Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus Peserta Tunarunggu Diminta Lepas Alat Bantu Tak Sesuai HAM

Ilustrasi posko aduan PPDB di Kantor Dinas Pendidikan. IDN Times/ Bramanta Pamungkas

Jakarta, IDN Times -  Naufal Athallah seorang siswa kelas 12 SMK di Tangerang Selatan diminta melepas alat bantu dengar (ABD) yang digunakannya sebagai tunarungu saat melakukan tes.

Naufal adalah seorang peserta Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tunarungu yang diminta melepas alat bantu miliknya karena dicurigai sebagai joki. Dia kala itu tengah ikut Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) di Universitas Indonesia (UI).

Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra menyayangkan hal ini. Dia mengungkapkan ABD bukan dimaksudkan untuk melakukan kecurangan.

"Dapat kami sampaikan pencopotan ABD adinda Naufal tidak senafas dengan komitmen dan semangat pemerintah untuk mendorong pemenuhan dan penghormatan HAM bagi para penyandang disabilitas di dunia pendidikan di tanah air,” kata dia dalam keterangannya, dilansir Senin (24/6/2024).

1. Pelarangan penggunaan ABD batasi akses terhadap pendidikan

Direktur Jenderal HAM Dhahana Putra dalam agenda dialog dengan media di Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Dhahana menjelaskan, kejadian pada 14 Mei ini tidak mencerminkan Indonesia yang jadi pihak dalam Konvensi Hak–Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), yang di dalamnya wajib mendorong terlaksananya sistem pendidikan inklusif.

"Pelarangan penggunaan ABD membatasi akses penyandang disabilitas tunarungu untuk mendapatkan hak pendidikan yang setara dan inklusif," kata dia.

Lewat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan beragam regulasi, pemerintah berupaya meningkatkan pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas. Salah satunya masuknya penyandang disabilitas ke dalam kelompok sasaran di Peraturan Presiden No 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia.

2. Ditjen HAM sudah koordinasi dengan Kemendikbud

Direktur Jenderal HAM Dhahana Putra dalam agenda dialog dengan media di Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Memang sejauh ini, masih ada sejumlah tantangan secara teknis dalam mendorong pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas. 

Pasalnya, pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas di sektor publik termasuk di dunia pendidikan tentu berkaitan dengan anggaran dan tingkat pemahaman terkait hak penyandang disabilitas.

"Apa yang menimpa adinda Naufal ini tentu menjadi perhatian kami untuk selanjutnya akan kami komunikasikan bersama Kemendikbud Ristekdikti sehingga kejadian serupa tidak perlu terulang kembali," ujarnya.

3. Perlu dorongan kesadaran soal penghormatan hak para penyandang disabilitas

Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) mendorong pemenuhan hak-hak disabilitas dalam menggunakan moda transportasi publik (Dok. Istimewa)

Kejadian yang menimpa Naufal menunjukkan kondisi di tengah masyarakat yang belum paham soal penghormatan HAM penyandangan disabilitas. Maka diseminasi HAM perlu dilakukan di berbagai lapisan, tak terkecuali di dunia pendidikan.

“Langkah ini penting dilakukan agar berbagai elemen di dunia pendidikan termasuk penyelenggara UTBK, dapat memiliki kesadaran yang lebih baik tentang pendidikan yang inklusif dan penghormatan hak-hak para penyandang disabilitas," kata dia.

Sejauh ini, Direktorat Jenderal HAM tengah berkolaborasi dengan sejumlah sekolah dan pelajar SMA sederajat di Jakarta yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Pelajar Pecinta HAM (Koppeta HAM).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us