Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dzawin Nur Bicara Mitos di Gunung hingga Kapok ke Hutan Kalimantan

Instagram/@dzawin_nur
Instagram/@dzawin_nur

Jakarta, IDN Times - Dzawin Nur Ikram, seorang komika yang juga dikenal sebagai solo traveler. Nama Dzawin mulai mencuat setelah videonya tentang pendakian di Gunung Lawu yang mendapatkan sorotan warganet hingga penontonnya tembus 6,8 juta.

Petualangannya menyusuri alam Indonesia juga menjadi daya tarik sendiri dalam setiap kontennya. Dzawin mengaku memang mencari tempat-tempat yang jarang dikunjungi masyarakat. Ia juga suka dengan tempat-tempat yang unik dan memiliki ciri khas kental di setiap daerah.

“Gue gak ke tempat wisata. Saya lagi pengen ke eksplorasi budaya,” kata Dzawin saat wawancara bersama IDN Times.

Kepada IDN Times, Dzawin juga bercerita tentang petualangan-petualangannya menyusuri alam Indonesia. Lalu, apa saja cerita Dzawin di balik layar?

1. Dzawin Nur berencana lakukan ekspedisi tujuh gunung di Jawa untuk pecahkan mitos

Instagram/@dzawin_nur
Instagram/@dzawin_nur

Dzawin bercerita tentang keinginannya melakukan ekspedisi tujuh gunung horor di Jawa. Hal itu ia ingin lakukan untuk menunjukkan apakah mitos-mitos di gunung-gunung tersebut benar atau tidak.

“Gue pengen bikin ekspedisi tujuh gunung horor di Jawa. Motonya berangkat bareng, pulang bareng, atau ilang bareng,” ujarnya.

Dzawin menegaskan selama ini tidak pernah melanggar kepercayaan masyarakat sekitar di gunung. Yang akan ia tunjukkan kepada penontonnya hanya terkait imbauan-imbauan yang tidak boleh dilakukan.

Pria berusia 30 tahun ini memberi contoh ketika melakukan pendakian di Gunung Lawu. Di Gunung Lawu, ada sebuah mitos tentang imbauan tidak boleh memakai baju hijau dan hal-hal berwarna hijau. Untuk membuktikan imbauan itu, ia sengaja melanggar dan memakai baju berwarna hijau.

Banyak juga yang menyebut apabila menggunakan baju hijau, maka akan hilang di Gunung Lawu. Namun, setelah pendakian selesai, Dzawin mengaku tak terjadi apa-apa pada dirinya.

Melalui pengalamannya itu, Dzawin kemudian meluruskan bahwa imbauan tidak menggunakan baju hijau bukan karena akan hilang diculik makhluk halus, tetapi pendaki bisa tidak ditemukan jika jatuh ke jurang lantaran memakai baju yang sama dengan pepohonan di gunung.

“Gue pengen bikin ekspedisi ini sekalian gue pengen ngeliat. Ini loh bahaya itu ada di kepalamu,” tutur Dzawin.

2. Dzawin bahas mitos di gunung dan alasan logis di baliknya

Instagram/@dzawin_nur
Instagram/@dzawin_nur

Dzawin yang sudah memiliki pengalaman mendaki banyak gunung ini mengatakan agar tidak panik jika berada di alam. Menurutnya, pembunuh nomor satu di alam adalah panik.

Lalu, Dzawin kembali menceritakan pengalamannya saat mendaki Gunung Agung bersama temannya. Di sana, jalurnya tidak jelas, banyak bebatuan dan hanya tanda jalur dengan pilox.

Kala itu, kondisi gunung sedang berkabut. Pilox yang berwarna putih itu tentu menjadi samar-samar tertutup dengan kabut yang juga berwarna putih.

“Piloxnya warna putih, kabut warna putih. Semakin tebal kabut, semakin gak jelas. Si pilox lebih mudah dilihat dari bawah ketimbang dari atas,” cerita Dzawin.

“Gunung Agung tingginya 3.100 (mdpl). Waktu itu gue jalan sampai jam 4 sore itu di posisi 2.800, 300 mdpl lagi, gue nyampe puncak. Sekitar dua jam lagi. Bisa gak gue sampai puncak? Bisa. Tapi pertanyaannya, bisa turun gak?” ucap Dzawin menceritakan kondisinya saat itu.

Berkabut, hujan dan kondisi gelap, itulah yang ia rasakan kala itu. Waktu itu, Dzawin berpikir, apabila memaksakan diri melanjutkan perjalanan, ia tidak akan selamat saat turun dari puncak.

“Kalau dalam kondisi itu gue lanjutin, gue berpotensi meninggal. Akhirnya kami memutuskan untuk turun. Saat turun kami kesulitan cari tanda itu karena kehalang kabut. Salah belok satu aja, nyasar jauh, suhu turun. Drastis suhu turun itu dari jam 5 ke jam 6. Dari 15 bisa sampe ke 10, turun lima celcius,” jelas Dzawin.

“Di posisi itu mungkin perkiraan gue bisa di 10 celcius ditambah angin. Di posisi itu, dengan jaket cuma satu lapis, itu kemungkinan hipotermia. Tanpa penanganan jadi mayat,” ucapnya.

Jika seandainya ia melanjutkan perjalanan ke puncak di tengah kabut, akan ada risiko nyasar bahkan bisa sampai kehilangan nyawa.

“Kalau seandainya pada saat itu gue gak turun dan gue lanjut terus, gua nyasar dan gue meninggal. Apa yang dibilang (orang-orang)? Disasarin setan. Gak. Gue yang bodoh,” tutur Dzawin.

3. Dzawin cerita soal hutan Kalimantan hingga kapok ke sana lagi

Instagram/@dzawin_nur
Instagram/@dzawin_nur

Meski petualangannya menyusuri alam Indonesia sudah cukup banyak, namun Dzawin mengaku kapok saat menyusuri hutan di Kalimantan. Kala itu, ia harus menempuh perjalanan panjang hanya untuk bisa ke Desa Juhu.

Ia bercerita, kondisi hutan Kalimantan yaitu basah, lembab, hewannya bermacam-macam, dan juga banyak lintah. Karena banyaknya lintah di hutan Kalimantan, Dzawin dan teman-temannya tidak bisa sembarangan duduk. Mereka harus menemukan sungai terlebih dahulu agar bisa beristirahat dan duduk.

“Gunung Kalimantan itu gunung rendah, beda dengan gunung di Jawa. Di sana itu mulainya dari 200 mdpl, rendah banget. Ngelewatin sungai-sungai dan kita gak bisa duduk. Banyak lintah, jadi kita nunggu ada sungai, jadi kita duduk di tengah batu sungai,” ceritanya.

Di hari kedua menuju Desa Juhu, Dzawin harus menghabiskan waktu 19 jam berjalan. Maka dari itu dia merasa kapok untuk kembali menyusuri hutan Kalimantan.

“Hari kedua kami berangkat jalan jam 10 pagi, sampai desa jam 4 pagi, 19 jam kami jalan. Temen gue sampai ketiduran pas lagi jalan. Ngantuk, kecapekan. Istirahatnya harus nunggu sungai atau berdiri. Gak bisa duduk. Duduk di atas nanti lintahnya ke tas, nanti dia geser ke badan, masuk ke dalam baju,” ucap Dzawin.

Selama berpetualang, begitu banyak pengalaman yang didapatkan Dzawin. Kini, ia mengaku ingin fokus pada kebudayaan di Indonesia. Dengan cara itu, Dzawin ingin memperkenalkan budaya dan alam Indonesia kepada penontonnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jihad Akbar
EditorJihad Akbar
Follow Us