berpotensi menjadi sumber ketidakpastian hukum maupun konflik sosial di masa depan,” katanya.

Azis menyebut, yang paling memprihatinkan adalah posisi rakyat kecil. Sepanjang 2024, terdapat lebih dari 2.161 kasus pertanahan yang menjerat masyarakat akar rumput serta 295 konflik agraria di berbagai wilayah.

“Jika seorang tokoh nasional saja bisa menjadi korban, dapat dibayangkan berapa banyak masyarakat biasa yang selama ini memilih diam karena tidak tahu cara mengadu atau merasa tidak punya kekuatan melawan,” ujarnya.

2. Harus jadi pembenahan total keterbukaan administrasi

Jusuf Kalla
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla di kediamannya di Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025). (IDN Times/Aryodamar)

Azis menilai kasus yang menimpa JK di Makassar harus menjadi momentum pembenahan total keterbukaan administrasi dan sistem pemberian hak atas tanah, dari hulu hingga hilir.

Ia mendesak Kementerian ATR/BPN membuka ruang lebih luas bagi masyarakat kecil untuk melaporkan dugaan penyimpangan serta memperkuat transparansi layanan.

“Tidak boleh lagi ada ruang abu-abu yang memungkinkan terjadinya sertifikat ganda, manipulasi data, maupun praktek percaloan yang merugikan warga negara,” tegasnya.

3. Gerindra dukung berantas oknum mafia tanah

Masalah pertanahan
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid. (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Partai Gerindra, kata Azis, mendukung penuh langkah tegas Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid dalam membersihkan institusi dari oknum yang bermain di urusan tanah. Digitalisasi data, pengawasan ketat, dan akses informasi yang mudah bagi publik menjadi kunci membangun kembali kepercayaan rakyat.

“Kasus yang menimpa Pak Jusuf Kalla harus menjadi titik balik. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah. Tanah di Indonesia harus kembali pada fungsi mulianya: memberi kepastian hidup yang adil bagi seluruh rakyat, dari tokoh bangsa hingga rakyat paling kecil sekalipun,” imbuh Azis.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in News

See More

Pakar: Penugasan Polisi Aktif di Sipil Tetap Sah Selama Sesuai UU ASN

15 Nov 2025, 07:00 WIBNews