Kemenag Jawab Tuduhan Komersialisasi Jasa Kursi Roda di Masjidil Haram

Makkah, IDN Times - Kementerian Agama buka suara atas tuduhan komersialisasi kursi roda di Masjidil Haram. Tuduhan itu dibuat penulis Aguk Irawan dan terbit di dua media online, yaitu duta.co dan kabarcirebon. Dalam tulisannya yang berjudul "Ada Kursi Roda Bertarif dari Petugas dan Tagline Ramah Lansia-Disabilitas" itu, Aguk menyebut jemaah lansia dan disabilitas yang turun dari terminal bus Syib Amir Masjidil Haram dikenai bayaran sebesar 300 hingga 500 rial.
Kemenag menyatakan bahwa Aguk gagal paham dan apa yang disampaikannya tidak berdasar fakta. "Tulisan Aguk terkait komersialisasi kursi roda jelas fitnah. Itu tentu menciderai perasaan ribuan petugas haji yang secara tulus melayani jemaah," tegas Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie di Makkah, Jumat (14/6/2024).
1. Aguk disebut menyebar fitnah kepada petugas haji

Aguk, kata Anna, harusnya tidak menulis hanya berdasarkan asumsi. Sehingga, subtansi tulisannya menjadi salah dan mengarah ke fitnah. "Tuduhan komersialisasi itu ngawur dan cenderung fitnah," tegasnya.
Anna menegaskan bahwa tidak ada komersialisasi layanan kursi roda yang dilakukan oleh petugas. Fakta yang benar, jasa kursi roda yang ada di Masjidil Haram memang berbayar dan dikelola oleh layanan resmi. Yang dilakukan oleh petugas hanya menyarankan agar mereka menggunakan pendorong resmi sehingga aman dari razia petugas.
"Jadi yang mendorong kursi roda dan yang dibayar itu petugas resmi yang menyewakan jasa layanan mendorong kursi roda di Masjidil Haram. Bukan petugas haji Indonesia,' tegas Anna.
Saran petugas haji juga bagian dari upaya pelindungan terhadap jemaah. Yang banyak terjadi, pendorong ilegal kerap mematok tarif yang jauh lebih mahal.
2. Ada beberapa ciri pendorong resmi

Menurut Anna, ada beberapa ciri khusus pada pendorong resmi. Pertama adalah menggunakan rompi berwarna abu-abu dan hijau lumut. Kedua, rompi mereka bernomor punggung. Mereka juga dibekali kartu kendali.
Soal tarif, pendorong resmi juga sudah diatur. Sebelum puncak haji, untuk paket Tawaf dan Sai SAR 250, mereka akan mematok tarif 250 rial atau sekitar Rp1,1 juta. Setelah puncak haji, harganya naik menjadi 500 - 600 atau Rp2,2 - 2,6 juta.
"Untuk mekanisme pembayaran dilakukan usai jemaah menyelesaikan ibadahnya," ucap Anna.
"Jadi fitnah jika dikatakan petugas haji Indonesia melakukan komersialisasi sewa kursi roda. Petugas haji justru melindungi jemaah dari praktik ilegal sewa jasa pendorong kursi roda yang merugikan jemaah," sambungnya.
3. Petugas haji bahkan kerap bersitegang dengan pendorong demi menjaga jemaah haji

Fenomena jasa kursi roda di Masjidil Haram memang menjadi polemik. Jemaah kerap dibuat bingung dengan kedatangan para pendorong ilegal. Berdasarkan pantauan IDN Times, petugas haji yang berjaga di sana bertugas untuk mengarahkan agar jemaah tidak kena tipu. Bahkan, tak jarang mereka harus bersitegang dengan para pendorong demi menjaga jemaah haji.
Belakangan, petugas haji akhirnya membuat sistem kartu kendali.Kepala Seksi Layanan Lansia dan Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (PKP3JH), Muhammad Agus Pribowo mengatakan, kebijakan ini diterapkan untuk melindung jemaah. Kartu ini, kata dia, akan menjamin para jemaah bisa menjalankan prosesi Thawaf dan Sai dalam kondisi aman.
Selama ini, pendorong kursi, terutama yang tidak berizin kerap membahayakan jemaah. Mereka sering kabur saat terkena razia tentara setempat.
''Kalau sudah begitu, jemaah biasanya akan ditinggal begitu saja di dalam Masjidil Haram,'' kata Agus, Jumat (24/5/2024).
Mekanisme kartu kendali ini membuat pendorong lebih tertib karena ada nomor urut. Mereka juga wajib meninggalkan kartu identitas agar tak kabur. Selain itu, pembayaran juga dilakukan setelah jemaah rampung menjalankan ibadah di Masjidil Haram.