Kemendikdasmen Ingatkan Bahaya Gawai bagi Generasi Muda

- Risiko medis dan akibat adiksi gawai
- Gaya hidup tidak sehat memperburuk kondisi
- Peran orang tua sangat krusial
Jakarta, IDN Times - Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyoroti dampak negatif penggunaan gawai berlebihan pada anak-anak. Kepala Puspeka Rusprita Putri Utami, mengatakan era digital dan derasnya arus informasi membuat pembangunan karakter generasi muda menghadapi tantangan berat.
"Saat ini tantangan kita cukup menantang ya, terutama di dunia pendidikan. Tadi seperti yang saya sampaikan, anak-anak mengalami adiksi gawai," kata Kepala Puspeka Rusprita Putri Utami di Semarang, Jawa Tengah, dilansir ANTARA, Rabu (1/10/2025)
Untuk memperkuat karakter generasi muda, Rusprita mengatakan Puspekaa telah menyiapkan beberapa langkah strategis, salah satunya adalah dengan menyelenggarakan kegiatan fasilitas yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait.
1. Risiko medis dan akibat adiksi gawai

Rusprita menegaskan adiksi gawai jauh lebih berbahaya daripada narkoba. Kasus anak-anak yang dirawat di rumah sakit jiwa akibat kecanduan gawai dan pornografi menunjukkan masalah ini semakin serius.
“Ada risiko adiksi gawai. Saat ini pasien yang masuk RSJ usia anak yang signifikan karena adiksi gawai dan pornografi. Adiksi gawai secara medis jauh lebih berbahaya dari adiksi narkoba," katanya
2. Gaya hidup tidak sehat memperburuk kondisi

Kebiasaan malas gerak, begadang, dan suka mengonsumsi minuman manis membuat generasi muda semakin rentan, baik secara fisik maupun mental.
Rusprita mengatakan anak-anak di era digital sebagai Generasi Strawberi, istilah yang dibuat oleh Rhenald Kasali, yaitu tampak kuat di luar, tetapi rapuh di dalam.
3. Peran orang tua sangat krusial

Puspeka mengingatkan pentingnya keteladanan keluarga. Pembiasaan sederhana yang dilakukan secara konsisten dapat membentuk karakter anak dan menjadi budaya positif jika diterapkan bersama-sama.
"Tidak perlu teori muluk dan rumit, cukup melalui proses pembiasaan dan arbitrasi mampu membentuk kebiasaan dan karakter. Jika dilakukan secara kolektif akan menjadi kebudayaan," ujar Rusprita dilansir ANTARA.