ID Pers Istana Milik Jurnalis CNN Dicabut, Amnesty Sebut Otoriter

- Jurnalis wajib menanyakan isu yang menyangkut kepentingan publik
- Bentuk pengurangan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jujur dan relevan
Jakarta, IDN Times - Manajer Media Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, menilai langkah pihak Istana Kepresidenan mencabut kartu identitas (ID pers) liputan Istana milik jurnalis CNN Indonesia TV mencerminkan praktik otoriter negara.
Kartu liputan khusus di Istana itu dicabut usai sang jurnalis menanyakan persoalan program makan bergizi gratis (MBG) kepada Presiden Prabowo Subianto. Tindakan ini menuai kecaman luas dari organisasi pers dan pegiat hak asasi manusia karena dianggap sebagai bentuk pembungkaman kebebasan pers.
“Ini adalah contoh praktik otoriter negara dalam melakukan penyensoran terhadap segala informasi terkait kebijakan pemerintah yang bermasalah. Kami mengecam keras pembungkaman pers yang dilakukan oleh Istana,” ujar dia, Senin (29/9/2025).
1. Jurnalis wajib menanyakan isu yang menyangkut kepentingan publik

Haeril mengatakan, pencabutan ID liputan hanya karena jurnalis bertanya di luar konteks tidak bisa diterima. Menurut Amnesty, tindakan ini mencederai semangat reformasi dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menjamin independensi jurnalis serta melarang penyensoran maupun pelarangan penyiaran.
“Serangan terhadap pers ini ironisnya dilakukan oleh institusi tinggi negara. Pencabutan kartu pers Istana seorang jurnalis dengan alasan bertanya di luar konteks tidak bisa diterima. Jurnalis memiliki kewajiban profesional untuk menanyakan isu yang menyangkut kepentingan publik, terlebih ketika sudah ribuan anak sekolah dilaporkan keracunan, diduga akibat program prioritas pemerintah seperti makan bergizi gratis (MBG),” kata dia.
2. Bentuk pengurangan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jujur dan relevan

Dia mengatakan, upaya membatasi jurnalis untuk tidak menanyakan pertanyaan tertentu merupakan bentuk sensor yang tidak hanya merusak kebebasan pers, tetapi juga mengurangi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jujur dan relevan. Dia menilai, pencabutan kartu liputan juga merupakan bentuk represi terhadap suara kritis.
"Jurnalis bekerja untuk memenuhi hak publik atas informasi. Represi seperti ini menciptakan iklim ketakutan di kalangan jurnalis dan berpotensi memperkuat praktik otoritarianisme,” kata dia.
3. Pemerintah wajib menghormati kerja jurnalis

Meski kartu pers kemudian dikembalikan, Amnesty menegaskan tindakan itu tetap tidak boleh dibiarkan. Menurut Amnesty Presiden harus bertanggung jawab atas peristiwa pencabutan ID liputan itu dan segera meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat sekaligus memastikan praktik represif tersebut tidak terulang lagi.
"Pemerintah wajib menghormati kerja jurnalis sebagai bagian dari kebebasan pers yang dilindungi undang-undang. Mengendalikan, mengontrol, dan melarang pertanyaan kritis hanyalah langkah mundur bagi Indonesia,” kata Haeril.
Diberitakan, Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden mencabut kartu identitas liputan Istana milik jurnalis CNN Indonesia TV. Hal ini terjadi usai sang jurnalis melontarkan pertanyaan mengenai program MBG kepada Presiden Prabowo Subianto saat baru tiba di Jakarta dari lawatan luar negeri, Sabtu (27/9/2025).
Pihak Biro Pers Istana pun mencabut ID pers Istana milik jurnalis tersebut. Namun, kini ID pers Istana tersebut sudah dikembalikan kepada yang bersangkutan sehingga bisa kembali meliput kegiatan Presiden.