Komisi X Nilai Pendidikan Barak Tak Bisa Disamaratakan ke Semua Siswa

- Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani menilai pendidikan barak ala Dedi Mulyadi perlu kajian mendalam
- Pendekatan keras dan militeristik bisa kontra-produktif jika tidak disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan siswa
- Menteri HAM Natalius Pigai mengusulkan pendidikan barak diterapkan secara masif di Indonesia dan seirama dengan prinsip-prinsip HAM
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani menilai, pendidikan barak ala Dedi Mulyadi yang diusulkan jadi program nasional perlu dilakukan kajian mendalam.
Sejatinya, Hadrian mendukung berbagai inovasi pendidikan yang bertujuan membentuk karakter pelajar yang disiplin, tangguh, dan berjiwa kebangsaan.
Namun, model pendidikan di barak ala Jabar harus dikaji lebih dalam, baik dari segi efektivitas, kesiapan infrastruktur, hingga kesesuaian dengan prinsip pendidikan nasional yang humanis dan inklusif.
Model pendidikan barak yang menekankan disiplin dan nilai-nilai kebangsaan mungkin bisa menjadi pelengkap dari sistem pendidikan formal. Namun, pendekatan seperti ini sebetulnya tidak bisa dipukul rata untuk seluruh pelajar Indonesia.
"Tetapi kami juga melihat bahwa pendekatan ini tidak bisa sama untuk seluruh pelajar Indonesia," ujar Hadrian Irfani, saat dihubungi, Jumat (9/5/2025).
1. Pendidikan militeristik berpotensi kontra-produktif

Hadrian menjelaskan, latar belakang dan kondisi psikologis siswa yang berbeda menjadi variabel yang harus diperhitungkan pemerintah untuk menerapkan pendidikan barak secara nasional.
Pendekatan keras dan militeristik bisa menjadi kontra-produktif jika tidak disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan mereka.
"Pendidikan di barak bisa saja menjadi salah satu alternatif program penguatan karakter, tetapi perlu dijalankan secara terbatas, bertahap, dan berbasis pada evaluasi ilmiah," kata dia.
2. Harus melibatkan ahli hingga psikolog anak

Hadrian lantas mendorong, jika pendidikan barak hendak diujicobakan secara nasional, maka harus melibatkan para ahli pendidikan, psikolog anak, serta tokoh masyarakat.
Ia menekankan, setiap kebijakan pendidikan tetap harus berpijak pada nilai-nilai Pancasila, demokrasi, dan perlindungan hak anak.
"Yang paling penting adalah memastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan tetap berpijak pada nilai-nilai Pancasila, demokrasi, dan perlindungan hak anak," kata dia.
3. Menteri HAM usul pendidikan barak diterapkan di RI

Menteri Hak Asai Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengusulkan pendidikan barak ala Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bisa diterapkan secara masif di Indonesia. Dia pun akan berdiskusi dengan Mendikdasmen Abdul Mu'ti untuk menindaklanjuti usulannya.
Pigai juga berpandangan, pendidikan di barak khusus anak-anak bandel, bukan bagian pelanggaran HAM. Ia menilai, pendidikan di barak ini seirama dengan prinsip-prinsip HAM.
Dia menegaskan, Undang-Undang Pendidikan Nasional telah mewajibkan anak-anak di Indonesia berpendidikan dari umur 7-15 tahun.
"Kementerian HAM akan menyampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk mengeluarkan peraturan supaya bisa jadikan model ini bisa dilaksanakan secara masif di seluruh Indonesia. Masif di seluruh Indonesia untuk ke depan," kata Pigai.