Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Koalisi Soroti Revisi KUHAP Tak Transparan dan Minim Partisipasi

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)
Intinya sih...
  • Koalisi Masyarakat Sipil menilai revisi KUHAP bermasalah karena proses pembahasannya tiba-tiba dan kurang transparan
  • Substansi draf RUU KUHAP 2025 dianggap menghilangkan sejarah pembahasan RUU KUHAP sebelumnya serta materi progresif yang penting

Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyampaikan proses pembahasan revisi KUHAP dinilai bermasalah.

Hal ini disampaikan Koalisi kepada Komisi III DPR saat diskusi pada Selasa (8/4/2025). Dari keterangan yang diterima IDN Times lewat anggota Indonesian Legal Resource Center, Siti Aminah Tardi, ada beberapa poin catatan dalam proses revisi beleid ini.

Salah satunya adalah proses pembahasan yang tiba-tiba, padahal proses penyusunan diklaim dimulai dari awal, tetapi pada 18 Januari DPR sepakat RUU KUHAP tersebut jadi inisiatif mereka.

"Pada pertengahan Januari 2025, anggota-anggota koalisi dilibatkan dalam proses penyusunan RUU di BKD, DPR. Pada masa itu, Ketua Komisi III juga menyatakan bahwa proses penyusunan dimulai dari nol atau awal. Namun, secara tiba-tiba pada 18 Januari 2025, DPR menyepakati RUU KUHAP menjadi usulan DPR pada rapat paripurna. Pada saat itu sama sekali tidak tersedia informasi mengenai draf RUU yang dibawa ke paripurna tersebut," ujar Koalisi, Rabu (9/4/2025).

Koalisi mengatakan, anggota Komisi III juga menyatakan tidak mengetahui draf awal RUU KUHAP tersebut. Hal ini dinilai jadi tanda kurangnya transparansi dan partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan RUU KUHAP. 

1. Merasa hilangkan rangkaian sejarah pembahasan RUU KUHAP sebelumnya

MA Usul Pengadilan “Online” Diatur dalam Rancangan KUHAP ( kompas.com )

Koalisi juga menilai substansi draf RUU KUHAP 2025 sudah menghilangkan rangkaian sejarah pembahasan RUU KUHAP sebelumnya. Pasalnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP sudah lama terbentuk dan terlibat aktif dalam advokasi yang berkaitan dengan hukum acara pidana.

Dari mulai penanganan kasus hingga advokasi strategis untuk pembaharuan KUHAP tersebut. Menurut Koalisi, draf versi 17 Februari 2025 yang berkembang menjadi draf 20 Maret 2025, tidak menjawab permasalahan KUHAP saat ini.

"Bahkan kebaruan-kebaruan progresif yang telah dimuat dalam RUU KUHAP versi 2012 hilang dari draf RUU KUHAP 2025. Misalnya, materi krusial yang hilang yaitu konsep hakim pemeriksa pendahuluan (HPP) yang menjadi tonggak judicial scrutiny atau pengawasan pengadilan bagi seluruh penilaian perlu atau tidaknya dilakukan upaya paksa dan pengujian sah atau tidak upaya paksa yang telah dilakukan, serta HPP dapat memeriksa seluruh pelanggaran hak tersangka. Konsep progresif tersebut hilang dalam draf 2025,"' kata Koalisi.

2. Koalisi nilai RUU KUHAP saat ini hilangkan materi-materi progresif

Komisi III rapat dengar pendapat (RDP) bersama pakar hukum terkait penyusunan RUU KUHAP. (IDN Times/Amir Faisol)

Koalisi menilai, RUU KUHAP saat ini menghilangkan materi-materi progresif yang dimuat dalam perjalanan panjang pembahasannya sejak 2004 hingga 2012.

Selain itu, Koalisi juga menyoroti materi lainnya, seperti kepastian tindak lanjut laporan pidana untuk bisa diadukan ke Jaksa Penuntut Umum dan adanya habeas corpus pasca ditangkap, orang harus dihadapkan ke hakim.

Kemudian, soal batas waktu penahanan sebelum persidangan hingga seluruh upaya paksa yang harus dilakukan atas izin hakim yang setidaknya menjamin akuntabilitas dan meminimalisir monopoli diskresi penyidik.

3. Tak merasa ini diskusi formal

Komisi III bakal kick off bahas RUU KUHAP usai pembukaan masa sidang berikutnya. (IDN Times/Amir Faisol)

Koalisi juga menilai diskusi yang dilakukan tersebut adalah diskusi informal. Koalisi mengaku mendapat undangan dari pimpinan Komisi III dalam masa reses DPR.

Pertemuan tersebut bertempat di ruang rapat Komisi III, Nusantara II DPR RI dan hanya dihadiri oleh Ketua Komisi III Habiburokhman, Badan Keahlian Dewan (BKD), serta beberapa anggota koalisi yang diundang.

Meski demikian, Koalisi menganggap ini adalah diskusi informal bukan bagian dari proses formal dan tak bisa dijadikan bagian partisipasti bermakna.

"Kami memberikan penekanan bahwa diskusi ini adalah diskusi informal yang diinisiasi oleh Ketua Komisi III. Diskusi ini bukan bagian dari proses pembahasan formal RUU KUHAP sehingga tidak dapat dijadikan sebagai klaim bahwa partisipasi publik bermakna telah dilakukan. Kami menghargai inisiatif yang dilakukan oleh Ketua Komisi III ini, namun poin perbaikan utamanya dalam proses pembahasan harus dilakukan," ujar Koalisi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us