Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Capres Perempuan Makin Diterima Publik, Peluang Puan Menang 2024?

Ketua DPR Puan Maharani menjajal jet tempur T-50i Golden Eagle di Halim Perdanakusuma pada Selasa, 5 Oktober 2021 (Dokumentasi tim media Puan Maharani)

Jakarta, IDN Times - Lembaga Survei KedaiKOPI merilis temuan tentang penerimaan publik terhadap Presiden perempuan yang mengalami peningkatan cukup signifikan, yakni dari 34,2 persen pada November 2021 menjadi 55,5 persen pada Agustus 2022.

Namun, penerimaan Presiden perempuan masih lebih rendah dibanding penerimaan publik terhadap anggota legislatif perempuan sebesar 76 persen, bupati/wali kota perempuan 70,8 persen, gubernur perempuan 68 persen, dan Wakil Presiden perempuan 64,7 persen.

1. Elektabilitas Puan Maharani makin kuat

Ketua DPR Puan Maharani (dok. Pribadi/Puan Maharani)

Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, memaparkan elektabilitas sejumlah capres perempuan. Hasilnya, Ketua DPR, Puan Maharani tampil dengan elektabilitas tertinggi bahkan mengalahkan Megawati Soekarnoputri; Menteri Sosial, Tri Rismaharini; Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, hingga Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Kunto mengatakan, dari hasil survei tersebut, tampak elektabilitas capres perempuan semakin menguat terutama untuk Puan Maharani. Selain itu, nama tokoh laki-laki seperti Ganjar Pranowo sebanyak 26 persen, Prabowo Subianto 18 persen, Anies Baswedan 14,5 persen, Ridwan Kamil 7,7 persen juga terdeteksi dalam survei ini.

"Ada nama Puan Maharani 9,6 persen, Megawati Soekarnoputri 0,7 persen, Susi Pudjiastuti 0,6 persen, Khofifah Indar Parawansa 0,6 persen, Tri Rismaharini 0,5 persen, dan Sri Mulyani 0,2 persen," ujar dia dalam program Polemik MNC Trijaya, Sabtu (3/9/2022).

"Ketika kami simulasikan lebih lanjut dengan pertanyaan tertutup 19 tokoh, nama-nama capres perempuan memiliki tren penguatan dengan Puan Maharani mendapatkan keterpilihan sebesar 11,3 persen, Susi Pudjiastuti 1,6 persen, Tri Rismaharini 1,4 persen, Khofifah Indar Parawansa 1,3 persen, dan Sri Mulyani Indrawati 0,6 persen," lanjut Kunto.

2. Mayoritas publik yakin Presiden perempuan mampu atasi masalah bangsa

ilustrasi capres dan cawapres (IDN Times/Aditya Pratama)

Kunto menuturkan, penerimaan publik terhadap Presiden perempuan semakin bertambah jika dihadapkan pada permasalahan konkret yang dihadapi bangsa.

Dia menilai, temuan tersebut menandakan perempuan dipersepsikan memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang merupakan salah satu kualitas penting sebagai pemimpin sebuah negara.

"Ketika ditanyakan tentang permasalahan utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, 62,4 persen responden yakin bahwa Presiden perempuan mampu mengatasi permasalahan tersebut," ujar dia.

Survei yang bertajuk 'Opini Publik Pada Pemimpin Perempuan' ini juga menanyakan kualitas karakter yang dimiliki pemimpin negara perempuan di dunia yang menurut UN Women lebih berhasil menangani COVID-19.

Responden mengatribusikan kompetensi 8,5 persen, teliti 7,5 persen, dan ulet atau telaten 7,2 persen sebagai kualitas yang dimiliki pemimpin perempuan dalam memimpin negaranya keluar dari krisis COVID-19.

Jika dibandingkan dengan jawaban mereka yang setuju pada kepemimpinan Presiden perempuan, karakter yang menonjol adalah tegas dan berwibawa 25,3 persen, kebijakan pro-rakyat 20,5 persen, dan bijaksana 17,6 persen.

"Dari temuan ini, publik percaya kualitas kepemimpinan dengan sifat feminim seperti teliti, telaten, dan ulet dipandang mampu mengatasi masalah yang konkret seperti COVID-19. Di lain sisi, ketika ditanya kepemimpinan yang abstrak, publik merujuk pada sifat maskulin seperti tegas atau bijaksana," kata Kunto.

Lebih lanjut, Kunto memaparkan temuan hasil surveinya, yakni mereka yang tidak setuju terhadap Presiden perempuan. Beberapa alasannya, laki-laki lebih kompeten (36,6 persen), menyalahi kodrat atau ajaran agama (25,2 persen), dan kurang tegas (13,9 persen).

Kelompok generasi Z dengan rentang usia 17-24 tahun lebih banyak yang setuju Presiden perempuan (62,3 perempuan) dibandingkan kelompok generasi milenial (53,5 persen), generasi X (53,7 persen), dan generasi boomers (53,7 persen).

"Kita temukan bahwa generasi yang lebih muda ternyata lebih terbuka pada gagasan kepemimpinan perempuan dibanding mereka yang lebih tua," ujar dia.

3. Mayoritas pilihan capres berubah

Ilustrasi kampanye (IDN Times/Galih Persiana)

Kunto menjelaskan, salah satu temuan penting dalam survei ini adalah 53,8 persen pemilih mengatakan bahwa pilihan Presiden mereka akan berubah.

"Dari mereka yang pilihannya akan berubah, 43,2 persen mengatakan akan mengubah pilihannya setelah penetapan capres dan cawapres, 22,4 persen setelah kampanye dimulai, 19,4 persen pada hari Pemilu dilaksanakan, dan 11,9 persen saat masa tenang kampanye," kata dia.

Menurut dia, tingginya kecenderungan perubahan pilihan itu disebabkan ketidakpastian capres-cawapres yang belum ditetapkan oleh partai maupun koalisi partai. Selain itu, terdapat tendensi untuk menunggu masa kampanye hingga hari tenang dalam mengumpulkan informasi tentang capres secara lebih serius.

"Angka keterpilihan ini masih dinamis dan masih terbuka peluang bagi tokoh-tokoh calon pemimpin bangsa untuk lebih mengarusutamakan pendidikan politik dengan isu dan program yang nyata," ucap Kunto.

Diketahui, Survei Opini Publik Pada Pemimpin Perempuan diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI pada 3 hingga 18 Agustus 2022 di 34 provinsi di Indonesia.

Sebanyak 1197 responden dipilih secara acak dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error ±2,89 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI).

Share
Topics
Editorial Team
Yosafat Diva Bayu Wisesa
EditorYosafat Diva Bayu Wisesa
Follow Us