Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Epidemiolog Sebut Tak Ada Kaitan PPKM dengan Penurunan Kasus COVID-19

Kepadatan penumpang saat jam berangkat kerja di Stasiun Tanah Abang di Jakarta saat masa pandemi COVID-19. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Kepadatan penumpang saat jam berangkat kerja di Stasiun Tanah Abang di Jakarta saat masa pandemi COVID-19. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta, IDN Times — Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyebut akan mencabut PPKM berdasarkan hasil pemantauan Kemenkes terkait sero survei atau kekebalan kelompok terhadap COVID-19. Sero survei mencapai 90 persen merupakan syarat dari Jokowi untuk mencabut status PPKM di Indonesia.

Rencana ini menjadi pertanyaan bagi sebagian orang. Pasalnya, dengan penambahan jumlah kasus COVID-19 yang terjadi setiap harinya, dirasa perlu aturan yang mengikat untuk memastikan tak terjadi lonjakan kasus COVID-19.

Meski penambahan kasus COVID-19 mengalami penurunan selama sepekan terakhir, apakah pencabutan PPKM bisa dilakukan saat pandemik masih terjadi di Indonesia?

1. Tak ada relevansi kasus COVID-19 turun dengan PPKM

Ilustrasi mobilitas masyarakat selama PPKM (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Ilustrasi mobilitas masyarakat selama PPKM (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane, menilai penurunan kasus COVID-19 di Indonesia selama sebulan terakhir tak berkaitan dengan PPKM.

Dia mengatakan, penurunan kasus bisa terjadi karena jumlah testing yang berkurang. Sementara, menurutnya PPKM tidak banyak berkontribusi terhadap penurunan kasus lantaran kurang efektif.

“Jadi apakah PPKM itu kalau dihentikan akan berdampak pada peningkatan kasus? Lah dengan adanya PPKM saja kasus tetap meningkat, jadi gak ada hubungannya,” kata Masdalina kepada IDN Times, Senin (26/12/2022).

2. Kasus tetap akan meningkat dengan atau tanpa PPKM

Ilustrasi petugas saat disinfektan COVID-19. (ANTARA FOTO/Fauzan)
Ilustrasi petugas saat disinfektan COVID-19. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Masdalina menjelaskan, peningkatan kasus COVID-19 tetap akan terjadi dengan ada atau tanpa PPKM.

Dia mengatakan, penularan COVID-19 dapat terjadi disebabkan kemunculan varian baru (varian of concern), positivity rate lebih dari 5 persen. Sementara itu, PPKM kurang efektif karena minim pengawasan sehingga penularan tetap bisa terjadi.

“Jadi gak ada relevansinya antara PPKM dan peningkatan jumlah kasus, gak ada gunanya. Kalau bahasa mudahnya. Ada tidak adanya PPKM, kasus akan tetap meningkat,” tuturnya.

3. Kasus COVID-19 kemungkinan meningkat saat Nataru

ilustrasi pandemi COVID-19 (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)
ilustrasi pandemi COVID-19 (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Masdalina memperkirakan peningkatan kasus COVID-19 saat Natal dan Tahun Baru 2023 (Nataru). Namun, dia mengatakan peningkatan kasus COVID-19 terjadi bukan karena mobilitas masyarakat yang tinggi, namun lebih disebabkan testing yang meningkat ditambah faktor musim penghujan.

Saat masa libur panjang, ada kecenderungan peningkatan angka testing sebagai syarat bepergian. Selain itu, momen libur Nataru yang terjadi di musim hujan berpotensi meningkatkan penyebaran influenza.

“Biasanya pada libur panjang itu memang ada sedikit peningkatan, itu terjadi karena apa? Bukan karena mobilisasi. Tapi dikarenakan biasanya testing naik, kemudian karena turunnya imunitas akibat kelelahan,” ujar Masdalina.

“Kita kalau abis liburan itu kan lelah, jadi gampang sakit, ditambah dengan libur tahun baru itu dengan musim penghujan, di kita memang gejala influenza meningkat tapi belum tentu COVID-19,” sambung dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us