Anies: Mencoblos karena Paksaan dan Imbalan Bisa Rusak Demokrasi

Jakarta, IDN Times - Capres nomor urut satu, Anies Baswedan mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia harus terus dijaga secara konsisten. Tujuannya, agar pemimpin yang terpilih sesuai dengan aspirasi masyarakat.
"Kita semua harus sadar bahwa demokrasi ini tidak bisa taken for granted. Apa sih maksudnya taken for granted itu? Maksudnya, demokrasi akan otomatis berjalan dengan baik. Demokrasi itu baru bisa berjalan dengan baik kalau kita terus menerus mengusahakan dan menjaganya karena demokrasi cerminan kita semua," ujar Anies dalam video dengan judul Live Tiktok Bareng Mikail, Minggu, 18 Februari 2024, yang diunggah pada akunnya di YouTube, dikutip Senin (19/2/2024).
Ini merupakan momen pertama Anies kembali live di platform TikTok sejak 10 Februari 2024 lalu. Kali terakhir Anies live TikTok sebelum memasuki masa tenang pemilu.
Ia pun mengucapkan terima kasih kepada anak-anak muda yang sudah ikut serta dalam proses berdemokrasi. Dalam kesempatan itu, Anies mengajak putra keduanya, Mikail Azizi Baswedan.
Selama proses kampanye, Mikail bersama sejumlah pemuda ikut terlibat membuat gerakan bernama Ubah Bareng. Komunitas itu yang menggagas metode kampanye baru yang diberi nama 'Desak Anies'.
Anies pun terlihat tenang saat live TikTok yang dilakukan pada Minggu malam kemarin. Meski, hitung cepat yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei menempatkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang sementara pemilu 2024.
1. Anies ingatkan dalam demokrasi hak pilih digunakan karena pilihan pribadi, bukan paksaan

Anies mengatakan bahwa dalam demokrasi, hak pilih masyarakat digunakan berdasarkan keinginan pribadi, bukan berdasarkan paksaan atau imbalan.
"Memilih itu kan bisa karena tiga hal. Mencoblos karena pilihan, mencoblos karena paksaan, dan dipicu imbalan," ujar dia.
"Bila dalam demokrasi ada yang mencoblos karena paksaan atau imbalan maka hal tersebut berbahaya. Itu bisa merusak (kualitas demokrasi)," imbuhnya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menyebut, biasanya mencoblos karena paksaan atau diiming-imingi imbalan tertentu terjadi sebelum hari pemungutan suara. Ia mengungkap sejumlah modus mencoblos karena paksaan.
"Misalnya, para kepala desa dikumpulkan. Lalu, kepala desa diberikan ancaman. 'Pak Kades, bila tidak memilih pasangan tertentu, nanti dana desanya diaudit.' Pak Kades lalu meminta ke seluruh rakyatnya dan warganya untuk memilih calon tertentu. Nah, itu salah!" ujarnya.
Menurut dia, para kepala desa bisa bebas memilih sesuai aspirasinya. Hal tersebut harus ditegakkan.
2. Anies dorong laporkan temuan intimidasi ke Bawaslu

Anies mendorong bila ada temuan terkait adanya paksaan atau pemberian imbalam dalam memilih, maka sebaiknya dilaporkan ke Bawaslu atau tim hukum Anies-Muhaimin (AMIN).
"Supaya bisa dikoreksi dan sistem diperbaiki terus menerus," ucap dia.
Anies pun menepis tujuan pelaporan dugaan kecurangan Pemilu 2024 bukan untuk mengubah hasil pemungutan suara, namun ingin pemilu yang jujur, adil dan transparan. Itu semua, kata Anies, berujung pada kualitas demokrasi di Indonesia membaik.
Ia menggaris bawahi pemilu itu berdampak terhadap orang-orang yang diberi kepercayaan untuk memimpin. Oleh sebab itu, rakyat memiliki kesempatan untuk menentukan arah tiap lima tahun sekali.
3. Mikail Baswedan ajak anak muda agar tidak kehilangan harapan

Sementara, putra kedua Anies, Mikail mengajak kaum muda agar tetap memperjuangkan demokrasi secara konsisten. Bukan sebelum dan pascapemilu saja.
"Perjuangan kita tidak di sini saja. Kita harus terus berjuang dan menjaga demokrasi di Indonesia karena kalau bukan kita (yang menjaga demokrasi) siapa lagi? So, get involved," ujar Mikail.
Ia pun yakin apapun yang diperjuangkan akan berbuah jawaban yang positif.
"Tapi, tidak bisa kita berharap besok tiba-tiba demokrasi sudah benar semua. Jangan sampai hilang harapan, teman-teman," kata dia.
Di sisi lain, Anies mengingatkan, di Indonesia ada momen, di mana warganya tidak memiliki kebebasan dalam menggunakan hak pilih. Partai politik yang bisa dipilih pun hanya tersedia tiga.
"Jadi, ketika itu pemilu seperti teater saja. Walaupun penghitungan suaranya benar, tapi sebelum pemilu sudah diarahkan," tutur Anies.