Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CEK FAKTA] Dunia Setujui Penggunaan Vaksin Nusantara Buatan Terawan?

Eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ketika berbicara mengenai Vaksin Nusantara (Tangkapan layar YouTube RSPAD Gatot Subroto)

Jakarta, IDN Times - Sebuah video yang menampilkan eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memberikan penjelasan soal vaksin Nusantara viral di media sosial. Video berdurasi 10 menit 44 detik itu diberi judul bombastis "Akhirnya Dunia Setujui Vaksin Nusantara, Dokter Terawan Terdepan Berhasil Selamatkan Dunia." Video tersebut diunggah akun Jordan Liono pada 15 Juli 2021. 

Saat dicek, video tersebut dicuplik dari webinar yang dilakukan oleh RSPAD Gatot Subroto pada Mei 2021 dengan topik "Lesson Learned and Efforts to Reinforce Health Security to Accelerate Covid-19 Handling" yang disiarkan secara daring dan diunggah ke akun YouTube RSPAD Gatot Subroto. Di dalam video tersebut, Terawan mengklaim pengembangan vaksin COVID-19 dari sel dendritik kini tengah menjadi perbincangan dunia termasuk di New York, Amerika Serikat. 

"Sudah terbit di Elsevier, jurnal Pubmed, itu isinya dendritic cell vaccine imunotheraphy atau Vaksin Nusantara, the beginning of the end cancer and COVID-19. Artinya, dunia sepakat punya hipotesis bahwa yang akan menyelesaikan hal ini termasuk COVID-19 adalah vaksin sel dendritik atau Vaksin Nusantara," kata Terawan di dalam webinar tersebut yang dikutip pada Jumat (23/7/2021). 

Ia juga menyebut tidak perlu khawatir mengenai vaksin sel dendritik yang sifatnya personalisasi sebab dengan terobosan inovasi tetap bisa diproduksi massal. Terawan bahkan menyebut prosesnya sangat sederhana bila dibandingkan vaksin konvsensional. 

"Kami sudah sejak jauh-jauh hari mengembangkannya untuk cancer. Kita tinggal mengubah antigennya menjadi antigen artifisial atau antigen recombinan Sars-CoV-2," ujar pria yang pernah menjadi Kepala RSPAD itu. 

Lalu, benarkah vaksin sel dendritik sudah diakui penggunaannya di dunia?

1. Tak ada rujukan resmi vaksin Nusantara telah diakui WHO atau dunia

default-image.png
Default Image IDN

Berdasarkan situs resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), tidak ada vaksin sel dendritik yang masuk ke dalam daftar izin pemberian darurat. Vaksin COVID-19 terakhir yang diberi izin penggunaan darurat adalah Sinovac pada 1 Juni 2021. Lalu, beberapa vaksin yang sudah mengantongi izin yakni: 

  • Vaksin Pfizer/BioNTech pada 31 Desember 2020
  • Vaksin AstraZeneca/Oxford pada 15 Februari 2021
  • Vaksin d26.COV2.S yang dikembangkan oleh Johnson & Johnson pada 12 Maret 2021
  • Vaksin Sinopharm pada 7 Mei 2021
  • Vaksin ChAdOx1-S (recombinant) yang diproduksi oleh Serum Institute India pada 15 Februari 2021
  • Vaksin Jansen yang diproduksi di Belgia dan diberikan izin pada 11 Maret 2021
  • Vaksin Moderna pada 30 April 2021

Artinya, vaksin sel dendritik belum diakui penggunaannya secara luas di dunia. Sedangkan, artikel yang diterbitkan di jurnal Pubmed dengan judul "Dendritic cell vaccine immunotherapy; the beginning of the end of cancer and COVID-19" baru sebatas hipotesa. 

Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, mengatakan vaksin sel dendritik baru digunakan terbatas pada terapi COVID-19. "Artikel jurnal itu kan sudah dua kali dia sampaikan. Sebelumnya disampaikan Terawan ketika meracik vaksin di hadapan anggota DPR," ungkap Pandu kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Jumat (23/7/2021). 

2. Satgas COVID-19 sebut video vaksin Nusantara telah diakui dunia adalah kekeliruan

Klaim Terawan soal Vaksin Nusantara dianggap oleh Satgas COVID-19 keliru (www.covid19.go.id)

Sementara, di situs resmi Satgas COVID-19, mereka menulis klaim seperti yang ditulis di judul video adalah kekeliruan.

"Faktanya, tidak ada informasi resmi dan kredibel terkait klaim tersebut. Lebih lanjut, jurnal terkait Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy yang dijadikan acuan pembuatan vaksin nusantara baru berupa hipotesa yang dianggap memiliki efektivitas melawan SARS-Cov-2," demikian yang tertulis di dalam situs resmi Satgas COVID-19. 

Peneliti vaksin dan doktor di bidang Biokimia serta Biologi Molekuler di Australia, Dr Ines Atmosukarto, mengatakan jurnal yang sudah dipublikasi bukan berarti valid sepenuhnya dan tidak bisa dijadikan kebenaran mutlak. 

Ia menambahkan jurnal yang dijadikan acuan bukan jurnal acuan untuk pelaporan vaksin. "Jadi, sifatnya spekulatif dan tidak didukung pembuktian," kata dia lagi. 

3. Ditolak oleh BPOM, Terawan dekati Komisi VII DPR agar dapat izin uji klinis tahap 3

Eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ketika mengikuti rapat kerja dengan komisi IX di Kompleks Parlemen, Senayan pada 10 Desember 2020. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Meski BPOM tak menyetujui pemberian izin untuk uji klinis tahap II, Terawan tak menyerah. Ia tetap jalan terus dan malah melanjutkan penelitian vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Subroto. 

Kini, ia meminta dukungan kepada Komisi VII DPR agar pengembangan vaksin Nusantara bisa lanjut ke tahap uji klinis ketiga. Hal itu terlihat dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR pada Rabu, 16 Juni 2021. 

Itu pula salah satu hasil kesimpulan rapat yang disampaikan Wakil Ketua Komisi VII, Eddy Soeparno. Ia bahkan mendorong agar Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19, Ismunandar, memasukan riset vaksin Nusantara ke dalam Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19. Padahal, ketika Ketua Konsorsium masih dijabat Bambang Brodjonegoro, Terawan malah tak mendaftarkan pengembangan vaksin Nusantara ke konsorsium.

"Komisi VII DPR RI juga mendukung penuh pengembangan vaksin imun Nusantara oleh dr Terawan Agus Putranto, dan mendesak kelanjutan uji klinis fase III tersebut yang sesuai kaidah uji klinis sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah," ujar Eddy ketika memimpin rapat kerja dua hari lalu dan dikutip dari tayangan YouTube pada Jumat, 18 Juni 2021.

Saat ini, pengembangan vaksin berbasis sel dendritik yang dilakukan di RSPAD Gatot Subroto itu, bersifat pelayanan medis. Artinya, pengembangan vaksin tidak boleh ditujukan untuk kepentingan komersial. Hal itu sesuai dengan nota kesepahaman (MoU) yang diteken antara Menteri Kesehatan Budi Gunadi, Kepala BPOM Penny K Lukito dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa pada 19 April 2021. 

Bila vaksin Nusantara dimasukan ke dalam konsorsium vaksin nasional, maka vaksin yang diinisiasi Terawan itu pada akhirnya akan diproduksi massal dan dikonsumsi publik. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us