Jepang Berencana Beri Bantuan Medis-Pendidikan untuk Warga Gaza

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri (PM) Jepang, Shigeru Ishiba, mengatakan bahwa negaranya sedang mempertimbangkan untuk menawarkan dukungan medis dan pendidikan bagi warga Jalur Gaza.
"Kami berupaya mencari cara untuk menerima orang-orang yang jatuh sakit atau terluka di Gaza ke Jepang," kata Ishiba dalam sidang parlemen pada Senin (3/2/2025), dikutip dari Kyodo News.
1. Jepang berkomitmen membantu pembangunan kembali Palestina
Ishiba juga menyampaikan kepada Komite Anggaran DPR bahwa Tokyo akan mencoba meluncurkan program khusus, di mana universitas dapat menawarkan kesempatan bagi mahasiswa dari Gaza untuk belajar di Jepang.
Ia menyampaikan pernyataan tersebut saat merespons pertanyaan seorang anggota parlemen terkait kesiapan Jepang membantu warga di Gaza yang mengalami kesulitan akibat serangan udara dan serangan lain yang dilancarkan oleh Israel.
Saat bertemu dengan PM Malaysia Anwar Ibrahim bulan lalu, Ishiba menyatakan keprihatinan serius atas situasi kemanusiaan yang menghancurkan di Gaza dan berjanji bahwa negaranya akan memfasilitasi pembangunan Palestina.
Saat itu, Anwar mengungkapkan rencana Malaysia untuk membentuk dana dengan Jepang yang bertujuan membangun rumah sakit, sekolah, dan masjid di kawasan Timur Tengah.
2. Gaza desak bantuan tenda-makanan di tengah kembalinya warga Palestina
Pemerintah Gaza telah meminta para donor dan kelompok bantuan untuk memprioritaskan pengiriman tenda dan tempat penampungan sementara, guna membantu menyediakan rumah bagi masyarakat yang rumahnya telah dihancurkan oleh Israel.
Menurut kantor media pemerintah Gaza pada 3 Februari, ribuan keluarga Palestina di seluruh wilayah kantong tersebut tidur di tempat terbuka di tengah suhu yang sangat dingin.
"Mendapatkan tempat penampungan telah menjadi kebutuhan kemanusiaan yang mendesak dan tidak dapat ditunda. Ini adalah kebutuhan yang paling mendesak saat ini," kata kantor tersebut dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Jazeera.
Kantor itu juga menuduh Israel membatasi aliran bantuan dan tempat berlindung ke wilayah tersebut, yang melanggar kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari.
Perjanjian tersebut menetapkan bahwa 60 ribu truk bantuan dan 200 ribu tenda harus masuk ke Gaza. Serta, kesepakatan itu mengharuskan Israel mengizinkan pengiriman peralatan, guna membantu membersihkan puing-puing untuk mencapai Gaza.
Ratusan ribu warga Palestina telah kembali ke wilayah utara setelah gencatan senjata dicapai antara Israel dan Hamas. Namun, banyak yang mendapati rumah mereka telah berubah menjadi puing-puing saat Israel menghancurkan seluruh lingkungan di Gaza dan kota-kota lain seperti Jabalia dan Beit Hanoon.
3. Israel masih mempersulit akses bantuan

Meski telah terjadi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, Israel tetap menimbulkan hambatan dan menunda pelaksanaan perjanjian yang menyebabkan meningkatnya krisis kemanusiaan dan penderitaan warga sipil di Jalur Gaza.
Baru-baru ini, pejabat Program Pangan Dunia (WFP), Antoine Renard, mengatakan telah terjadi lonjakan bantuan ke Gaza. Namun, pihaknya mengisyaratkan bahwa beberapa pembatasan Israel masih berlaku. Ini termasuk pada barang-barang yang dianggap memiliki manfaat ganda untuk keperluan sipil dan militer.
Di sisi lain, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, telah menyerukan penggusuran seluruh penduduk Gaza, dengan dalih kerusakan yang meluas di wilayah kantong tersebut. Namun, usulan itu, yang menurut para kritikus merupakan pembersihan etnis, telah ditolak dengan tegas oleh negara-negara Arab.
Genosida Israel telah membunuh hampir 62 ribu warga Palestina, termasuk ribuan orang yang hilang dan diduga tewas selama perang yang dimulai pada 7 Oktober 2023.