Ketika Ibu-Ibu Piknik di Depan BGN Minta MBG Disetop
Jakarta, IDN Times - Suasana depan kantor Badan Gizi Nasional (BGN) di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu siang (15/10/2025) dipadati puluhan perempuan yang hendak berunjuk rasa. Mereka datang dengan membawa sejumlah properti selain poster dan baliho. Puluhan perempuan itu membawa daun pisang sebagai alas duduk, rantang makanan, cobek lengkap dengan ulekan, sejumlah bahan makanan hingga aneka ragam kue basah.
Mereka mendesak BGN agar menghentikan sementara waktu program Makan Bergizi Gratis (MBG). Aspirasi mereka juga disampaikan melalui sejumlah poster yang dibawa. Ada yang bertuliskan "Utamakan kualitas, keamanan dan martabat anak. Setop MBG!" "Setop MBG, menu harus penuh gizi bukan ultra process food", hingga poster yang menyentill TNI seperti "Dapur ranah sipil, tentara dan polisi mundur dari urusan pangan."
Perwakilan Aksi Suara Ibu Indonesia, Annette Mau, mengatakan lewat damai ini pihaknya menyampaikan keprihatinan dan kemarahan yang mendalam, lantaran terus berulang kasus keracunan massal yang menimpa ribuan anak sekolah akibat program MBG.
"Program yang diklaim sebagai solusi gizi anak sekolah itu, justru menimbulkan krisis kesehatan, krisis akuntabilitas dan krisis moral dalam tata kelola negara," ujar Annette ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Rabu.
Annette mengutip data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), sudah ada lebih dari 10.482 anak menjadi korban keracunan di berbagai daerah. Maka, menjadi penting bagi pemerintah untuk memastikan dalam seporsi MBG berisi makanan dengan menu lengkap berbasis sains, dan kebutuhan anak sesuai dengan arahan Kementerian Kesehatan, yaitu pedoman gizi seimbang "isi piringku".
"Pedoman gizi seimbang itu terdiri dari 50 persen makanan pokok dan lauk pauk, serta 50 persen sisanya adalah sayur dan buah," tutur dia.
Maka, kata Annette, penting dalam tiap Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) melibatkan ahli gizi, dokter anak, dan organisasi masyarakat sipil.
1. Puluhan perempuan sampaikan aspirasi dengan piknik tanpa orasi
Sementara, perwakilan Aksi Suara Ibu Indonesia lainnya, Ika Ardina, mengatakan aksi piknik kali ini merupakan bentuk protes dari pelaksanaan MBG. Ika bersama rekan-rekannya menunjukkan orang tua juga bisa membuat makanan sehat dan bergizi untuk anak-anaknya.
"Ini konsep piknik. Kami aksi diam dan tidak orasi. Kami ingin menunjukkan bahwa keluarga harusnya dilibatkan. Sebab, gizi anak juga merupakan tanggung jawab orang tua dan lingkungan," ujar Ika.
Menurut Ika, program MBG gagal, lantaran menggunakan sistem komando. Padahal, seharusnya, pemerintah melibatkan keluarga dalam implementasi MBG. Pelibatan itu, misalnya, menerima masukan keluarga untuk menentukan menu MBG.
"Kami sendiri yang menentukan. Ada yang bawa buah, nasi, cemilan. Cemilan itu juga bisa dari UMKM," tutur dia.
Ika juga menyarankan kepada pemerintah, harusnya program MBG melibatkan unsur sekolah dalam implementasinya, misalnya pedagang kantin di sekolah. Selain itu, peran militer dalam distribusi MBG harus dikurangi.
"Kecuali di daerah tertinggal dan terpencil. TNI bisa membantu karena tugasnya," ujar dia.
2. Program MBG caplok anggaran pendidikan
Annette juga menyoroti anggaran MBG pada 2025 senilai Rp71 triliun, yang ternyata berasal dari sektor pendidikan. Padahal, kata dia, dana pendidikan itu bisa dimanfaatkan untuk membenahi infrastruktur sekolah 3T (tertinggal, terluar dan terpencil), serta membangun kantin sehat berbasis komunitas yang dikelola oleh sekolah, guru dan orang tua. Bahan-bahan pangan yang digunakan pun tergolong segar dari petani lokal.
"Program MBG telah gagal memenuhi prinsip inklusivitas dan hak anak atas kesehatan. Banyak anak yang alergi dengan makanan, intoleransi laktosa atau kondisi medis tertentu tidak dapat mengonsumsi makanan yang disediakan oleh BGN. Mereka justru tetap dipaksa ikut (konsumsi MBG) tanpa opsi pengganti," katanya.
3. Puluhan perempuan tuntut program MBG disetop total dari atas ke bawah
Annette mengaku mereka sempat diterima untuk beraudiensi dengan humas BGN. Di hadapan pegawai BGN, ia bersama tiga koleganya menuntut agar MBG dihentikan total dan bersifat sementara. Dalam momen itu, pemerintah diminta melakukan pengkajian ulang program unggulan tersebut.
"Pengkajian ulang ini ada beberapa poin. Pertama, kami memohon SPPG yang sudah terbukti berulang kali terdapat kasus keracunan atau kegagalan memenuhi standar higienis dan gizi berimbang, SPPG itu dilarang mengelola MBG," katanya.
SPPG itu harus dilarang beroperasi sampai ada audit menyeluruh dan perbaikan. Itu pun, kata Annette, harus ada kompensasi yang diberikan SPPG kepada para korban yang mengalami keracunan.
"Kompensasi itu bisa dibayarkan, proses hukum hingga evaluasi ulang SPPG untuk mencari tahu apa yang tidak berfungsi di sana," tutur Annette.
Ia juga menyinggung anggaran MBG justru mencaplok dana dari sektor lain yang melumpuhkan aspek kehidupan perempuan yakni pendidikan, kesehatan, hingga edukasi kesetaraan gender. Aksi Suara Ibu juga meminta adanya transparansi dalam penunjukkan SPPG.
"Karena kami tahu penunjukkan SPPG tidak melalui proses tender terbuka. Itu ditunjuk secara sepihak dan hanya orang-orang dengan modal besar," kata Annette.
Namun, pihak BGN yang menemui mereka hanya bisa memberikan respons normatif. Sebab, mereka bukan pemegang kewenangan di BGN.