Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KemenPPPA Didampingi ART Korban Penyiksaan di Bandung Lapor ke Polisi

Ilustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)

Jakarta, IDN Times - Deputi Pemenuhan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati, mengatakan ART korban kekerasan majikan di Bandung Barat saat ini sudah didampingi untuk membuat laporan ke polisi.

“Tim Layanan SAPA 129 bersama UPTD PPA Provinsi Jawa Barat dan P2TP2A Kabupaten Bandung Barat akan terus memastikan pelindungan dan pemenuhan hak korban khususnya pendampingan yang dibutuhkan oleh korban, dimulai dari pelaporan, pemulihan baik secara fisik maupun psikis, hingga pemulangan korban ke daerah asalnya di Kabupaten Garut,” kata Ratna dalam keterangannya, Kamis (3/11/2022).

1. Minta aparat memberikan hukuman pada kedua pelaku

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati (Dok. KemenPPPA)
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati (Dok. KemenPPPA)

Dia meminta aparat penegak hukum memberikan tindakan tegas pada dua pelaku yang merupakan suami istri. Ratna mengatakan, selain kekerasan, korban R (29) juga dilanggar hak-haknya sebagai pekerja.

“Kami turut prihatin dan sangat menyesalkan tindak pidana kekerasan dan pelanggaran hak-hak ART atas kejadian yang menimpa korban R yang disekap dan dianiaya oleh majikannya," kata dia 

2. Bukti absennya negara pada perlindungan ART

ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (IDN Times/Aditya Pratama)

R (29) disekap dan dianiaya oleh majikannya di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2022. R adalah warga Limbangan, Kabupaten Garut. Kondisi yang dialami korban, kata Ratna, adalah bukti absennya perlindungan negara pada para ART.

"Kasus-kasus itu memperlihatkan betapa tidak manusiawinya perlakuan terhadap PRT, serta absennya perlindungan Negara terhadap ART, APH (aparat penegak hukum) harus menindak tegas pelaku kekerasan serta memproses hukum yang sesuai dan berlaku,” ujar Ratna

3. Semua orang berkedudukan sama di depan hukum

Deputi Perlindungan Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam Rapat Panitia Kerja RUU TPKS, di Jakarta (1/4) (Dok. KemenPPPA)
Deputi Perlindungan Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam Rapat Panitia Kerja RUU TPKS, di Jakarta (1/4) (Dok. KemenPPPA)

Kasus yang dialami ART, baik penyiksaan, penyekapan, perbudakan, dan sebagainya masih terus berulang terjadi dan harus menjadi pelajaran. Proses hukum berat atau hukuman ringan terhadap pelaku tetap menjadi prioritas utama berdasarkan peraturan yang berlaku sehingga tidak terjadi kasus serupa sebagai efek jera.

“Pada hakikatnya semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Seharusnya tidak ada perbedaan perlakuan baik terhadap rakyat kecil maupun penguasa,” kata dia.

4. Pelaku diancam penjara maksimal 10 tahun

Ilustrasi diborgol-tersangka (IDN Times/Bagus F)
Ilustrasi diborgol-tersangka (IDN Times/Bagus F)

Saat ini kedua pelaku sudah diamankan dan harus bertanggung jawab atas perbuatannya dalam pemeriksaan Satreksrim Polres Cimahi.

Perbuatan para pelaku dikenakan Pasal 333 KUHP tentang kejahatan merebut Kemerdekaan seseorang dengan diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, Pasal 351 Jo Pasal 65 KUHP tentang tindak Pidana penganiayaan yang dilakukan secara bersama, dan Pasal 44 UU RI No 23 tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga dengan ancaman hukuman kurungan penjara maksimal 10 tahun.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Dwi Agustiar
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us