Imparsial: Tuduhan Presiden Ancam Kebebasan Berekspresi

- Presiden tidak mengakui kemarahan publik akibat kebijakan pemerintah
- Diduga ada yang menunggangi kemarahan publik
Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto menyinggung kerusuhan dalam aksi demonstrasi yang terjadi pada Agustus 2025. Menurutnya, para perusuh bukanlah aktivis maupun pejuang keadilan.
Prabowo menegaskan, tindakan anarkis, seperti membakar fasilitas umum hingga membuat bom molotov, tidak bisa disebut perjuangan. Dia menyebut hal itu sebagai bentuk kejahatan.
“Ini bukan aktivis, bukan pejuang demokrasi, bukan pejuang keadilan, mereka hatinya jahat. They are evil. Mereka zalim, mereka ingin membuat kekacauan, mereka ingin adu domba,” kata Prabowo dalam penutupan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Menanggapi hal tersebut, Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menilai Prabowo tidak hanya kembali gagal memahami, tetapi juga membuat pernyataan yang kontroversial terkait aksi demonstrasi pada akhir Agustus hingga awal September lalu.
“Presiden kembali gagal memahami akar persoalan yang menjadi penyebab aksi demonstrasi massa dengan mengatakan bahwa para demonstran bukan aktivis, bukan pejuang demokrasi, bukan pejuang keadilan. Mereka hatinya jahat, they're evil, mereka zalim, mereka ingin buat kekacauan, mereka ingin mengadu domba,” kata Ardi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/9/2025).
“Tuduhan Presiden terhadap para demonstran atau publik yang meluapkan kekecewaan dan amarahnya dapat memperburuk situasi kebebasan berserikat dan berekspresi di Indonesia,” lanjut dia.
1. Presiden dinilai tidak mengakui kemarahan publik akibat kebijakan pemerintah

Dengan pernyataan itu, Presiden dinilai tidak mengakui bahwa penyebab meluapnya kemarahan publik dan mahasiswa pada saat itu adalah akibat dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak berpihak kepada rakyat.
Lebih dari itu, Presiden Prabowo hingga saat ini enggan untuk mengungkap dalang di balik peristiwa kerusuhan dan penjarahan pada akhir Agustus dan awal September lalu.
“Kedua hal tersebut tentu kontradiktif antara satu dengan yang lainnya. Di satu sisi menuduh demonstran sebagai perusuh atau evil tetapi di sisi lain tidak bersedia mengungkap dalang di balik peristiwa kelam yang telah mengakibatkan jatuhnya sepuluh korban jiwa dari kalangan masyarakat sipil,”ujar dia.
2. Diduga ada yang menunggangi kemarahan publik

Padahal, kata Ardi, berdasarkan berbagai bukti yang beredar, kuat dugaan aksi demonstrasi warga yang mulanya damai berubah menjadi rusuh akibat adanya pihak yang memprovokasi atau menunggangi kemarahan publik tersebut.
“Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa tanpa mekanisme investigasi yang independen, kebenaran sering kali terdistorsi, bahkan terkubur oleh narasi resmi negara yang hanya menekankan stabilitas dan keamanan,” ujar dia.
3. Prabowo dinilai sedang menutupi dalang di balik kerusuhan

Imparsial menilai, pernyataan Presiden Prabowo terlihat memiliki paradigma yang cenderung anti terhadap kritik dan penyampaian aspirasi yang disampaikan publik.
Ardi mengatakan, pada titik ini sangat beralasan bagi publik mencurigai bahwa Presiden Prabowo dengan sengaja tidak membentuk tim independen pencari fakta (TPF) untuk menutupi dalang di balik kerusuhan.
“Sebaliknya, hanya dengan membentuk tim independen pencari fakta Presiden bisa lepas dari tuduhan menutupi dalang dibalik kerusuhan dalam demonstrasi akhir Agustus dan awal September lalu,” ujar dia.