KPK Kecam Korupsi Proyek Pengadaan Air Minum di Palu

Padahal, Palu baru saja digoyang tsunami dan gempa bumi

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kecam praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terhadap proyek pengadaan air di wilayah bekas terdampak bencana yakni Donggala, Palu. Area itu luluh lantak akibat dihantam gelombang tsunami pada September lalu. 

Praktik korupsi dilakukan oleh pejabat Kementerian PUPR dengan meminta fee kepada dua perusahaan pemenang lelang untuk pengadaan air minum di wilayah Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Nominal fee yang diminta mencapai 10 persen dari setiap proyek yang dikerjakan. 

"KPK mengecam keras dan sangat prihatin karena dugaan suap ini salah satunya terkait proyek pembangunan sistem penyediaan air minum di daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah yang baru saja terkena bencana tsunami September lalu," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang ketika memberikan keterangan pers pada Minggu dini hari (30/12) di gedung KPK. 

Dari dari 22 orang yang diamankan saat dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kementerian PUPR, KPK hanya menetapkan 8 orang sebagai tersangka yakni Anggiat Partunggal Nahot Simaremare (Kepala Satuan Kerja Sistem Pengadaan Air Minum Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen) SPAM Lampung, Meina Waro Kustinah (PPK SPAM Katulampa), Teuku Moch Nazar (Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat), dan Donny Sofyan Arifin (PPK SPAM Toba 1). Sementara, empat tersangka lainnya berasal dari pihak swasta. Keempatnya yakni Budi Suharto (Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo), Lily Sundarsih (Direktur PT Wijaya Kusuma Emindo), Irene Irma (Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa) dan Yuliana Enganita Dibaya (Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa). 

Lalu, berapa nominal fee yang diterima oleh pejabat Kementerian PUPR itu?

1. Fee untuk proyek pengadaan pipa di Palu mencapai Rp2,9 miliar

KPK Kecam Korupsi Proyek Pengadaan Air Minum di Palu(Ilustrasi pemberian uang suap) IDN Times/Sukma Shakti

Data yang dimiliki oleh KPK, fee yang harus diserahkan oleh dua perusahaan pemenang lelang yakni PT Tashida Sejahtera Perkasa dan PT Wijaya Kusuma Emindo untuk proyek pengadaan air minum di Palu mencapai Rp2,9 miliar. Nominal itu berdasarkan kesepakatan kedua pihak lantaran saat lelang sudah diatur agar kedua perusahaan tersebut yang keluar sebagai pemenang. 

Selain proyek pengadaan air minum di Palu, fee itu sudah mencakup proyek lain yakni pengadaan pipa HDPE di Bekasi. Fee Rp2,9 miliar diterima oleh Teuku Moch Nazar (Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat). 

Sementara, detail fee untuk proyek lainnya yakni: 

A. Anggiat Partunggal Nahot Simaremare

  • Rp350 juta dan US$5.000 untuk pembangunan SPAM Lampung
  • Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan Jawa Timur

B. Meina Woro Kustinah 

Rp1,42 miliar dan SGD$22.100 untuk pembangunan SPAM Katulampa

C. Donny Sofyan Arifin

Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1

Menurut informasi dari Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, proyek penyediaan air minum itu masuk ke tahun anggaran 2017-2019.  

Baca Juga: KPK Tetapkan 8 Tersangka OTT, Termasuk 4 Pejabat Kementerian PUPR

2. Lelang sudah diatur oleh pihak Kementerian PUPR agar dua perusahaan yang mendapatkan proyek

KPK Kecam Korupsi Proyek Pengadaan Air Minum di Palu(Penyidik menunjukkan barang bukti OTT Kementerian PUPR) IDN Times/Amelinda Zaneta

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan proses lelang diatur sedemikian rupa supaya dimenangkan oleh PT Wijaya Kusuma Emindo dan PT Tashida Sejahtera Perkasa. Padahal, pemilik dari dua perusahaan itu adalah orang yang sama. 

"PT WKE (Wijaya Kusuma Emindo) diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar, sedangkan PT TSP (Tashida Sejahtera Perkasa) diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp50 miliar," kata pria yang sempat bekerja sebagai staf ahli di Badan Intelijen Negara (BIN) itu. 

Pada tahun anggaran 2017-2018, kedua perusahaan itu memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Proyek terbesar, kata Saut, adalah pembangunan SPAM di kota Bandar Lampung dengan nilai mencapai Rp210 miliar. 

3. KPK menemukan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp3,8 miliar

KPK Kecam Korupsi Proyek Pengadaan Air Minum di Palu(Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Plt Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati) IDN Times/Amelinda Zaneta

Di dalam OTT tersebut, penyidik KPK menemukan barang bukti berupa uang tunai mencapai total sekitar Rp3,8 miliar. Uang tersebut ditemukan dengan rincian Rp3,3 miliar, SGD$23.100, dan US$3.200. 

Juru bicara KPK, Febri Diansyah menyebut sebagian uang barang bukti itu ditemukan di dalam kardus. Nominal uang di dalam kardus mencapai sekitar Rp1,8 miliar. 

"Ada pula uang sekitar Rp700 juta yang ditemukan di rumah pejabat lain Kementerian PUPR," kata Febri kepada IDN Times pada Minggu dini hari. 

4. Empat pejabat Kementerian PUPR terancam pidana penjara 20 tahun

KPK Kecam Korupsi Proyek Pengadaan Air Minum di PaluIDN Times/Sukma Shakti

Atas perbuatan empat pejabat Kementerian PUPR itu, maka penyidik KPK mengenakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b UU nomor 20 tahun 2001 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Merujuk ke pasal itu maka tertulis dengan jelas bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara dilarang menerima hadiah atau janji untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. 

Ancaman hukuman yang tertera di pasal itu yakni pidana penjara 4-20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar. 

5. Empat tersangka dari pihak swasta pemberi suap terancam pidana penjara maksimal 5 tahun

KPK Kecam Korupsi Proyek Pengadaan Air Minum di PaluIDN times/Sukma Shakti

Sementara, empat tersangka pemberi suap disangkakan dengan pasal 5 ayat (1) huruf a pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Merujuk ke pasal itu maka tertera dengan jelas pelaku dipidana karena telah menjanjikan atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri agar berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. 

Ancaman pidana penjara yang dihadapi yakni maksimal 5 tahun. Selain itu, ada pula denda yang dapat dikenakan yakni Rp50 juta - Rp250 juta. 

Baca Juga: OTT Ke-30, KPK Ciduk Pejabat di Kementerian PUPR

Topik:

Berita Terkini Lainnya