Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Antisipasi Penyakit Akibat Polusi Udara, DKI Siapkan 196 RS

Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta, IDN Times - Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta telah menyiapkan seluruh fasilitas kesehatan (faskes) untuk mengatasi dan mengantisipasi penyakit akibat buruknya kualitas udara.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengatakan, 44 puskesmas kecamatan, 196 puskesmas kelurahan, 31 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan 196 rumah sakit yang ada di Jakarta akan memberikan layanan 24 jam bagi warga.

1. Polusi udara bukanlah penyebab tunggal dampak gangguan kesehatan

ilustrasi melawan polusi udara (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
ilustrasi melawan polusi udara (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Meski demikian, gangguan kesehatan pada manusia disebabkan oleh multi faktor yang masing-masing berperan dan saling mempengaruhi.

"Seseorang yang menjadi sakit dipengaruhi oleh faktor Manusia (Host), Lingkungan (Environment) dan Agent (seperti bakteri/virus/jamur dan lain-lainnya) sehingga polusi udara bukanlah penyebab tunggal yang berdampak terhadap gangguan kesehatan masyarakat di Jakarta," ujarnya.

2. Penyakit yang ditimbulkan udara belum darurat

Ilustrasi protokol kesehatan(ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)
Ilustrasi protokol kesehatan(ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Ani mengungkapkan, penyakit yang ditimbulkan karena polusi udara belum termasuk kategori darurat. Hal itu disimpulkan salah satunya dengan melihat tren kasus penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang tidak mengalami kenaikan drastis.

“Data kesakitan terhadap penyakit yang berhubungan dengan kualitas udara tidak sehat, yaitu ISPA, pneumonia, asma, dan lainnya, secara umum saya bisa sampaikan, untuk tahun 2023, tren kesakitannya tidak berbeda dengan jumlah kasus sebelum pandemi,” ujar Ani.

3. Tren penyakit awal tahun tinggi

ilustrasi pencemaran udara (IDN Times/Nathan Manaloe)
ilustrasi pencemaran udara (IDN Times/Nathan Manaloe)

Dia menerangkan pada tahun 2020 dan 2021 saat terjadi pandemik COVID-19, angka kesakitan relatif turun. Tetapi pada 2023, tren angka kesakitannya masih relatif sama dibandingkan tahun 2018 dan 2019, sebelum pandemik. Dengan kata lain, angka kesakitan tidak mengalami perubahan signifikan, masih naik turun karena terpengaruh kondisi cuaca.

“Tren biasanya di awal tahun tinggi. Sekarang belum terlalu turun karena musim kemaraunya agak panjang. Karena perubahan iklim tersebut, pola penyakitnya agak berubah. Sejauh ini kita monitor terus jumlah dan pergerakan kasusnya masih relatif normal, tidak ada peningkatan signifikan,” papar Ani.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dini Suciatiningrum
Dwi Agustiar
Dini Suciatiningrum
EditorDini Suciatiningrum
Follow Us