Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemen PPPA: 16 HAKTP Jadi Momen Refleksi Upaya yang Belum Terlaksana

Ilustrasi Kekerasan. (IDN Times/Sukma Shakti)

Jakarta, IDN Times - Mulai 25 November, kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) diselenggarakan.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Ratna Susianawati menjelaskan peringatan 16 HAKTP jadi refleksi terkait upaya apa saja yang belum dilakukan yang berkaitan dengan penanganan kekerasan terhadap perempuan.

“Ini setiap tahun jadi momentum, justru ini (16 HAKTP) menunjukkan sebuah refleksi apa sih yang belum kita lakukan upaya-upaya di balik kemajuan-kemajuan yang dilakukan,” kata dia usai Media Talk dengan tema “16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan” di kantor KemenPPPA, Jakarta Pusat, Selasa (28/11/2023).

1. Menunjukkan komitmen global bahwa persoalan ini belum selesai

Deputi Perlindungan Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam Rapat Panitia Kerja RUU TPKS, di Jakarta (1/4) (Dok. KemenPPPA)

Ratna mengungkapkan, 16 HAKTP juga jadi momen menyampaikan kemajuan-kemajuan apa saja yang sudah diusahakan. Dia mengungkap sudah banyak solusi yang ditawarkan agar Indonesia bisa keluar dari persoalan diskriminasi, tindak kekerasan hingga hal-hal yang mendiskreditkan perempuan.

“Tapi dengan momentum ini, karena ini internasional menguatkan komitmen global bahwa ini persoalan yang belum selesai,” kata Ratna.

2. Fenomena gunung es dalam isu ini

IDN Times/Indiana Malia

Ratna mengungkapkan, kekerasan perempuan seperti fenomena gunung es. Banyak kasus-kasus yang tidak terlaporkan dengan berbagai alasan.

“Kekerasan itu bisa terjadi dimanapun dan kepada siapapun pun dan kapan pun, jadi kita yang terpenting adalah early warning ini system,” ujarnya.

3. Memperhatikan hulu dan hilir isu kasus kekerasan terhadap perempuan

ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Maka dari itu, isu kekerasan perempuan, kata Ratna haruslah dari hadapi hulu ke hilir. Jika kasus sudah berjalan di tengah maka itu sudah masuk konteks penanganan. Dari hulu, setiap pihak bisa memastikan pencegahannya dengan kampanye.

Kemudian di hilir, ada momen mencari solusi dari kasus-kasus kekerasan perempuan yang ada.

“Ketika sudah ada kasus kita bicaranya adalah penanganan kasus. Tapi kita harus ingat hulu hilir dimana,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us