Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

CISSReC Ingatkan Risiko Hukum Fotografer Ngamen di Jalanan

Fotografi jalan
Ilustrasi - Seorang security berjalan di depan peserta Medical Run di ruas jalan menuju Undip Tembalang Semarang. (Dok Humas Pemprov Jateng)
Intinya sih...
  • Wajah termasuk data pribadi yang butuh izin eksplisit
  • Penggunaan AI dalam fotografi berisiko langgar privasi data
  • Memastikan ketetapan dari izin individu yang dipotret
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Fenomena 'fotografer ngamen' alias fotografer memotret masyarakat saat berolahraga di ruang terbuka, kini menjadi sorotan. Fenomena ini juga didukung dengan kecerdasan artifisial (AI) yang memungkinkan fotografer menemukan wajah seseorang dari ribuan foto yang diambil di ruang publik.

"Dalam konteks hukum, penggunaan wajah seseorang tanpa izin untuk kepentingan komersial secara langsung, bersinggungan dengan prinsip dasar dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022)," kata Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, kepada IDN Times, Kamis (30/10/2025).

1. Wajah termasuk data pribadi yang butuh izin eksplisit

Fotografer olahraga
Wakil Kepala Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN), Pratama Persadha. (ANTARA FOTO/Dokumentasi CISSReC)

Menurut Pratama, peran Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menjadi krusial dalam menakar sejauh mana praktik tersebut bisa dikategorikan sebagai pelanggaran privasi.

Dia menjelaskan, wajah masuk kategori data pribadi yang bersifat spesifik, sebab bisa digunakan untuk identifikasi individu secara unik.

Dengan demikian, kata Pratama, setiap bentuk pengambilan, penyimpanan, pengolahan, maupun distribusi foto yang menampilkan wajah seseorang, seharusnya tunduk pada prinsip-prinsip perlindungan data, terutama asas persetujuan eksplisit.

2. Penggunaan AI dalam fotografi berisiko langgar privasi data

Fotografi olahraga
Fotografer jalanan yang potret orang saat berolahraga di CFD. (X/Ismail Fahmi)

Pratama berpandangan penggunaan AI dalam fotografi menimbulkan persoalan baru, terutama saat teknologi digunakan untuk pencarian wajah, pencocokan database, atau menghasilkan versi gambar baru tanpa izin. Praktik ini menjurus pada pemrosesan data biometrik tanpa persetujuan.

Komdigi baru memulai langkah awal, seperti sosialisasi prinsip perlindungan data pribadi dan pembentukan Satgas Pengawasan PDP, namun regulasi spesifik terkait AI dalam fotografi komersial belum diterbitkan.

3. Memastikan ketetapan dari izin individu yang dipotret

Fenomena "fotografer ngamen"
Fun Walk dalam rangka HUT IBI ke-74 dan Hari Bidan Internasional (International Day of the Midwife/IDM) Tahun 2025 pada Minggu (8/6/2025) di CFD Jakarta. (IDN Times/Febriyanti Revitasari)

Pratama mengatakan, UU PDP sebenarnya telah memberikan kerangka hukum yang kuat. Maka pada akhirnya, setiap fotografer atau penyedia layanan dengan AI sebagai alat identifikasi dan menjualnya, wajib memastikan individu dalam foto tersebut telah memberikan izin.

"Dalam praktiknya, banyak fotografer yang berargumen bahwa pengambilan gambar di ruang publik tidak memerlukan izin, namun ketika hasil foto tersebut diproses dengan AI dan dikomersialkan, situasinya berubah drastis," katanya.

Karena itu, Pratama menegaskan, aktivitas ini lekat dengan kegiatan ekonomi yang memanfaatkan identitas visual seseorang sebagai objek.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in News

See More

RI Mau Borong 30 Kapal Selam Nirawak, Prabowo Pantau Langsung Uji Coba

31 Okt 2025, 10:14 WIBNews