Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus Cacingan Parah Terulang, KPAI Desak RUU Pengasuhan Anak

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra (Dok/Istimewa)
Wakil Ketua KPAI Jasra Putra (Dok/Istimewa)
Intinya sih...
  • KPAI mendesak RUU Pengasuhan Anak setelah kasus cacingan parah di Bengkulu
  • Belum ada kebijakan yang merangkul situasi anak dalam keluarga rentan, menurut KPAI
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, mengatakan, perlu adanya intervensi hukum dengan menghadirkan Undang-Undang Pengasuhan Anak yang rancangannya telah diperjuangkan selama 15 tahun.

Hal tersebut menyusul kasus cacingan parah yang kembali terjadi, kali ini di Seluma, Bengkulu. Kejadian ini menimpa dua orang balita kakak beradik, H (1 tahun 8 bulan) dan kakaknya yang berusia 4 tahun. Mereka dibawa ke RSUD M Yunus Bengkulu.

"KPAI mendorong adanya intervensi dari dalam dengan kehadiran RUU Pengasuhan Anak. Sudah 15 tahun di perjuangkan, masuk ke prolegnas, sampai keluar lagi dari prolegnas. Namun kesadaran pengasuhan semesta tersebut tak kunjung mendapat dukungan penuh pemerintah sehingga lepas dari pengesahan DPR," kata dia kepada IDN Times, Kamis (18/9/2025).

1. Belum ada kebijakan yang rangkul situasi anak dalam keluarga rentan

Petugas Posyandu desa ukur, timbang balita. IDN Times/Riyanto.
Petugas Posyandu desa ukur, timbang balita. IDN Times/Riyanto.

Menurut dia, belum ada kebijakan yang merangkul situasi anak dalam keluarga rentan, seperti keluarga yang mengalami ODGJ hingga utang baik online maupun offline.

"Kalau mencegah perbuatannya ada, tetapi bahwa di dalamnya ada anak yang rentan jadi ujung pengabaian itu semua, belum bisa terdeteksi kebijakan atau ada yang bisa memastikan," kata dia.

2. Jadi bukti ada aturan perlindungan anak yang pincang

Petugas Posyandu desa ukur, timbang balita. IDN Times/Riyanto.
Petugas Posyandu desa ukur, timbang balita. IDN Times/Riyanto.

Jasra mengatakan, jika puncak masalah anak adalah mengalami kondisi medis yang mematikan karena masalah pengasuhan, maka itu, kata Jasra, hal itu jadi bukti ada aturan perlindungan anak yang pincang.

"Sehingga dari peristiw-peristiwa yang terungkap, bagi KPAI (yang muncul sebenarnya) adalah puncak masalahnya. Bukan amanat Undang Undang dan Konstitusi yang fokus dalam pencegahan dan respon cepatnya sejak awal," ujar dia.

3. Negara diingatkan tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar

Ilustrasi rumah sakit (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi rumah sakit (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia mengatakan, setiap ada peristiwa seperti ini, negara diingatkan tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar yang harus dipelihara negara.

"Negara terus diingatkan amanat Pasal 34 tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara sehingga harusnya tidak ada anak-anak yang mengalami cacingan," kata dia.

Jasra mengatakan, pemeliharaan adalah kata yang meliputi banyak hal dan makna. Amanat konsitusi tersebut diterjemahkan dalam UU Kesehatan yang mengupayakan perlindungan anak lewat upaya preventif, promotif, rehabilitatif, kuratif, dan paliatif.

"Bahkan dalam Undang Undang Perlindungan Anak disampaikan derajat kesehatan yang optimal. Artinya, ada upaya sungguh sungguh negara dalam meningkatkan derajat kesehatan anak," ujar dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us

Latest in News

See More

Respons Erick soal Nasib Serupa dengan Amali di Menpora dan PSSI

18 Sep 2025, 14:51 WIBNews