Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini Penyebab Efikasi Vaksin Sinovac di Indonesia Hanya 65,3 Persen

default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan berdasarkan analisis terhadap uji klinis vaksin COVID-19 Sinovac di Bandung menunjukkan efikasi sebesar 65,3 persen.

Hasil ini tersebut jauh dari negara lain yang juga melakukan uji klinis vaksin COVID-19 Sinovac. Kepala Badan POM Penny Lukito menyebutkan berdasarkan laporan, efikasi di Turki mencapai 91,25 persen dan Brazil 78 persen.

Lalu, mengapa efikasi di Indonesia lebih rendah dibandingkan kedua negara tersebut?

1. Faktor epidemiologi virus COVID-19 dan perilaku masyarakat

default-image.png
Default Image IDN

Anggota Tim Komnas Penilai Obat dari Universitas Gadjah Mada dr. Jarir At Thabari mengungkapkan ada sejumlah faktor yang memengaruhi efikasi di Indonesia.

"Pertama adalah faktor epidemiologi virus COVID-19 di Indonesia dan perilaku masyarakatnya, terutama juga seberapa besar tadi proses transmisi satu orang ke orang lain," jelasnya.

2. Objek penelitian di Turki merupakan tenaga kesehatan

Simulasi uji klinis vaksin sinovac COVID-19 di RSUP Unpad, Kota Bandung. (IDN Times/Azzis Zulkhairil)
Simulasi uji klinis vaksin sinovac COVID-19 di RSUP Unpad, Kota Bandung. (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Kemudian, Jarir mengatakan karakteristik dari populasi atau objek l dalam penelitian. Dia menegaskan uji klinis di Turki hampir 20 persen merupakan tenaga kesehatan dan 80 persen mereka merupakan risiko tinggi.

"Orang yang mempunyai resiko tinggi dengan angka penularan yang tinggi pada risiko tinggi bisa mengakibatkan angka efikasinya lebih tinggi juga," katanya.

3. Uji klinis di Bandung diikuti populasi umum

(Simulasi uji klinis vaksin sinovac COVID-19 di RSUP Unpad, Kota Bandung) IDN Times/Azzis Zulkhairil
(Simulasi uji klinis vaksin sinovac COVID-19 di RSUP Unpad, Kota Bandung) IDN Times/Azzis Zulkhairil

Sementara itu di Brasil, menurut Jarir, uji klinis dilakukan semuanya pada tenaga kesehatan. Sedangkan di Kota Bandung yang mengikuti uji klinis merupakan populasi umum.

"Nah ini artinya ini justru membawa informasi yang cukup baik bagi Indonesia, populasi umum itu perlindunganya segitu. Kita tidak punya banyak subjek atau mungkin tidak ada yang untuk high risk seperti tenaga kesehatan. Sehingga ini tidak bisa kita lihat," kata Jarir.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dini Suciatiningrum
EditorDini Suciatiningrum
Follow Us