CFDL: Literasi Digital Buruk Picu Lonjakan Kasus Bunuh Diri

- 24 kasus bunuh diri terjadi akibat judi online, 12 di antaranya dalam lima tahun terakhir
- Mayoritas korban berusia 19-30 tahun, menunjukkan lemahnya literasi digital masyarakat Indonesia
- Pentingnya penambahan kecakapan digital sebagai kemampuan dasar masyarakat modern dan perlunya pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi
Jakarta, IDN times - Center for Financial and Digital Literacy (CFDL) mencatat peningkatan drastis kasus bunuh diri akibat judi online, dengan 12 dari total 24 kasus dalam lima tahun terakhir, terjadi pada periode Januari hingga Oktober 2024. Fakta mengejutkan ini disampaikan oleh Rahman Mangussara, Founder CFDL, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Menurut Rahman, mayoritas korban berusia 19 hingga 30 tahun, dan angka ini belum termasuk kasus kriminal seperti perampokan dan pencurian yang dilakukan untuk membayar utang judi. Fenomena ini, yang sering berkaitan dengan jeratan utang pinjaman online (pinjol), menunjukkan lemahnya literasi digital masyarakat Indonesia dalam membedakan konten legitimate dengan penipuan online.
1. Urgensi peningkatan literasi digital

Memasuki era digital, kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung dinilai tidak lagi cukup untuk menghadapi tantangan zaman. CFDL menekankan pentingnya penambahan kecakapan digital sebagai kemampuan dasar masyarakat modern.
‘’Fakta bahwa korban judi online umumnya terjerat karena ketidaktahuan
dalam membedakan promosi judi dengan game online, atau mana yang spam dan mana yang bukan mengindikasikan bahwa pengetahuan dan keterampilan digital masyarakat tidak memadai,’’ ujar Rahman
Rahman menyoroti meski angka buta huruf konvensional telah menurun drastis, buta huruf digital masih menjadi masalah serius yang harus segera ditangani Kementerian Komunikasi dan Digital. Terlebih di era kecerdasan buatan (AI), di mana kemampuan membedakan konten asli dan manipulasi menjadi semakin krusial.
2. Pentingnya survei komprehensif

CFDL merekomendasikan pelaksanaan survei literasi digital yang lebih komprehensif dengan melibatkan berbagai institusi. Survei ini diharapkan dapat dilakukan melalui kolaborasi antara Kementerian Komunikasi dengan BPS, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan.
Langkah ini dianggap penting untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang tingkat literasi keuangan digital dan pemahaman masyarakat terhadap alat pembayaran digital. Rahman berharap, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, koordinasi antar lembaga dapat berjalan lebih baik.
3. Pembentukan lembaga perlindungan data pribadi

Selain masalah literasi digital, CFDL juga mendorong pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi sebagai implementasi UU Perlindungan Data Pribadi yang mulai berlaku Oktober 2024.
‘’Penyebaran data pribadi yang tidak sesuai dengan UU sudah
mengkhawatirkan.’’ ucap Rahman.
Lembaga yang akan berada di bawah Presiden ini akan bertugas mengawasi pelaksanaan UU dan memberikan sanksi kepada penyelenggara sistem elektronik yang melanggar kerahasiaan data pribadi, termasuk instansi pemerintah. Langkah ini dianggap mendesak mengingat maraknya penyebaran data pribadi yang tidak sesuai dengan ketentuan UU.
4. Tantangan penetrasi internet

CFDL memperingatkan, penetrasi internet hingga ke pelosok terluar Indonesia perlu diimbangi dengan peningkatan literasi digital. Tanpa kecakapan digital yang memadai, akses internet justru bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
Rahman menambahkan, selain potensi kejahatan siber, rendahnya literasi digital juga dapat memicu polarisasi sosial yang telah terlihat dampaknya dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, literasi digital yang memadai menjadi kunci untuk menangkal dampak negatif media sosial.