Komisi I: Fotografer Ngamen Tidak Dibenarkan, Ruang Publik Harus Aman

- Perlindungan data pribadi diakui dalam instrumen hukum
- Ruang publik tetap harus menjadi ruang aman
- Komdigi ingatkan etika data pribadi
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono menegaskan, memotret seseorang tanpa ada persetujuan atau untuk eksploitasi merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Hal ini sekaligus menanggapi munculnya fenomena fotografer ngamen yang banyak menimbulkan kekhawatiran di publik.
Menurut dia, tindakan fotografer ngamen ini telah melanggar etika sosial dan perlindungan hak privasi seseorang. Apalagi jika foto tersebut digunakan untuk kepentingan komersial atau disebarluaskan tanpa kendali.
"Secara etis, memotret seseorang tanpa sepengetahuan dan persetujuan, apalagi dalam konteks yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman atau bahkan eksploitasi, jelas tidak dapat dibenarkan," kata dia kepada wartawan, Minggu (2/11/2025).
1. Perlindungan data pribadi diakui dalam instrumen hukum

Lebih lanjut, menurut Dave, Indonesia secara hukum memang belum memiliki regulasi spesifik yang mengatur secara rinci terkait fotografi jalanan dan privasi visual di ruang publik.
Namun, prinsip perlindungan data pribadi dan hak atas privasi individu sudah diakui dalam berbagai instrumen hukum, termasuk dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
"Ketika wajah seseorang menjadi objek yang dapat dikenali dan dikaitkan dengan identitasnya, maka potensi pelanggaran terhadap hak privasi sangat nyata," kata Legislator Fraksi Partai Golkar itu.
Karena itu, dia mengatakan, edukasi terhadap komunitas fotografer menjadi langkah penting dan mendesak. Mereka perlu memahami, ruang publik bukan ruang bebas dari tanggung jawab moral.
"Perlu ada kesadaran bahwa setiap individu memiliki hak untuk tidak diabadikan tanpa izin, terlebih jika berpotensi disalahgunakan," kata dia.
2. Ruang publik tetap harus menjadi ruang aman

Dave menegaskan, Komisi I DPR RI mendorong agar ada dialog terbuka antara komunitas fotografi, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun pedoman etik yang jelas.
Selain itu, penguatan literasi digital dan etika visual di masyarakat luas juga menjadi bagian dari upaya kolektif menjaga ruang publik yang sehat dan saling menghormati.
"Kami percaya bahwa seni dan kebebasan berekspresi harus berjalan beriringan dengan penghormatan terhadap hak individu. Ruang publik yang dinamis tetap harus menjadi ruang yang aman bagi semua," kata dia.
3. Komdigi ingatkan etika data pribadi

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan kegiatan pengambilan gambar yang dilakukan di ruang publik wajib mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar menekankan, setiap pemotretan dan publikasi foto harus memperhatikan aspek hukum dan etika perlindungan data pribadi.
“Foto seseorang, terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas individu, termasuk kategori data pribadi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara spesifik. Foto yang menampilkan wajah seseorang termasuk data pribadi tidak boleh disebarkan tanpa izin,” ujar Alexander kepada wartawan, Rabu (29/10/2025).
Dia mengatakan, setiap bentuk pemrosesan data pribadi, mulai dari pengambilan, penyimpanan, hingga penyebarluasan, harus memiliki dasar hukum yang jelas, misalnya melalui persetujuan eksplisit dari subjek data.


















